Apa-itu-Listing-Delisting-dan-Relisting

Terakhir diperbarui Pada 22 November 2023 at 11:42 am

Banyak istilah dalam dunia investasi yang terkadang justru dapat membingungkan investor. Baru-baru ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan adanya potensi emiten-emiten yang tercatat untuk melakukan delisting. Tidak hanya delisting – dalam proses pencatatan saham pun kita mengenal beberapa istilah juga seperti listing maupun relisting. Melihat adanya beberapa istilah tersebut, dalam kasus investasi saham, apa artinya listing, delisting maupun relisting ?

 

Mengenal Listing

Listing dalam bahasa inggris berarti “daftar”. Dalam dunia investasi, secara singkat, listing berarti “mendaftarkan” saham perusahaan agar sahamnya bisa ditransaksikan oleh investor. Dengan kata lain, listing berarti bahwa perusahaan menjual kepemilikan perusahaan kepada pihak luar.

 

 

Secara umum, listing di pasar modal dikenal dengan sebutan go-public atau initial public offering atau biasa disingkat IPO. Melalui IPO, artinya kepemilikan suatu perusahaan tidak lagi hanya oleh beberapa pihak saja, melainkan sudah terbuka untuk dimiliki oleh masyarkat umum yang telah menjadi investor.

Lalu apa yang didapatkan oleh perusahaan dengan melakukan IPO ?

Perusahaan yang menjual kepemilikannya akan mendapatkan uang atau modal segar yang akan digunakan demi kemajuan perusahaan. Tetapi, secara spesifik, alasan yang mendasari dilakukannya IPO ada bermacam-macam. Berikut beberapa tujuan perusahaan melakukan IPO :

  1. Mendapatkan sumber pendanaan yang baru untuk ekspansi

Perusahaan yang sedang membutuhkan pendanaan untuk ekspansi dapat melakukan IPO untuk mencari modal. Memang ada alternatif lain dalam mencari pendanaan seperti halnya meminjam ke bank, tetapi konsekuensi yang harus diambil adalah perusahaan harus membayar bunga bank. Sementara IPO, lebih menawarkan potensi sumber pendanaan yang menarik dalam jangka pendek. Hal itu dikarenakan, IPO tidak memerlukan pembayaran utang ke depannya, tetapi dalam jangka panjang dapat menurunkan persentase keuntungan yang dapat diterima oleh pemilik saham perusahaan. Dana segar yang telah didapatkan perusahaan ini, kemudian dapat digunakan untuk ekspansi bisnisnya, seperti pembukaan cabang baru, pembeilan pabrik yang lebih mumpuni, dan sebagainya. Kalau begitu, apakah semua perusahaan yang melakukan IPO untuk ekspansi sudah pasti akan menghasilkan kinerja yang baik ? Belum tentu, karena kita masih harus melakukan analisa yang mendalam sebelum menilai kualitas dan prospek suatu perusahaan.

 

  1. Branding atau promosi perusahaan

Apakah ada perusahaan yang sebenarnya tidak memerlukan dana tambahan tetapi tetap melakukan IPO ? Tentu ada. Dengan melakukan IPO, perusahaan mendapatkan “promosi gratis” karena akan diliput langsung oleh banyak media berita, dan kemudian dalam jangka panjang berpotensi meningkatkan kinerja perusahaan.

 

  1. Membayar hutang

Tidak semua perusahaan yang ingin melakukan IPO akan digunakan untuk melaksanakan ekspansi. Pada kenyataannya, tidak sedikit juga perusahaan yang melakukan IPO untuk membayar hutang. Jadi, setelah mendapatkan dana segar dari proses IPO, perusahaan tadi akan menggunakan dana segar tersebut untuk membayar utang yang sudah ada sebelumnya. Nah, apakah artinya perusahaan yang IPO demi melakukan pembayaran hutang sudah pasti jelek ? Belum tentu. Untuk dapat menentukan prospek suatu saham ke depannya, tidak bisa semata-mata hanya berpedoman pada masa awal IPO saja. Tetapi masih banyak homework yang harus dilakukan seperti melakukan analisa keuangan, industri, makro, dan sebagainya.

Nah, per artikel ini ditulis sudah ada ±721 perusahaan yang tercatat di BEI, dan pada tahun 2021 ini BEI menargetkan untuk mendapatkan tambahan ±30 perusahaan yang akan listing di BEI. Di awal tahun 2021 saja, sudah ada 3 perusahaan yang siap masuk ke BEI, yakni: PT FAP Agri Tbk, PT Diagnos Laboratorium Utama Tbk, PT DCI Indonesia Tbk.

 

 

Mengenal Delisting

Apabila listing adalah proses pencatatan saham di BEI, maka delisting adalah kebalikannya. Delisting adalah proses yang dilakukan untuk “merubah” status perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup. Di mana artinya kepemilikan perusahaan akan kembali ke beberapa pihak saja, tidak ke masyarakat, dan saham perusahaan tidak dapat ditransaksikan lagi di BEI.

