Rivan Kurniawan

Peluang Resesi Makin Dekat, Bagaimana Tips Berinvestasi di Tahun 2020 ?


Tahun 2019 telah hampir berakhir – di mana tahun 2019 banyak menorehkan berita dan sentimen-sentimen yang dapat membawa perubahan ke arah pasar. Sebut saja dari trade war antara Amerika Serikat – China yang menjadi primadona berita-berita di sepanjang tahun 2019, juga adanya sentimen dari harga-harga komoditas yang Indonesia ekspor turun seperti batubara dan CPO. Melambatnya perekonomian dunia di tahun 2019 menjadi sinyal akan terjadinya resesi di 2020. Sebagai investor, bagaimana tips untuk berinvestasi di tahun 2020 ketika adanya peluang untuk resesi ini?

 

Highlight Sepanjang 2019

  1. Perang Dagang Antara Amerika Serikat – China

Sebenarnya perang dagang sudah mulai terdapat “tanda-tandanya” sejak akhir Juni 2016 ketika Trump berkampanye akan menerapkan tarif berdasarkan aturan nomor 201 dan 301 dari undang-undang perdagangan Amerika Serikat – yang kemudian ia realisasikan.

Perang dagang baru mulai “meletus” ketika Amerika Serikat dan China berbalas-balasan memasang tarif dari kuartal 1 2018, di mana ketika itu AS memasang tarif 25% untuk impor baja dari China dan 10% untuk semua produk aluminium – bukan hanya dari China. Kemudian, China membalas dengan mengenakan tarif juga hingga 25% ke 128 produk dari Amerika Serikat. Dan perang tarif juga masih berlangsung sampai sekarang, sampai kedua negara sedang berusaha mencari jalan tengah menuju kesepakatan.

Berita terbaru per 12 Desember 2019 kemarin mengatakan bahwa Trump telah sangat dekat untuk menyetujui kesepakatan perdagangan fase satu dengan China. Meskipun, sering sekali terdengar kata “hampir sepakat” dan di akhirnya masih belum terjadi kesepakatan – semoga kali ini berbeda.

 

  1. Harga komoditas yang di ekspor Indonesia turun di tahun 2019

Sebagai negara yang masih cukup bergantung di ekspor komoditas, ­­fluktuasi harga barang-barang komoditas ini akan sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia. Paling baru, neraca perdagangan Indonesia dari awal tahun di Januari 2019 sampai bulan November 2019 mencatatkan defisit USD 3,11 miliar. Hal ini disebabkan karena Indonesia yang notabene sebagai pengekspor komoditas seperti kelapa sawit (CPO) dan batubara, harganya terus mengalami penurunan yang menyebabkan penurunan pendapatan dari penjualan kedua komoditas ini.

Pergerakan harga batubara. Source: tradingeconomics.com

 

Baru-baru ini saja, harga minyak kelapa sawit mengalami rebound setelah mengalami kejatuhan harga dari 2010 sampai sekitar kuartal 3-2019. Akhirnya, sekitar mulai September 2019 kemarin sampai sekarang harga CPO sudah mulai mengalami rebound.

 

  1. Perlambatan pertumbuhan ekonomi di berbagai negara

Tahun 2019 kali ini juga diwarnai dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi di berbagai negara di seluruh dunia. Amerika Serikat dan China misalnya, yang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan – di mana pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat di 2019 turun dari yang sebelumnya sekitaran 3,1 – 3,2% di tahun 2018 menjadi 2,1 – 2,7% saja di 2019.

Data pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat. Source: tradingeconomics.com

Data pertumbuhan ekonomi China. Source: tradingeconomics.com

 

Sama juga dengan China yang sebelumnya konsisten mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5-6,8%, tapi di tahun kuartal 3-2019 ini bahkan pertumbuhannya drop hanya mencapai 6%.

Penurunan pertumbuhan ekonomi dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia ini menjadi tanda akan perlambatan pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia juga, dikarenakan dua negara ini menjadi nahkoda utama yang juga menjadi pusat ekonomi dunia. Tak pelak, tentu saja Indonesia juga terkena dampak dari peristiwa ini dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Indonesia masih menjadi salah satu negara yang defensive ketika terjadi perlambatan ekonomi karena meskipun terjadi penurunan pertumbuhan, Indonesia masih bisa menopang angka pertumbuhan ekonomi di atas 5%.

 

Bagaimana Prospek di tahun 2020 nanti?

