Terakhir diperbarui Pada 27 Februari 2019 at 12:38 pm
Selain sektor property, konstruksi, dan perkebunan, ada satu sektor lagi yang bisa dikatakan cenderung ketinggalan kereta selama tahun 2017 kemarin. Sektor tersebut adalah emiten di sektor perkapalan. Beberapa tahun belakangan ini memang merupakan tahun yang berat bagi emiten sektor perkapalan. Mulai dari harga komoditas yang terus menerus turun (sebelum kembali merangkak naik di tahun 2017), sampai dengan persaingan ketat dengan kapal asing yang lebih diminati oleh emiten batubara dan CPO, membuat kinerja perusahaan emiten-emiten di sektor perkapalan ini menjadi terpuruk.
Tak pelak, harga-harga saham sektor perkapalan pun ikut tumbang. Misalkan saja SOCI yang harga sahamnya terjun bebas dari 735 pada awal 2015 silam, hingga ke titik terendah di 232 pada akhir tahun 2017 kemarin, atau SMDR yang harga sahamnya juga terjun bebas dari 745 di Januari 2015 hingga 270 an di bulan November 2017 kemarin (sebelum naik ke 540 per akhir Januari 2018), begitu pula dengan saham perkapalan lainnya seperti LEAD dan MBSS yang terjun bebas selama beberapa tahun terakhir (sebelum naik kembali beberapa waktu belakangan ini). Secara sekilas saham-saham emiten perkapalan ini mirip dengan saham-saham di sektor batubara saat pertengahan 2016 yang lalu.
Salah satu faktor penyebab anjloknya kinerja saham perkapalan yang paling utama adalah penurunan harga minyak dunia selama beberapa tahun terakhir. Sedikit flashback beberapa tahun sebelumnya, sejak harga minyak dunia anjlok ke US$ 40 per barel pada awal 2009, harga minyak terus meningkat hingga pada tahun 2011 harga minyak kembali menyentuh US$ 100 per barel. Harga minyak yang kemudian bergerak stabil di US $ 100 per barel sampai dengan tahun 2014 ini akhirnya membuat banyak emiten perkapalan memutuskan untuk meng-IPO-kan perusahaannya. Misalkan saja emiten seperti BULL, WINS, dan MBSS melakukan IPO pada tahun 2011, LEAD melakukan IPO pada tahun 2013, setahun kemudian SOCI juga melakukan IPO tahun 2014. Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah untuk mendapatkan dana segar dari IPO tersebut untuk melakukan ekspansi, misalkan dengan membeli sejumlah armada kapal dengan harapan memperoleh order lebih banyak.
Sayangnya pada pertengahan tahun 2014, harga minyak kembali harus terjun bebas, kali ini bahkan sampai mencapai titik terendahnya yaitu US$ 30 per barel pada tahun 2016 (bisa lihat pada gambar pergerakan harga minyak di bawah ini). Emiten-emiten perkapalan yang baru saja meng-IPO-kan usahanya tersebut justru harus sekali lagi menghadapi kenyataan pahit. Ekspansi besar-besaran yang dilakukan malah berbuntut pahit karena kapal-kapal menjadi rendah utilitas nya alias menjadi tidak terpakai, padahal depresiasi kapal terus berjalan.
Pergerakan Harga Crude Oil 2008 – 2018
Karena itulah, akhirnya banyak dari emiten perkapalan yang akhirnya justru hanya fokus menyelesaikan hutang-hutang nya saja ketimbang mencari profit. Kerugian besar pun akhirnya tak terelakkan. Misalkan saja MBSS yang harus merugi Rp 401 miliar, LEAD merugi Rp 282 miliar, dan TRAM merugi Rp 266 miliar pada tahun 2016. Sampai dengan kinerja Kuartal III 2017 pun, bisa dikatakan belum semua emiten mencatatkan perbaikan kinerja. Bahkan beberapa emiten juga masih sibuk dengan hutang-hutangnya dengan menggelar berbagai corporate action (reverse stock, right issue, dll).