Dengan melakukan delisting, itu berarti perusahaan juga tidak lagi menyandang status Tbk (terbuka), jadi bisa kita katakan proses delisting adalah proses penutupan perusahaan/Go-Private. Mungkin bagi Anda delisting terdengar seperti katalis negatif bagi perusahaan, tetapi ada delisting yang dilakukan secara sukarela juga.

Berikut adalah jenis-jenis delisting:

  1. Voluntary Delisting (delisting yang sukarela)

Voluntary delisting adalah proses penutupan status perusahaan terbuka yang memang ingin dilakukan oleh perusahaan. Biasanya, kasus voluntary delisting dilakukan dengan perusahaan yang membeli kembali saham investor, di harga premium (di atas harga pasar). Salah satu kasus delisting yang cukup terkenal adalah delisting perusahaan air minum PT Aqua Golden Mississippi yang dikenal dengan merk AQUA.

Melakukan IPO pada tahun 1990, AQUA sudah berencana untuk Go-Private pada tahun 2001 dengan harga Rp 35.000 per saham, di mana harga pasar AQUA saat itu (Agustus 2001) masih di level Rp 15.000-an. Tidak lama setelahnya, pada bulan Desember 2001, harganya sudah menyentuh Rp 35.000/saham.

Usaha AQUA untuk Go-Private terjadi lagi pada tahun 2005 namun ditolak. Dan terakhir pada tahun 2010, di mana pada saat itu harga saham AQUA sudah ditransaksikan di harga Rp 244.800/saham. AQUA menawarkan untuk membeli saham AQUA di harga Rp 500.000/saham (lebih dari 2x lipat), dan akhirnya disetujui oleh pemegang saham.

 

  1. Force Delisting

Berbeda dengan voluntary delisting, force delisting adalah skema Go-Private yang “dipaksa” untuk dilakukan oleh BEI. Apabila perusahaan dipaksa untuk Go-Private, hal tersebut dikarenakan adanya berbagai alasan yang disebabkan karena perusahaan tidak mencukupi standar perusahaan tercatat atau tidak menjalankan aturan-aturan yang harus diikuti oleh perusahaan tercatat. Beberapa faktor tersebut antara lain: tidak menyampaikan laporan keuangan meskipun sudah mendapatkan peringatan, pailit, sampai pencabutan izin perusahaan. Hampir setiap waktu, investor akan mempersepsikan force delisting sebagai katalis negatif.

 

 

Mengenal Relisting

Setelah perusahaan melakukan proses delisting, maka perusahaan tersebut akan termasuk sebagai perusahaan dalam kategori perusahaan tertutup. Sahamnya tidak dapat ditransaksikan di BEI, dan kepemiikan perusahaan tersebut tidak dapat dimiliki oleh masyarakat.

Setelah delisting, perlu Anda ketahui bahwa perusahaan tersebut masih bisa melakukan pencatatan sahamnya di BEI (lagi). Proses ini dinamakan oleh relisting. Jadi, apabila kita melihat kasus sebelumnya tentang AQUA, bukan tidak mungkin apabila kita melihat AQUA untuk melakukan pencatatan sahamnya lagi di BEI (jika memang diinginkan dan diperlukan perusahaan untuk mencapai tujuan tertentu).

Satu contoh perusahaan yang telah melalui proses relisting adalah PT Sekar Bumi Tbk (SKBM), di mana SKBM ini sebelumnya telah ter-delisting pada tahun 2009. Dalam waktu 3 tahun, SKBM memperbaiki kinerja bisnisnya dan siap untuk melantai lagi di BEI pada tahun 2012.

 

 

Kesimpulan

Salah satu proses yang dapat dilalui perusahaan dalam mendapatkan pendanaan adalah melakukan initial public offering (IPO) dan menjual kepemilikan sahamnya kepada investor. Proses tersebut dapat juga disebut sebagai listing. Di Indonesia sendiri, sampai dengan artikel ini ditulis, telah ada 721 saham tercatat dan pada tahun 2021 ini BEI menargetkan akan ada tambahan 30 perusahaan yang tercatat.

Perusahaan yang sudah IPO atau sudah listing juga bisa Go-Private atau “menutup kembali” perusahaannya melalui delisting. Delisting sendiri ada dua tipe: yakni 1) Voluntary delisting, yakni proses Go-Private yang diinginkan oleh perusahaan dengan cara membeli saham masyarakat yang ada dipublik. Biasanya aksi ini disambut positif oleh investor. 2) Forced delisting, yakni proses delisting yang “dipaksa” oleh BEI karena perusahaan tidak mencukupi standar perusahaan tercatat atau tidak menjalankan aturan-aturan yang harus diikuti oleh perusahaan tercatat.

Terakhir, perusahaan yang sudah Go-Private juga masih diperbolehkan untuk mencatatkan sahamnya lagi di BEI. Proses ini disebut relisting. Contoh perusahaan yang sudah pernah di delisting, tetapi kemudian kembali mencatatkan sahamnya lagi di BEI adalah PT Sekar Bumi Tbk (SKBM).***

 

###

 

1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

reCaptcha v3
keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *