Prospek Kinerja INCO

Terakhir diperbarui Pada 7 Maret 2024 at 4:51 pm

Artikel telah ditinjau oleh: Stock Market Analyst RK Team

Dalam beberapa waktu ini, Peraturan Presiden terkait mobil listrik sudah resmi disahkan. Itu artinya rencana pengembangan kendaraan bermotor listrik alias mobil listrik sudah di depan mata. Seiring dengan itu juga berkembang spekulasi, bahwa yang menjadi kunci pengembangan mobil listrik di Indonesia akan sangat terikat dengan kebutuhan baterai sebagai pasokan energi utama. Pemerintah juga mengatur Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) mobil listrik agar bisa diimbangi dengan pertumbuhan industri bahan baku baterai, yakni bijih nikel. Kondisi itu tentu menjadi sentimen positif bagi kinerja INCO yang menjadi salah satu perusahaan yang memproduksi nikel. Lantas benarkah rencana mobil listrik akan meningkatkan permintaan nikel domestik ? Dan bagaimana dampaknya terhadap kinerja INCO ?

 

Sekilas Tentang INCO

INCO berdiri sejak Juli 1968, dengan nama pertama PT International Nickel Indonesia dan memulai kegiatan pada eksplorasi bijih nikel. INCO mengalami pertumbuhan pesat menjadi salah satu perusahaan tambang mineral, sekaligus menjadi perusahaan penghasil dan pengolahan nikel yang sudah terintegrasi, dan beroperasi di Blok Sorowako, Kabupaten Luwu Timur – Sulawesi Selatan. Adapun dalam lingkup kegiatan usahanya, INCO ini mengoperasikan pertambangan bijih nikel yakni nikel laterit untuk bisa menghasilkan dan juga memproduksi nikel dalam matte, sekaligus melakukan penjualan nikel matte. Rata-rata volume produksi nikel yang diproduksi INCO mencapai 75.000 metrik ton.

Seiring dengan pertumbuhannya, di tahun 1988 Inco Limited menjual kepemilikan 20% saham PT Inco kepada Sumitomo Metal Mining Co. Ltd. Dan dua tahun dari itu, Inco Limited melepas kepemilikan 20% saham PT Inco kepada publik dan mencatatkan saham di Bursa Efek Jakarta dengan kode saham INCO. Meskipun sudah melepas kepemilikan, namun Inco Limited masih menjadi pemegang saham mayoritas dengan kepemilikan 58.73% saham PT Inco. Selanjutnya pada September 2011, perusahaan mengalami perubahan nama menjadi PT Vale Indonesia Tbk. Perubahan nama tersebut, sejalan dengan perubahan Inco Limited menjadi Vale Inco dan kemudian Vale Canada Limited pasca pengambilalihan saham oleh Vale S.A. di tahun 2006. Adapun secara lebih resminya perubahan nama menjadi PT Vale Indonesia Tbk terjadi pada Januari 2012, dan menandakan bahwa INCO sudah menjadi bagian dari Vale S.A. korporasi multi-tambang berkelas dunia.

 

Rencana Mobil Listrik di Indonesia

Indonesia akan segera memasuki era mobil listrik, bersamaan dengan terealisasinya pengesahan Peraturan Presiden (Perpres) yang diresmikan pada 5 Agustus 2019 kemarin. Adapun Perpres tersebut merupakan peraturan yang mengatur Percepatan Program Kendaraan bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan. Dan dalam aturan turunan Perpres mobil listrik tersebut, juga mengatur Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) untuk Kendaraan Bermotor Listrik (KBL). Adapun salah satu komponen utamanya adalah battery electric vehicle (BEV). Oleh karena itu, pemerintah menargetkan pertumbuhan produksi tahap awal produksi mobil listrik diwajibkan mampu memenuhi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang paling kecil sebesar 35% bisa dipenuhi pabrikan di tahun 2023 mendatang.