Tidak hanya faktor harga minyak, faktor lainnya seperti persaingan dengan kapal asing pun sangat ketat. Perusahaan batubara di Indonesia sendiri misalkan lebih menyukai menggunakan kapal asing karena kapal asing menggunakan skema Free on Board (FOB), di mana perusahaan batubara sebagai eksportir pokoknya tahu beres hasil ekspornya, dan importir yang membeli lah yang akan mengusahakan kapal beserta dengan asuransinya.
Daftar Isi
Katalis Positif Emiten Sektor Perkapalan di tahun 2018
Serangkaian tantangan ini lah yang akhirnya membuat emiten-emiten perkapalan seperti mati suri beberapa tahun belakangan ini. Namun, awan kelam sepertinya akan berlalu di tahun 2018 ini. Setidaknya ada beberapa hal yang menjadi katalis positif bagi sektor perkapalan di tahun 2018 ini :
Harga Minyak Menguat ke Level US$ 60 per barel
Ketika harga minyak menyentuh US$ 30 per barel, mungkin bisa dibilang itulah titik terendah bagi emiten perkapalan. Kabar baiknya, harga minyak per artikel ini ditulis sudah menyentuh US$ 65 per barel. Pemulihan harga minyak tak lepas dari kesepakatan negara-negara penghasil minyak pada November 2016 untuk memangkas produksi dan ekspor (supply berkurang), serta di sisi lain adalah meningkatnya konsumsi minyak di Amerika Serikat, Eropa, Tiongkok, dan India (demand meningkat). Meskipun belum menyentuh ke US$ 100 per barel seperti tahun 2011 – 2014 silam, namun sejumlah optimism mulai muncul. Beberapa analis bahkan mulai memperkirakan harga minyak akan mencapai US$ 80 per barel di bulan-bulan mendatang.
Permendag No 82 tahun 2017 Tentang Penggunaan Kapal Nasional
Beberapa tahun terakhir, angkutan ekspor impor di perairan Indonesia masih didominasi oleh kapal asing. Misalkan saja pada tahun 2017 yang lalu, penggunaan kapal asing mencapai lebih dari 95% sementara penggunaan kapal berbendera Indonesia hanya kurang dari 10% saja. Oleh karena itulah Menteri Perdagangan kemudian mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 82 Tahun 2017 tentang ketentuan penggunaan angkutan laut untuk ekspor dan impor barang, di mana Pemerintah akan mewajibkan eksportir batubara dan CPO menggunakan kapal nasional terhitung Mei 2018. Tentu saja hal ini menjadi katalis positif bagi emiten sektor perkapalan, karena yang tadinya perusahaan-perusahaan eksportir menggunakan kapal asing, maka ke depannya wajib menggunakan kapal berbendera Indonesia.
Sekedar catatan, meskipun Permendag no 82 ini menguntungkan emiten di sektor perkapalan, namun di sisi lain Permendag ini justru menjadi sentimen negatif bagi emiten eksportir kelapa sawit dan batubara, karena dengan Permendag yang baru tersebut, kemungkinan jumlah ekspor batubara dan CPO justru akan berkurang karena kapasitas kapal nasional yang masih terbatas. Sampai saat ini sih masih terus dilakukan negosiasi antara pemerintah dengan asosiasi perkapalan dengan asosiasi pengusaha batubara dan CPO agar tidak ada pihak yang dirugikan.
Peran Besar dari PT Pertamina
Bagi sebagian emiten di sektor perkapalan, Pertamina masih menjadi customer terbesar mereka. Misalkan saja HITS yang 56% pendapatannya adalah dari Pertamina, demikian pula dengan BULL (71%) dan SOCI (60%). Selama ini Pertamina memang kesulitan untuk mendistribusikan BBM ke luar pulau Jawa, sehingga Pertamina pun masih memiliki kebutuhan yang besar untuk menggunakan jasa pengangkutan BBM menggunakan kapal-kapal tersebut. Di sisi lain, Capex pertamina di tahun 2018 yang meningkat US$ 111 juta juga diharapkan akan turut meningkatkan kinerja emiten-emiten di sektor perkapalan.