Menjelang akhir tahun, sebagai Investor pun kita harus bersiap dengan kondisi ekonomi yang akan terjadi di 2020 nanti. Di tahun 2020 nanti, isu utama yang masih akan menjadi primadona tentu saja adalah perang dagang antara Amerika Serikat – China yang masih belum menemui kata kesepakatan antara kedua negara. Isu tersebut akan diperpanas mengetahui bahwa Trump akan maju lagi untuk mencalonkan dirinya menjadi presiden Amerika Serikat di periode kedua.

Penulis sempat membahas tentang potensi resesi yang akan terjadi di 2020 di artikel di bawah ini, Anda bisa membacanya sebagai tambahan referensi :

[Potensi Resesi Ekonomi Di Tahun 2020, Apakah Benar-Benar Akan Terjadi ?]

 

Di luar itu, banyak pihak yang juga mengatakan akan tingginya potensi resesi di 2020, dilihat dari berbagai indikator pelemahan ekonomi yang sedang terjadi sekarang – dan mungkin masih akan terjadi di tahun depan. International Monetary Fund (IMF) salah satu contohnya – yang telah 4 kali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global di tahun 2019 ini.  Per pertengahan Oktober 2019 kemarin, IMF kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2019 menjadi 3% saja, dari yang sebelumnya disampaikan pada April 2019 proyeksi pertumbuhan ekonominya adalah sebesar 3,2%. Pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2020 diproyeksi sebesar 3,4%, direvisi turun 0,2% dari proyeksi sebelumnya.

IMF sendiri mengatakan bahwa ekonomi global kini tengah berada dalam penurunan yang tersinkronisasi dan diperkirakan akan bergerak pada laju yang paling lambat sejak krisis keuangan global terakhir pada tahun 2008-2009 kemarin.

Perlu Anda ketahui, proyeksi awal dari IMF ini jauh dari capaian pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2017 di mana pertumbuhan ekonomi global tercatat sebesar 3,8%, ekonomi dunia secara serentak mayoritas menguat.

Ketidakpastian ekonomi dikarenakan faktor-faktor di atas memang menjadi alasan akan kemungkinan masih melemahnya pertumbuhan ekonomi di tahun depan.

Lantas, sebagai seorang investor, apa yang sebaiknya kita lakukan menghadapi situasi seperti ini?

 

Tips investasi dalam situasi ketidakpastian ekonomi

Menghadapi kondisi seperti ini, apakah artinya kita jangan dulu berinvestasi? Well, Tidak demikian. Karena, tetap ada peluang dalam meraih profit di dalam kondisi resesi sekalipun. Pemilihan sektor ketika terjadi perlambatan ekonomi tentu saja berbeda dengan ketika ekonomi bullish. Selain pemilihan sektor, hal yang juga sangat krusial ketika menghadapi resesi yang terpenting adalah Money Management. Berikut ini adalah beberapa tips yang Penulis harap dapat membantu Anda dalam berinvestasi dalam kondisi ekonomi yang tak menentu nanti :

 

  1. Pilihlah Saham Defensive dengan Fundamental Bagus dan Undervalued.

Ini adalah kunci yang paling utama. Sebelum Anda memutuskan untuk membeli saham, pastikan saham tersebut memenuhi 3 hal : Fundamental nya bagus (laba bersih, pendapatan, dan ekuitas meningkat, kemampuan membayar hutang baik, arus kas positif, dsb), harga sahamnya masih undervalued, serta Margin of Safety (MOS) nya masih tinggi (MOS > 30%).

Pengalaman yang Penulis alami selama ini, saham-saham yang terjun bebas (minus nya paling besar) adalah saham-saham yang fundamentalnya jelek (apalagi perusahaannya rugi) atau saham-saham yang harganya sudah overvalued. Sementara saham-saham yang memenuhi 3 hal tadi, meskipun tidak ada jaminan harganya naik, namun penurunannya tidak akan sedalam saham-saham yang fundamentalnya jelek atau overvalued tadi.

Satu tips bagi Anda : tanyakan pada diri Anda sendiri : Apakah permintaan akan produk dari perusahaan yang saya invest saat ini akan tetap stabil di saat resesi nanti ?