Bahkan secara bersamaan, pemerintah juga mempersiapkan aturan baru mengenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Sehingga nantinya harga jual kendaraan listrik bisa dijangkau oleh seluruh segmentasi konsumen. Penetapan PPnBM ini sejalan dengan target yang dimiliki oleh pemerintah yang akan merealisasikan pemberian insentif dan juga pengurangan pajak, sehingga bisa menekan harga jual mobil listrik. Sehingga nantinya pemerintah mampu mewujudkan target hingga 20% mobil listrik untuk bisa memenuhi kebutuhan kendaraan di Indonesia di tahun 2025 mendatang.

Hal lain yang juga perlu kita ketahui terkait dengan mobil listrik adalah dari sisi kekuatannya mobil listrik dinilai lebih ramah lingkungan dan dengan emisi 0%, ditambah lagi mobil listrik tidak bising seperti mobil konvensional lainnya. Di sisi lain, mobil listrik juga menjadi sumber listrik dalam keadaan darurat. Sementara dari sisi kelemahannya, dalam penerapannya mobil listrik akan memerlukan infrastruktur/fasilitas pendukung seperti halnya stasiun pengisian daya, pengisian daya baterai relatif lebih lama, dan juga jarak tempuh yang terbatas atau dengan kata lain akan bergantung pada kekuatan daya baterai. Kendati demikian, saat ini harga mobil listrik tersebut 40% lebih mahal.

 

Sentimen Positif bagi Kinerja INCO

Dengan kita mengetahui perencanaan era mobil listrik baru-baru ini setidaknya kita sudah mengetahui bahwa mobil listrik tersebut akan memberikan dampak positif bagi salah satu perusahaan tambang mineral sekaligus penghasil dan pengolahan nikel yakni INCO. Dampak positif itu sudah mendorong perspektif bahwa kinerja INCO kedepannya akan mengalami peningkatan. Setidaknya peningkatan tersebut akan didorong oleh hal-hal berikut ini :

  • Permintaan Nikel INCO Bertumbuh

Pertumbuhan permintaan nikel INCO tentu akan mengalami peningkatan, seiring dengan keberhasilan INCO menangkap peluang bisnis dari era mobil listrik. Untuk memenuhi kebutuhan permintaan itu, INCO akan menjalankan proyek green field yang berada di Pomalaa – Sulawesi Tenggara. Sebagai lokasi yang akan menjalankan fasilitas pembuatan bahan baku utama untuk baterai mobil listrik. Nantinya dalam menjalankan proyek tersebut INCO akan bermitra dengan Sumitomo untuk membentuk usaha patungan, di mana rencananya INCO akan menjadi pemegang kepemilikan minoritas.

Berhasilnya INCO untuk menangkap peluang bisnis era mobil listrik, lantaran didorong oleh penggunaan baterai mobil yang di nilai lebih mahal dari harga mobil listriknya sendiri yakni sekitar 30% – 40%. Sehingga kedepannya, nikel diprediksikan akan menjadi satu-satunya bahan baku utama alternatif untuk baterai.

Sedangkan untuk saat ini, baterai masih diproduksi dengan bahan baku cobalt yang harganya masih relatif mahal ditambah lagi dengan tingkat persediannya yang hanya 1 : 10 dari persediaan nikel di dunia. Oleh karenanya nikel menjadi opsi alternatif sebagai bahan baku utama pembuatan baterai mobil listrik.

Perlu diketahui bahwa nikel yang diproduksi oleh INCO, adalah salah satu material yang paling penting dalam teknologi baterai, termasuk untuk baterai mobil listrik. Apalagi produk nikel yang dihasilkan merupakan jenis nikel matte dengan kadar nikel yang tinggi, yang bisa digunakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan produk sehari-hari.

INCO sendiri hanya memproduksi nikel matte, dan sebagian besarnya diproduksi menjadi stainless steel seperti sendok garpu, dan barang-barang elektronik. Maka dengan begitu, tidak heran jika nikel tersebut akan mempengaruhi daya guna baterai mobil dalam menyimpan energi yang lebih besar dan membuat mobil listrik bisa berjalan lebih jauh.

