Rivan Kurniawan

Apakah Tensi China – Indonesia tentang Perairan Natuna Meningkat Akan Mempengaruhi Iklim Investasi ?


Tensi diplomatic antara Indonesia dan China belakangan menjadi buah bibir pembicaraan media massa. Bukan dengan Indonesia secara keseluruhan sebenarnya, tetapi tensi antara China dan Indonesia tentang pelanggaran Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang dilakukan kapal dari China di perairan Natuna, Kepulauan Riau. Yang menjadi permasalahan adalah karena China menyatakan klaim historis atas ZEE dengan alasan bahwa para nelayan China telah lama beraktivitas di perairan yang dimaksud bersifat unilateral – yang kemudian pernyataan ini dibantah oleh Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia. Dengan memanasnya tensi China – Indonesia, bagaimana dampak ke depan yang dapat ditimbulkannya?

 

Kronologis Konflik China – Indonesia

Kejadian ini sudah pertama kali diamati oleh Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI). Bakamla RI menyebut kejadian ini bermula saat kapal penjaga pantai (coast guard) Pemerintah China muncul di Perbatasan Perairan Natuna pada tanggal 10 Desember 2019.

 

Disebutkan oleh Direktur Operasi Laut Bakamla – Nursyawal Embun – bahwa pihak Bakamla RI telah mengusir kapal yang mendekati Perbatasan Perairan Natuna pada tanggal 10 Desember 2019. Tetapi, kapal-kapal tersebut muncul kembali pada tanggal 23 Desember 2019, kali ini tidak hanya coast guard, tetapi juga beberapa kapal ikan dari Cina, dan juga lengkap dengan kapal perang (freegat) yang seakan mengawasi jauh di sana. Keberadaan kapal-kapal dari Cina tersebut diketahui oleh KM Tanjung Datu 301 milik Bakamla – dan Bakamla RI berupaya mengusir kapal-kapal dari China tersebut, tetapi kapal China menolak dengan beralasan mereka berada di wilayah perairan milik sendiri.

Oleh karena itu, dari pihak Bakamla RI melapor ke komando atas dan kemudian pemerintah Indonesia lewat Kementrian Luar Negeri Indonesia, telah memanggil Duta Besar China untuk Indonesia dan melayangkan nota protes keras terhadap Pemerintah China atas pelanggaran ini.

Sebenarnya sudah cukup lama kapal China tak terlihat di wilayah Perairan Indonesia, apalagi di daerah Natuna sana, di mana area ini juga cukup jauh dari wilayah perairan yang dikuasai China. Karena itu, sebenarnya sangat aneh jika China tak tahu telah memasuki wilayah perairan Indonesia. Diketahui, terakhir kali China masuk ke wilayah perairan Indonesia pada tahun 2018.

 

 

Masuknya kapal nelayan dan penjaga China ke wilayah perairan Natuna dinilai telah melanggar United Nations Convention on the Law of the Sewa (UNCLOS) 1982. UNCLOS diketahui mengatur tentang ZEE yang membentang sejauh 200 mil laut dari bibir pantai. Indonesia dan China sama-sama merupakan negara pihak dalam UNCLOS.

Kendati dengan alasan demikian, China mengklaim memiliki hak untuk berlayar atau melintasi wilayah perairan Natuna – yang didasarkan pada nine dash line atau Sembilan garis putus. Yakni Wilayah Laut China Selatan seluas 2 juta kilometer persegi, yang 90 % nya diklaim China sebagai hak maritim historisnya.

Indonesia sendiri telah menegaskan tak akan mengakui nine dash line karena tak memiliki dasar hukum. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun menyatakan tak akan bernegosiasi dengan Cina perihal kedaulatan Indonesia di Laut Natuna Utara.

Bahkan, United Nations World Citizen’s Initiative Indonesia (UNWCI Indonesia) telah mendesak pemerintah China untuk segera memberikan klarifikasi dan meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia – bahkan dunia – terkait dengan persoalan perairan Natuna.

Ketegangan antara dua kubu ini memang masih belum menemukan titik terang. Bahkan, pemerintah Indonesia mengambil sejumlah langkah terkait hal ini. Merasa tidak cukup untuk melayangkan nota protes, Pemerintah akan menggencarkan patrol dan melakukan mobilisasi nelayan ke perairan tersebut. TNI dan Bakamla RI akan terus disiagakan di Perairan Natuna.

Meskipun diklaim dari Juru Bicara Menteri Luar Negeri China bahwa antara China – Indonesia telah berkomunikasi secara diplomatis terkait permasalahan ini, TNI dan Bakamla RI terus disiagakan di perairan Natuna untuk memantau kondisi di sana. Penjagaan ini dirasa masih diperlukan karena kapal milik China masih terlihat berlalu lalang di wilayah tersebut.

 

Dampak dari Konflik China – Indonesia

Dampak yang dapat ditimbulkan dari kejadian ini, terlihat memang tidak terlalu besar. Hal ini dikarenakan, sampai artikel ini ditulis, belum terlihat aksi ataupun langkah konkrit yang dilakukan kedua belah pihak dalam mengatasi atau memproses lanjut masalah ini.

Dikatakan oleh Prabowo Subianto selaku Menteri Pertahanan Republik Indonesia, pihak dari Pemerintahan RI juga “santai saja” dalam mengatasi masalah seperti ini, karena bagaimanapun China merupakan negara sahabat. Tetapi, operasi penempatan kapal oleh Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I TNI – Laksamana Madya TNI Yudo Margonno, akan terus dijalankan sampai kapal China benar-benar telah pergi dari wilayah maritim Indonesia. Diketahui, Laksamana Yudo Margono memimpin apel 600 personel yang diterjunkan ke lokasi.

Dampak lain yang dapat ditimbulkan dari illegal fishing yang dilakukan oleh China dapat mengganggu kemungkinan Indonesia mendapatkan Investasi dari penanaman modal asing. Karena itu, upaya pemerintah dalam menjaga hubungan bilateral yang baik antara China – Indonesia juga harus mempertimbangkan faktor ini. Karena tidak bisa dipungkiri, China merupakan salah satu rekan kerja sama Indonesia yang juga berinvestasi di Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Tetapi, tidak bisa juga demi alasan tersebut (investasi / penanaman modal asing), Indonesia terlihat lebih lemah di hadapan negara lain. Oleh karena itulah perlu dilakukan keseimbangan untuk menjaga dua faktor ini.

 

Langkah Preventif yang Dapat Kita Lakukan

Sebagai investor, kita tidak hanya harus menganalisa secara spesific instrument investasi yang akan kita investasikan, tetapi juga menganalisa secara gambaran makroekonomi dan melihat prospek ke depan akan seperti apa. Tidak terkecuali juga ketika kita melihat di masa sekarang sedang banyak sekali sentimen ataupun kejadian yang cukup menyita perhatian media, dan sebaiknya kita sebagai investor juga harus sadar akan hal tersebut.

Memang, belum ada kejadian konkrit yang terjadi secara langsung ke perusahaan-perusahaan. Tetapi tentu saja kita tidak akan mengambil tindakan apabila kejadian yang negatif tadi telah terjadi dahulu ke perusahaan, bukan? Ada baiknya kita mengambil tindakan preventif sebelum kejadian negatif tadi menimpa perusahaan-perusahaan yang kita investasikan.

Jika menurut Anda, ketegangan di Laut Natuna ini tidak mempengaruhi kinerja perusahaan atau saham yang Anda beli, maka Anda tidak harus melepas atau menjual saham Anda hanya karena peristiwa ini saja.

Di luar kasus Cina – Indonesia yang sedang “konflik” tentang perairan Natuna ini, ada juga kasus antara Iran – Amerika Serikat yang sedang heboh dan dikabarkan dapat memicu terjadinya Perang Dunia ke-3 (pembahasan ini kami bahas di Exclusive Report untuk Member Monthly Investing Plan). Di luar bidang ekonomi, ada juga kasus terbakarnya hutan di Australia yang sangat masif.

 

 

Kasus-kasus tadi dapat kita kaitkan dengan perekonomian dan investasi kita, yang di mana bila sudah banyak terjadi sentimen-sentimen negatif, kita dapat menganalisa prospek industri ataupun perusahaan dengan lebih konservatif ataupun lebih berhati-hati.

Di tahun sebelumnya, Penulis pernah menulis tentang potensi terjadinya resesi di tahun 2020 ini, Anda dapat membacanya di link berikut

potensi resesi ekonomi[Baca lagi : Potensi Resesi Ekonomi di Tahun 2020, Apakah Benar-Benar Akan Terjadi?]

 

Melihat semakin banyak kejadian yang “berbahaya”, ada baiknya kita lebih berhati-hati dalam strategi investasi kita.

 

Kesimpulan

Kejadian di mana China yang mengerahan kapal untuk memancing ikan ke area perairan Natuna, Kepuluan Riau, yang notabene melanggar aturan area perbatasan membuat media heboh. Karena kejadian ini pula, tensi geopolitik antara China – Indonesia meningkat.

Sampai sekarang, China dan Indonesia masih berusaha mencari jalan keluar untuk menyelesaikan kasus ini, karena kedua belah pihak merasa yang memiliki area perairan tadi. China dengan nine dash line-nya dan Indonesia dengan Kesepatakan Konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS) 1982-nya.

Semakin banyaknya kejadian yang membawa sentimen negatif di dunia kerap membuat kita sebagai investor khawatir tentang prospek ekonomi ke depannya. Tentu saja, melihat kejadian-kejadian belakangan ini kita sebagai investor tidak boleh hanya tutup sebelah mata saja, tetapi juga menganalisa dan mengambil langkah preventif untuk setidaknya mencegah dampak negatif yang kemungkinan dapat terjadi ke kita.

 

 

Salah satunya adalah dengan menyiapkan cash seandainya terjadi kejadian yang tidak diinginkan seperti resesi atau kejadian mengerikan lainnya. Di luar itu, kita juga harus membuat strategi investasi yang lebih berhati-hati dan tidak terlalu agresif dalam berinvestasi di instrument yang berisiko tinggi.

Hal ini dapat melindungi kita sebagai investor dalam situasi yang tidak diinginkan ke depannya.

 

 

###

 

Info:

  • Monthly Investing Plan Januari 2019 telah terbit. Anda dapat memperolehnya di sini.
  • Cheat Sheet LK Q3 2019 telah terbit, Anda dapat memperolehnya di sini.
  • E-Book Quarter Outlook LK Q3 2019 telah terbit. Anda dapat memperolehnya di sini.
  • Jadwal Workshop
    • RK Investment Day (Jakarta, 18 Januari 2020) dapat dilihat di sini.
Tags : Konflik China – Natuna | Konflik China – Natuna | Konflik China – Natuna | Konflik China – Natuna | Konflik China – Natuna | Konflik China – Natuna | Konflik China – Natuna | Konflik China – Natuna | Konflik China – Natuna | Konflik China – Natuna | Konflik China – Natuna | Konflik China – Natuna | Konflik China – Natuna | Konflik China – Natuna | Konflik China – Natuna | Konflik China – Natuna | 
1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

Komentar

Artikel Lainnya

Youtube Update

Our Social Media

Arsip Artikel