BTPS Resmi Jadi Bank BUKU III, Bagaimana Prospeknya di Masa Depan ?

BTPS Resmi Jadi Bank BUKU III, Bagaimana Prospeknya di Masa Depan ?


Terakhir diperbarui Pada 13 October 2020 at 11:05 am

Salah satu bank syariah terbesar di Indonesia, Bank BTPN Syariah, resmi telah naik kelas menjadi Bank BUKU III, di mana “syarat” untuk masuk ke kategori ini adalah dengan memiliki modal inti minimal Rp 5 – 30 triliun. Pada 7 Juli 2020 kemarin, BTPS mendapatkan surat penegasan dari OJK untuk penetapan sebagai Bank BUKU III, di mana hal ini dapat meningkatkan kepercayaan publik ke BTPS dalam operasional ke depannya. Dengan modal yang semakin kuat, tentu saja kapabilitas bank akan semakin meningkat pula. Dengan pengukuhan status BTPN ini, kira-kira bagaimana prospek BTPS ke depannya ?

 

Profil Perusahaan BTPS

BTPS dibentuk pada tahun 2008, di mana kala itu sebagai bentuk perpanjangan tangan BTPN dalam unit usaha syariah. Bisnis BTPS telah berkembang cukup pesat dalam lebih dari 10 tahun terakhir. Pertama, pada tahun 2010, di mana pada saat itu piloting project Tunas Usaha Rakyat (TUR) yang fokus melayani nasabah dari komunitas prasejahtera produktif, dan kala itu BTPS memulai projectnya dengan hanya 3 komunitas di daerah Banten dan Tangerang. Bisnis pelayanan prasejahtera produktif tersebut kemudian diperluas lagi pada tahun 2011 sampai ke seluruh wilayah Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera dan NTT. BTPS sah terdaftar sebagai Bank Umum Syariah ke-12 di Indonesia pada 14 Juli 2014, dan kemudian mendaftarkan diri sebagai perusahaan terbuka pada 8 Mei 2018 di BEI. Mayoritas saham BTPS dipegang oleh induk perusahaannya, yakni PT Bank BTPN Tbk (BTPN) sebesar 70%, dan sisanya dimiliki oleh publik sebesar 29.97% dan saham treasuri sebesar 0.03%.

Struktur Pemegang Saham BTPS. Source: Annual Report BTPS

 

Dari sisi bisnis, BTPS memiliki beberapa usaha:

  • Pembiayaan. Pembiayaan yang ditujukan khusus kepada perempuan prasejahtera produktif, dilakukan berdasarkan perjanjian jual beli (akad wakalah wal murabahah). Pembiayaan modal kerja yang ditujukan kepada Perusahaan Pembiayaan Syariah, melalui perjanjian bagi hasil (akad musyarakah), untuk meningkatkan aset Bank. Dan potensi strategic partnership guna memenuhi kebutuhan pembiayaan Nasabah yang saat ini belum dapat dipenuhi BTPN Syariah (sebagai contoh: pembiayaan kendaraan roda dua atau roda empat), maka bekerjasama dengan Bank Induk (BTPN) memberikan pembiayaan kepada Perusahaan Pembiayaan, dalam rangka diversifikasi produk.
  • Pendanaan. BTPS memberikan pendanaan bagi nasabah dengan cara menyediakan beberapa jenis produk pendanaan, dengan sistem bagi hasil yang kompetitif melalui pelayanan berorientasi kenyamanan dan kepuasan nasabah. Antara lain: Tepat Tabungan, Tepat Tabungan Platinum, Tepat Tabungan Rencana, Rekening Tabungan Jamaah Haji, Tepat Tabungan Syariah Agen, Tepat Tabungan Syariah, Tepat Giro, Tepat Deposito.
  • Agen Perbankan. BTPS juga mengembangkan bisnis untuk mengajak masyarakat menjadi agen perbankan berbasis syariah, dengan adanya produk-produk baru di pembiayaan dan pendanaan. Seperti contohnya, produk pembiayaan agen guna membantu likuiditas agen (Produk Pembiayaan Agen). BTPS juga melakukan pengembangan aplikasi, pembaharuan dan piloting pembiayaan agen sebagai perpanjangan tangan Bank di lapangan, dalam memberikan layanan–layanan perbankan yang sebelumnya sulit untuk diakses oleh nasabah.

 

Kinerja Keuangan BTPS

Historikal Pendapatan BTPS. Source: Cheat Sheet Q2 2020

 

Dapat dilihat secara historikal bahwa pendapatan BTPS cukup konsisten mencatatkan peningkatan dari tahun 2017-2019 kemarin. Seiring dengan adanya sistem bisnis yang cukup unik dan memang menjadi game changer di industri. Model bisnis BTPS memang lebih berbeda dibandingkan bank lain, di mana model bisnis ini dapat dikatakan mengembangkan keuangan inklusif melalui pemberdayaan nasabah perempuan di segmen pra-sejahtera produktif.  Target market BTPS adalah fokus bisnis pada pembiayaan super micro dan tanpa agunan, yang ditujukan kepada perempuan dari keluarga yang sebagian besar un-bank-able.