Contoh sederhana : Apakah orang akan menunda membeli kendaraan baru saat resesi nanti ? Yups mungkin saja… Tapi apakah orang akan menunda untuk melakukan pergantian spare part jika sudah waktunya jadwal service ? Atau apakah orang akan menunda mengganti ban kalau ban nya bocor ? Hmm.. Rasanya gak mungkin…

 

  1. Batasi portofolio Anda hanya menjadi 5 – 8 emiten saja.

Jika Anda termasuk investor / trader yang gemar memiliki banyak saham, dan terbiasa menyimpan banyak saham, strategi tersebut biasanya tidak berjalan pada saat market bearish ataupun saat kondisi market sedang tidak menentu, karena Anda akan kesulitan mengatur portfolio saham Anda sendiri.

Lebih parah lagi, hal tersebut bisa membuat psikologis Anda menjadi terganggu karena secara psikologis warna merah mengirimkan pesan negatif pada otak kita.

Namun apabila Anda fokus pada 5 – 8 emiten, Anda bisa fokus dan konsentrasi mengatur portfolio Anda. Dan ingat, portfolio Anda HARUS memenuhi syarat no 1 di atas tadi.

 

  1. Jangan belanja “full power”.

Jika saat market bullish biasanya kita full power belanja saham (tidak menyisakan cash), maka saat market bearish Anda tidak bisa melakukan strategi itu lagi (WARNING : jangan menggunakan fasilitas margin atau hutang saat market bearish). Selalu siapkan cash selama masa market bearish. Sisakan setidaknya 30 – 40% cash on hand untuk berjaga-jaga. Jangan terlalu ngotot untuk full power belanja saat market bearish, karena Anda akan kalah langkah apabila saham-saham pegangan Anda bergerak turun.

 

  1. Money Management.

Dengan Anda memegang setidaknya 30 – 40% cash, maka Anda punya “peluru cadangan” apabila saham yang Anda pegang benar bergerak turun. Namun, Penulis menyarankan agar jangan terlalu cepat menembakkan peluru Anda tadi. Hal yang biasa Penulis lakukan adalah scaling in, atau masuk secara bertahap. Misal : Anda membeli saham A di harga 200 (harga wajar misalkan di 300), kemudian harga saham bergerak turun ke 180, maka Anda bisa melakukan scaling in kedua, ternyata harga sahamnya masih bergerak turun lagi ke 160, maka Anda bisa melakukan scaling in ketiga, dst.

 

Kesimpulan

Banyak situasi dan kejadian ekonomi yang menyebabkan perlambatan ekonomi di tahun 2019 kali ini. Mulai dari perang dagang, melemahnya harga komoditas, sampai peluang resesi di tahun 2020 banyak yang menjadi highlight berita-berita sepanjang tahun ini.

Tahun 2020 nanti, tidak menutup kemungkinan akan masih terjadinya perlambatan ekonomi dikarenakan masih banyak faktor yang membuat perekonomian tidak menentu. Oleh karena itu, Penulis memberikan Anda beberapa tips-tips yang diharapkan dapat membantu Anda dalam strategi investasi Anda nantinya;

  1. Memilih saham defensive dengan fundamental yang bagus dan undervalued
  2. Batasi total saham di portfolio menjadi hanya 5-8 saham saja
  3. Jangan belanja dengan “full power”
  4. Menggunakan konsep money management

Nah, setelah membaca semua tulisan ini, apakah nantinya di tahun 2020 pasti akan terjadi resesi ataupun perlambatan ekonomi? Jawabannya adalah : Nobody knows. Tetapi, setidaknya kita dapat mengantisipasi risiko dibandingkan tidak menyiapkan apa-apa ketika badai sebenarnya menyerang.

Akhir kata, mari syukuri semua yang terjadi di tahun 2019 ini dan mari kita sambut tahun 2020 dengan penuh optimisme !

 

 

 

###

Info:

  • Monthly Investing Plan Januari 2019 akan segera terbit. Anda dapat memperolehnya di sini.
  • Cheat Sheet LK Q3 2019 telah terbit, Anda dapat memperolehnya di sini.
  • E-Book Quarter Outlook LK Q3 2019 telah terbit. Anda dapat memperolehnya di sini.
  • Jadwal Workshop
    • RK Investment Day (Jakarta, 18 Januari 2020) dapat dilihat di sini.
1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

1 Comment

  • Tips Investasi
    21 January 2020 at 5:00 PM

    Terimakasih tulisannya Mas, menginspirasi. Jadi makin semangat belajar saham.

Komentar

Artikel Lainnya

Youtube Update

Our Social Media

Arsip Artikel