Ilustrasi produk Nikel Matte. Source : Public Expose INCO 2019

 

  • Adanya Percepatan Pelarangan Ekspor Bijih Nikel

Selain dari peningkatan permintaan nikel, kinerja INCO kedepannya juga akan dipengaruhi oleh adanya percepatan pelarangan ekspor bijih nikel baru-baru ini. Pasalnya pelarangan ekspor bijih nikel tersebut ditargetkan oleh pemerintah akan berlaku pada tahun 2022 mendatang. Meski begitu. Rencana pemerintah ini cukup menimbulkan pro dan kontra. Lantaran sebagian besar para pelaku usaha nikel selama ini memang bergantung pada kuota ekspor nikel.

Sementara di sisi lain, INCO yang merupakan emiten penghasil nikel terbesar rupanya turut mendukung keputusan pemerintah yang merevisi target pemberlakuan pelarangan ekspor bijih nikel. INCO mengklaim dengan dipercepatnya larangan ekspor bijih nikel, maka akan sangat besar dampaknya terhadap harga nikel dunia sehingga disinyalir akan kembali menguatkan harga nikel. Lantaran sejak rumor percepatan pelarangan ekspor biji nikel meluas, sudah turut mempengaruhi harga LME nikel dunia yang meningkat hingga sebesar US$ 3.000/ton.

Pergerakan Pasar Nikel. Source : Public Expose INCO 2019

Apalagi penjualan INCO mengikuti pergerakan LME nikel dunia, sehingga tentunya pelarangan ekspor biji niken akan berdampak positif bagi INCO. Di tambah lagi, dengan posisi Indonesia yang hingga kini masih sangat mendominasi ekspor nikel di pasar global sebesar 27%. Di samping itu, INCO sendiri meminta pemerintah untuk tidak melakukan ekspor bijih mentah. Lantaran perlu kita ketahui, hingga saat ini INCO merupakan emiten perusahaan penghasil nikel yang tidak pernah sama sekali melakukan ekspor biji mentah. Adapun tujuan dari rencana pemerintah mempercepat pelarangan ekspor biji nikel tidak lain adalah untuk menarik investasi smelter.

 

Lantas apakah peluang bisnis era mobil listrik itulah, yang menyebabkan harga saham INCO beberapa waktu ini mengalami kenaikan ? Kalau pun dilihat dari pergerakan harga saham INCO pada pertengahan Mei adalah dikisaran 2600-an, sedangkan pada Akhir Agustus harga saham INCO bergerak mencapai level 3.300. Itu artinya harga saham INCO mengalami kenaikan sekitar 26.92%.

Pergerakan Harga Saham INCO. Source : RTI Bussines

Mesipun kinerja saham INCO mengalami kenaikan, namun nampaknya terlalu dini jika harus menyebutkan bahwa kenaikan harganya dipengaruhi oleh sentimen positif era mobil listrik. Ada baiknya jika kita juga meninjau langsung kinerja keuangan INCO pada Kuartal II-2019.

 

Apakah Kenaikan Harga Saham INCO Disertai Kinerja Fundamental?

Jika dilihat lebih jauh, pergerakan harga saham INCO yang mengalami kenaikan sekitar 26.92% itu, justru nampak kontras dengan kinerja keuangan INCO yang sebenarnya justru mengalami penurunan. Adapun bila kita tarik Pendapatan INCO dari tahun 2011 – 2019, kita akan menemukan bahwa pertumbuhan Pendapatan INCO cenderung tidak stabil.

Pendapatan INCO Tahun 2011 – 2019. Source : Cheat Sheet Kuartal II-2019

Hal itu terlihat dari pola pertumbuhan Pendapatan INCO yang hanya mencatatkan rata-rata pertumbuhan CAGR sebesar 3.8%. Termasuk sampai Kuartal II-2019 kemarin, INCO hanya mencatatkan pendapatan sebesar Rp 4.1 triliun, atau 8.2 triliun jika disetahunkan.