Jadi secara singkat model bisnis BTPS adalah sebagai berikut: BTPS memberikan modal usaha, namun juga melakukan program pendampingan dan “pelatihan” kepada para nasabahnya untuk mengelola keuangan, menabung, dan membuka usaha/berdagang. Jadi BTPS memang terjun secara langsung untuk membimbing langsung para nasabahnya. Tidak hanya modal usaha, BTPS juga memberikan pinjaman syariah untuk kebutuhan sehari-hari, pendidikan anak, dan perbaikan tempat tinggal di mana sebelumnya kredit jenis ini hanya dapat dijangkau oleh masyarakat tadi melalui rentenir.

Pertanyaaannya: dengan target market yang belum teredukasi dan bisnisnya juga belum seberapa, apakah justru pendanaan dan pembiayaan yang disalurkan oleh BTPS lebih rentan untuk menjadi kredit macet dan meningkatkan nilai non-performing financing (NPF)? Jawabannya adalah tidak. Secara rata-rata, angka NPF nasional berada di angka 3%-4%. Bahkan mengejutkannya, angka NPF BTPS hanya berada di angka 1%-2% saja, karena adanya edukasi yang diberikan oleh tim BTPS kepada para nasabahnya. Inilah yang menjadikan kinerja BTPS cukup meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

 

Pembiayaan BTPS ke Segmen Super Micro. Source: sindonews.com

 

Per Q2 2020 kemarin, BTPS mencatatkan pendapatan margin sebesar Rp 1.9 triliun, mengalami penurnan sebesar -6% YoY dari pendapatan Q2 2019 sebesar Rp 2.0 triliun. Penurunan ini disebabkan karena adanya pelemahan ekonomi secara keseluruhan dari Covid-19, dan terlebih juga mengenai target pendanaan BTPS di segmen prasejahtera produktif. Selain itu, karena diberlakukannya peraturan akuntasi baru (PSAK 73 per 1 Januari 2020), BTPS juga meningkatkan cadangan kerugiannya dari Rp 142 miliar pada Q2 2019 menjadi Rp 391 miliar pada Q2 2020 ini (meningkat +175% YoY), yang menyebabkan adanya penurunan laba bersih perusahaan pada Q2 2020 sebesar -33% YoY dari Rp 610 miliar pada Q2 2019 menjadi Rp 407 miliar pada Q2 2020.

Mari kita lihat performa BTPS dari sisi rasio perbankan, karena perlu Anda ketahui bahwa dalam menilai bisnis perbankan, memang agak berbeda dibandingkan dengan bisnis lain pada umumnya. Pertama dari sisi jumlah pembiayaan, BTPS berhasil membukukan pembiayaan sebesar Rp 8.7 triliun sampai Q2 2020 (meningkat sedikit dari angka Q2 2019 sebesar Rp 8.5 triliun). Peningkatan ini tergolong sangat baik mengingat sekarang kita sedang berada di masa sulit. Berikutnya, Dana Pihak Ketiga (DPK) dari BTPS juga mengalami peningkatan pada Q2 2020 menjadi Rp 9.4 triliun (lebih tinggi dibandingkan Q2 2019 sebesar Rp 8.8 triliun), di mana persentase time deposit adalah sebesar 80%, dan CASA sebesar 20%. Sebagai informasi, DPK adalah dana murah yang didapatkan perbankan melalui: CASA (current account saving account), seperti tabungan dan giro, dan juga melalui deposito (time deposit). Berikutnya, NPF Gross BTPS mengalami peningkatan dari 1.3% pada Q2 2019 menjadi 1.8% pada Q2 2020, di mana angka ini masih dapat ditoleransi mengingat adanya Covid-19. Sebagai pengingat, NPF atau non-performing financing adalah rasio yang menggambarkan berapa banyak pembiayaan/pendanaan yang disalurkan oleh perbankan yang mengalami macet/gagal bayar.

Selain itu, CAR BTPS tercatat berada di angka 42.3% pada Q2 2020, naik dari CAR Q2 2019 sebesar 39.4%. CAR atau capital adequacy ratio merupakan rasio yang menggambarkan kecukupan modal perusahaan. Semakin besar CAR perusahaan, maka kecukupan modal perusahaan akan semakin baik pula. BTPS mencatatkan hasil yang cukup baik di mana meskipun di masa sulit seperti sekarang ini, BTPS malah membaik dari tahun lalu ke tahun ini. Rasio berikutnya adalah BOPO, di mana BTPS mencatatakan peningkatan BOPO dari 60.4% pada Q2 2019 menjadi 72.1% pada Q2 2020. BOPO atau Beban Operasional Pendapatan Operasional adalah rasio yang mengukur efisiensi antara pendapatan dan beban operasional yang dikeluarkan oleh perbankan. Artinya semakin tinggi rasio BOPO, maka operasional perusahaan semakin tidak efisien dalam operasionalnya. Berdasarkan hasil BOPO BTPS pada Q2 2020 ini, terllihat bahwa peningkatan BOPO ini mengindikasikan operasional BTPS tidak lebih efisien dibandingkan tahun 2019 lalu.