Efek Domino dari Program Tol Laut
Sehubungan dengan pendistribusian BBM oleh Pertamina ke luar Jawa, program Tol laut yang merupakan program andalan Jokowi dalam Pilpres 2014 yang lalu juga turut menjadi katalis positif bagi emiten sektor perkapalan. Laut yang semula merupakan halangan diubah menjadi kekuatan, dengan menghubungkan pelabuhan yang satu dengan pelabuhan yang lain, dengan menggunakan kapal-kapal berukuran besar. Dengan tol laut ini, frekuensi angkutan kapal diharapkan akan makin tinggi.
Apakah Semua Saham Emiten Perkapalan Layak Dijadikan untuk Investasi ?
Setelah kita mengetahui kondisi terkini mengenai sektor emiten perkapalan, beserta dengan rangkaian katalis positif di atas, pertanyaan selanjutnya apakah semua emiten perkapalan layak untuk diinvestasikan? Jawabannya adalah tidak. Mengapa? Bisa dikatakan tidak semua emiten perkapalan memiliki fundamental yang baik. Hal ini terlihat dari beberapa emiten yang justru sibuk dengan gali lubang tutup lubang untuk menutupi hutang yang jatuh tempo, ada juga beberapa emiten yang harga sahamnya overvalued secara valuasi sehingga dari kacamata value investing, tidak layak untuk diinvestasikan.
Sebagai gambaran Anda bisa menggunakan beberapa indikator di bawah ini sebagai referensi, meskipun tentu saja Anda tetap harus memperhatikan lebih detail lagi kondisi terakhir perusahaan. Mumpung sebentar lagi Annual Report akan keluar, kita akan mendapatkan gambaran terakhir yang lebih jelas mengenai kondisi terakhir emiten-emiten sektor perkapalan ini.
Harga Saham
(Feb 2018)
PER
PBV
ROE
DER
BULL
908
5.7x
0.5x
8%
0.95x
LEAD
113
-3.2x
0.3x
-10%
1.01x
HITS
715
58.1x
15.5x
27%
5.17x
MBSS
845
-11.7x
0.6x
-5%
0.30x
SHIP
785
14.5x
3.1x
21%
2.36x
SMDR
540
15.2x
0.6x
4%
1.34x
SOCI
276
6.6x
0.5x
7%
0.88x
TAMU
3710
-396.4x
18.2x
-5%
0.98x
TMAS
1110
-87.2x
1.3x
-2%
1.93x
TRAM
328
-115.8x
-144.5x
–
-11.11x
WINS
340
-7.9x
0.5x
-7%
0.81x
Penulis sendiri saat ini dalam posisi di salah satu emiten perkapalan, di mana emiten tersebut secara valuasi merupakan salah satu yang termurah dan juga secara manajemen lebih meyakinkan dibandingkan dengan yang lain. Terlebih, di saat emiten lainnya mencetak rugi bersih, emiten tersebut masih tetap mampu mencetak laba bersih dan juga tetap berekspansi dengan menambah sejumlah kapal dengan hutang yang terukur. Penasaran?
Antara BULL atau SOCI. Dilihat dari PER maupun PBV kedua emiten ini paling murah. Bull thn 2014 pernah rugi, sedangkan SOCI malah mencetak ROE 2 digit tahun 2014 dan 2015. Hutang terukur (tidak sampai sebesar ekuitasnya). Kayaknya SOCI.
MBSS dong pastinya, saat harga dikisaran 270-350, lumayan tuh cuannya
Antara BULL atau SOCI. Dilihat dari PER maupun PBV kedua emiten ini paling murah. Bull thn 2014 pernah rugi, sedangkan SOCI malah mencetak ROE 2 digit tahun 2014 dan 2015. Hutang terukur (tidak sampai sebesar ekuitasnya). Kayaknya SOCI.