Pajak Digital Ditargetkan untuk Berlaku pada Tahun Depan, Bagaimana Dampaknya ?

Pajak Digital Ditargetkan untuk Berlaku pada Tahun Depan, Bagaimana Dampaknya ?


Bisnis digital telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Tidak hanya di negara-negara maju seperti di Amerika Serikat, tetapi bisnis yang berhubungan digital juga meningkat dengan sangat pesat. Peningkatan bisnis digital yang pesat ini juga dapat dilihat dari perubahan behavior maupun perilaku dari masyarakat misalnya belanja secara online, beli makan secara online, dan seterusnya. Menanggapi peningkatan yang drastis ini, pemerintah berencana untuk memberlakukan pajak digital secara massif di tahun depan. Kira-kira, bagaimana dampaknya ?

 

Tentang Bisnis Digital di Indonesia

Sebagai permulaan, mari kita mengenal tentang bagaimana bisnis digital telah berkembang di Indonesia. To start off, perlu Anda ketahui bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki pasar internet terbesar di Kawasan Asia Tenggara. Ekonomi digital di Indonesia diproyeksikan akan tumbuh mencapai US$ 124 miliar pada tahun 2025, atau meningkat hampir 3x lipat dari nilai ekonomi digital di Indonesia pada tahun 2020 sebesar US$ 44 miliar, berdasarkan laporan riset SEA 2020 Report. Angka ini merepresentasikan rata-rata peningkatan nilai bisnis ekonomi digital sebesar 23% setiap tahunnya, angka ini 5x lipat lebih besar dibandingkan dengan rata-rata peningkatan GDP Indonesia selama 20 tahun terakhir yang “hanya” sebesar 5%.

Proyeksi nilai ekonomi digital di Indonesia. Source : SEA 2020 Report

 

Tidak hanya dari SEA 2020 Report, data domestik juga menunjukkan bahwa potensi peningkatan yang sangat signifikan. Melalui survei dan risetnya, Bank Indonesia menemukan bahwa transaksi digital di Indonesia telah meningkat dengan signifikan dari ±79.2 juta transaksi pada Desember 2016, tetapi telah meningkat lebih dari 6x lipat dalam 3 tahun menjadi ±515.2 juta transaksi pada Desember 2019. Dari sisi nominal, peningkatannya juga signifikan dari hanya Rp 750 miliar pada Desember 2016 menjadi Rp 17 triliun pada Desember 2019 (meningkat lebih dari >20x lipat). Jadi yang meningkat tidak hanya jumlah transaksi, tetapi juga dari sisi nominal transaksi.

Rahasia peningkatan yang sangat cepat ini bukanlah hal yang mengejutkan, mengingat populasi Indonesia merupakan yang terbesar nomor empat di Indonesia.

Potensi peningkatan bisnis digital di Indonesia yang massif inilah yang menginterpretasikan bahwa konsumsi digital maupun penetrasi bisnis digital di Indonesia sangat besar. Dan bahkan masih terus mengalami peningkatan ke depannya. Itulah mengapa pemerintah juga memanfaatkan potensi yang besar ini untuk mendapatkan penerimaan pajak.

 

Pajak Digital yang Sudah Berlaku di Indonesia

Sebenarnya peraturan tentang pajak digital di Indonesia telah digubris pada tahun lalu, melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 48 tahun 2020, di mana dalam pasal 6 dalam PKM tersebut menyebutkan bahwa terdapat Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut perusahaan sebesar 10%. Sebagai informasi, PMK terkait pajak ekonomi digital di Indonesia diperuntukkan untuk para pengusaha asing, penyedia layanan dan platform e-commerce asing yang memperoleh pendapatan dari hasil transaksi digital para konsumen di Indonesia. Beberapa contoh perusahaan yang dikenai pajak adalah beberapa perusahaan dari Amerika Serikat seperti Netflix, Amazon, Facebook, Spotify, dan sebagainya, yang masih belum mengenai perusahaan digital di Indonesia.

 

Salah satu alasan terkuat mengapa pemerintah memberlakukan penarikan pajak digital adalah karena pertumbuhan ekonomi digital bertumbuh sangat pesat, jauh di atas pertumbuhan di bisnis konvensional. Bahkan, selama pandemi saja bisnis digital bisa bertumbuh dan menyentuh angka pertumbuhan 25% YoY. Dan apabila pertumbuhan ini konsisten ke depannya, maka tentu saja ke depannya bisa menjadi sumber pendapatan yang sangat potensial dan menjadi kontributor pendapatan yang krusial bagi negara.

Selain itu, pengambilan pajak untuk bisnis digital ini juga dilakukan sebagai upaya untuk menegakkan keadilan di antara sektor usaha antara bisnis konvensional maupun sektor digital. Karena sebelumnya bisnis konvensional juga sudah dikenakan pajak, sehingga untuk menjadi seimbang, tentu saja bisnis digital yang sebelumnya tidak terkena pajak bisa dikenakan pajak digital.

Sayangnya, langkah pemerintah untuk menarik pajak digital di Indonesia sepertinya tidak disambut baik oleh Amerika Serikat (AS). Hal ini disebabkan karena AS merupakan salah satu negara yang memiliki banyak bisnis digital di Indonesia seperti halnya Netflix, Spotify, dan sebagainya. Oleh karena itu, pemerintah juga mengalami waktu yang sulit dalam mencari jalan tengah untuk kedua belah pihak. Mengingat bahwa AS sendiri juga merupakan salah satu mitra dagang strategis Indonesia yang terbesar dan mempunyai pengaruh besar terhadap perekonomian Indonesia dari berbagai sektor, seperti ekspor impor, bisnis digital, dan sebagainya.

 

 

Ikuti Stock Market Mastery (Februari – Maret 2021) dapat dilihat di sini.

 

 

 

 

Pajak Digital yang Ditargetkan Berlaku di Tahun Depan

Di luar pajak yang diberikan oleh pemerintah Indonesia kepada perusahaan-perusahaan AS,  Sri Mulyani – Menteri Keuangan Indonesia, menargetkan untuk menetapkan aturan tentang pajak digital secara global pada tahun 2022. Sebagai konteks awal, belum ada peraturan yang memberikan aturan tentang penerapan pajak digital sebelumnya, karena harus ada kesepakatan oleh negara-negara di seluruh dunia tentang konsensus pajak digital yang terdiri dari pilar I dan pilar II.

 

Pilar Pertama:   tentang unified approach atau pendekatan terpadu dalam hak pemajakan dari korporasi yang beroperasi secara digital dan tanpa batas. Dari pilar ini, pemerintah bisa menarik pajak penghasilan (PPh) atau pajak profit dari sebuah perusahaan, yang bisa dilakukan antar negara atau di berbagai negara tempat perusahaan yang bersangkutan beroperasi.

Pilar kedua: penghindaran terjadinya erosi perpajakan global atau biasa dikenal dengan Antibase Erotion Tax (GloBE). Pilar ini memberikan hak pemajakan tambahan kepada suatu yurisdiksi atas penghasilan yang dipajaki lebih rendah dari tarif pajak efektif, atau tidak dipajaki sama sekali oleh yurisdiksi tim.

Saat ini negara-negara di dunia yang tergabung ke dalam Business at OECD (BIAC) untuk mencapai kesepakatan terkait dengan dua pilar yang disebutkan di atas. Di mana nantinya apabila sudah disepakati, maka seluruh dunia akan memiliki pondasi yang kuat dalam membuat peraturan tentang pajak ekonomi digital.

 

Dampak Penerapan Ekonomi Digital terhadap Indonesia

Dalam hasil risetnya, Google, Temasek, dan Bain & Co menjelaskan tentang perkembangan ekonomi digital yang sedang sangat cepat. Internet economy, seperti yang disebut dalam laporannya, bahwa di Asia Tenggara memiliki nilai pasar sekitar US$ 105 miliar dan diprediksikan akan mencapai US$ 309 miliar pada tahun 2025 (CAGR 24%) seiring dengan bertambahnya tantangan pertumbuhan dan kompetisi yang ketat.

Pertumbuhan Internet Economy di Asia Tenggara. Source : e-Conomy Report 2020

 

Nilai pasar ekonomi digital di Indonesia adalah yang terbesar di Asia Tenggara, di mana Indonesia sendiri merepresentasikan sekitar ±42% (US$ 44 miliar / US$ 105 miliar) terhadap total market value Asia Tenggara pada tahun 2020. Itu artinya internet economy di Asia Tenggara bertumbuh sebesar 5% secara agregat rata-rata, tetapi ekonomi digital di Indonesia mampu bertumbuh di atas rata-rata – dengan 11% growth YoY. Hal ini menunjukkan ketahanan dan potensi pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia yang sangat besar ke depannya.

Pertumbuhan Internet Economy di Asia Tenggara. Source : e-Conomy Report 2020

 

Kami melihat dampak positif yang akan dapat dicapai oleh Indonesia melalui penerapan pajak digital ke depannya. Dengan asumsi akan diterapkan pajak PPh sebesar 10% dari nilai transaksi, dan kita menghitung berdasarkan nilai transaksi e-commerce pada tahun 2020 sebesar US$ 44 miliar (berdasarkan data dari e-Conomy Report 2020). Maka Indonesia bisa mendapatkan tambahan US$ 4.4 miliar sebagai pemasukan negara (setara dengan 0.4% GDP).

Tetapi, seiring dengan pertumbuhan bisnis digital yang nilai transaksinya akan mencapai US$ 124 miliar pada tahun 2025 dan asumsi pertumbuhan GDP Indonesia 5% dan GDP Indonesia pada tahun 2025 adalah sekitar US$ 1.27 triliun. Maka kontribusi PPh digital dapat mencapai 9.7% dari total GDP. Disclaimer on, tentu saja ini masih perhitungan kasar, tetapi intinya adalah kita dapat melihat potensi besar dari penerapan pajak digital terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

 

Kesimpulan

Bukan rahasia lagi bagi masyarakat untuk mengetahui bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki pasar internet terbesar di Kawasan Asia Tenggara. Ekonomi digital di Indonesia diproyeksikan akan tumbuh mencapai US$ 124 miliar pada tahun 2025, meningkat hampir 3x lipat dari nilai ekonomi digital di Indonesia pada tahun 2020 sebesar US$ 44 miliar, berdasarkan laporan riset SEA 2020 Report. Angka ini merepresentasikan rata-rata peningkatan nilai bisnis ekonomi digital sebesar 23% setiap tahunnya, angka ini 5x lipat lebih besar dibandingkan dengan rata-rata peningkatan GDP Indonesia selama 20 tahun terakhir yang “hanya” sebesar 5%.

Sayangnya, Indonesia belum bisa mengambil keuntungan dari pajak digital secara keseluruhan karena belum disepakatinya perjanjian ini oleh negara-negara yang tergabung dalam Business at OECD (BIAC). Ada dua pilar yang harus disepakati, di mana pilar pertama membahas tentang unified approach atau pendekatan terpadu dalam hak pemajakan dari korporasi yang beroperasi secara digital dan tanpa batas. Sedangkan pilar kedua membahas tentang penghindaran terjadinya erosi perpajakan global atau biasa dikenal dengan Antibase Erotion Tax (GloBE).

Kami melihat Indonesia dapat menumbuhkan penerimaan negara melalui penerapan pajak digital, dengan asumsi sederhana, kami menghitung bahwa penerimaan negara pada tahun 2020 dapat mencapai 0.4% GDP, dan pada tahun 2025 dapat mencapai sekitar 9.7% dari GDP di tahun 2025.

 

 

Untuk Anda yang ingin atau sedang menyusun investing plan Anda, tapi memiliki waktu yang terbatas untuk mengolah banyaknya informasi yang beredar, Anda bisa menggunakan Monthly Investing Plan edisi Maret 2021 yang telah terbit…

 

###

 

Info:

Tags : Pajak Digital | Pajak Digital | Pajak Digital | Pajak Digital 

1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

Komentar

Artikel Lainnya

Youtube Update

Our Social Media

Arsip Artikel