 

Peningkatan Status BTPS Sebagai Bank BUKU III

BTPS telah resmi menjadi kelompok bank umum kegiatan usaha (BUKU) III. Seperti diketahui, kategori BUKU III adalah bank yang memiliki modal inti minimal Rp 5 triliun hingga Rp 30 triliun. Oh ya, bagi Anda yang belum familiar dengan istilah BUKU, Penulis sempat menuliskan artikel tentang itu dan Anda dapat membacanya pada link berikut ini:

[Baca lagi : Mengenal Istilah Perbankan : Kategori Buku]

 

Kembali ke BTPS, BTPS resmi menjadi bank kelompok BUKU III berdasarkan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan nomor S-144/PB.34/2020 tanggal 7 Juli 2020. Memang secara bisnis, Tidak ada dampak kejadian, informasi atau fakta material tersebut terhadap kegiatan operasional, hukum, kondisi keuangan atau kelangsungan usaha emiten atau perusahaan publik.

 

Ekuitas BTPS. Source: Cheat Sheet Q2 2020

 

Dari data di atas, dapat dilihat bahwa nilai ekuitas BTPS telah mengalami peningkatan drastis dari tahun 2017 sampai sekarang. Di mana pada tahun 2017, ekuitas BTPS hanya tercatat berada di angka Rp 2.2 triliun, dan telah meningkat menjadi Rp 5.4 triliun per Q2 2020. Angka ekuitas BTPS yang telah menembus Rp 5 triliun mengukuhkan status BTPS menjadi Bank BUKU III.

Penulis akan mengingatkan sekali lagi, diangkatnya “status” BTPS menjadi bank BUKU III tidak akan membawa pengaruh secara langsung terhadap operasional bisnis BTPS. Hal ini disebabkan karena yang berubah hanyalah “status” saja. Tetapi, peningkatan status ini dapat berdampak secara tidak langsung kepada bisnis BTPS, karena nasabah menjadi lebih “percaya” dengan BTPS seiring adanya peningkatan kapabilitas perbankan dan telah diakui juga oleh otoritas yang berwenang.

Dan, jika Anda ingin melihat historis kinerja BTPS secara lebih lengkap, Anda bisa mendapatkannya melalui Cheat Sheet, di bawah ini…

Cheat Sheet Rivan Kurniawan

 

Kesimpulan

Bank BTPS merupakan salah satu perbankan syariah yang menjadi game changer di industri perbankan syariah. Dibentuk pada tahun 2008, di mana kala itu sebagai bentuk perpanjangan tangan BTPN dalam unit usaha syariah. Sedangkan sekarang BTPS terus berkembang dan menjadi bisnis yang memiliki ±11.500 bankir dan telah melayani lebih ±23 provinsi di Indonesia.

Dari sisi kinerja keuangan, BTPS juga mencatatkan hasil yang impresif, di mana pendapatannya telah meningkat dari Rp 2.9 triliun pada tahun 2017 menjadi Rp 4.4 triliun pada tahun 2019. Peningkatan pendapatan ini juga sejalan dengan peningkatan ekuitas perusahaan, yang telah meningkat dari Rp 2.2 triliun pada 2019 menjadi Rp 5.3 triliun pada tahun 2019 kemarin.

Meningkatnya status BTPS menjadi Bank BUKU III memang menjadi kabar baik bagi perusahaan. Tetapi, perlu Penulis ingatkan bahwa diangkatnya “status” BTPS menjadi bank BUKU III tidak akan membawa pengaruh secara langsung terhadap operasional bisnis BTPS. Karena dari sisi operasional bank BTPS juga masih sama saja, tetapi ini akan berpengaruh terhadap nama baik dan reliabilitas perusahaan di mata nasabah.

 

###

 

Info:

 

Tags : BTPS Bank BUKU III | BTPS Bank BUKU III | BTPS Bank BUKU III | BTPS Bank BUKU III | BTPS Bank BUKU III | BTPS Bank BUKU III | BTPS Bank BUKU III | BTPS Bank BUKU III | BTPS Bank BUKU III | BTPS Bank BUKU III | BTPS Bank BUKU III | BTPS Bank BUKU III | BTPS Bank BUKU III | BTPS Bank BUKU III

1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

Komentar

Artikel Lainnya

Youtube Update

Our Social Media

Arsip Artikel