Demikian pula dengan Laba Bersih INCO yang justru mencatatan kerugian hingga sebesar Rp 370 miliar per Kuartal II 2019, atau rugi bersih 740 miliar jika disetahunkan. Dan bahkan secara jangka panjang secara historikal dari tahun 2011 – 2019, pertumbuhan Laba Bersih INCO pun cenderung tidak stabil seperti berikut ini …

Net Profit INCO Tahun 2011 – 2019. Source : Cheat Sheet Kuartal II-2019

Dan yang justru mengejutkan adalah, Beban Pokok Pendapatan INCO nilainya jauh lebih besar daripada total penjualan sepanjang Kuartal II-2019 kemarin. Di bawah ini adalah gambaran jelasnya beban yang ditanggung oleh INCO di Kuartal II-2019 :

Tanggungan Beban INCO. Source : Laporan Keuangan INCO Kuartal II-2019

Dengan adanya sejumlah beban tersebut, maka INCO harus mencatatkan Rugi Bruto. Bahkan Gross Profit Margin (GPM) INCO juga drop dari 13% di 2018 menjadi -12% per Kuartal II-2019. Sejalan dengan itu, Net Profit Margin INCO juga drop dari 8% di 2018 menjadi -9% per Kuartal II-2019.

Gross Profit Margin INCO. Source : Cheat Sheet Kuartal II-2019

Net Profit Margin INCO. Source : Cheat Sheet Kuartal II-2019.

 

Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan yang Penulis uraikan dari atas, nampaknya pencapaian performa saham INCO saat ini tidak terlepas dari sejumlah sentimen positif yang diterima oleh INCO. Dampak positif yang dinilai cukup membangkitkan kinerja INCO kedepannya adalah adanya era mobil listrik yang dalam waktu dekat ini akan segera terealisasikan. Sejalan dengan adanya Peraturan Presiden (Perpres) yang diresmikan pada 5 Agustus 2019 kemarin. Tidak hanya itu, posisi INCO yang dalam penjualannya mengacu pada harga LME nikel dunia, tentu akan turut merasakan imbas positif dari percepatan rencana pemerintah yang akan memberlakukan pelarangan ekspor biji nikel.

Sentimen positif tersebut nampak terlihat kontras dengan pencapaian kinerja INCO dalam Laporan Keuangan Kuartal II-2019. Pendapatan INCO drop hingga sebesar Rp 8.2 triliun (Annualized 2019), dan diperparah dengan meningkatnya Beban Pokok Pendapatan. Tak pelak INCO di sepanjang Kuartal II-2019 mencatatkan Rugi Bruto dengan GPM sebesar -12%, dan juga NPM sebesar -9% per Kuartal II-2019.

Dalam kacamata value investing, tentu saja untuk masuk ke INCO di saat perusahaan justru sedang merugi, tentu saja mengandung risiko yang sangat besar. Terutama karena INCO termasuk perusahaan yang tidak bisa diprediksi pencapaian profitabilitas nya secara konsisten.

Jadi kenaikan harga sahamnya saat ini lebih disebabkan karena sentimen masuknya mobil listrik ke Indonesia saja. Dan biasanya jika sebuah saham naik hanya karena sentimen jangka pendek, kenaikannya tidak bertahan lama. Jadi kalau Anda berani masuk di saat kereta nya sudah jalan dengan cepat, yaa mungkin bisa saja Anda malah tergelincir atau dengan kata lain Anda juga harus bersiap untuk malahan mengalami kerugian…

 

###

 

DISCLAIMER ON:
Tulisan ini bukan rekomendasi jual dan beli. Semua data dan pendapat pada artikel adalah bersifat informasi yang mengedukasi pembaca, berdasarkan sudut pandang penulis pribadi. Risiko investasi berada pada tanggung jawab masing-masing investor. Do Your Own Research!

 

Temukan Artikel Analisa dan Edukasi Saham lainnya di Google News.

1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

reCaptcha v3
keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *