LPPF Menutup 6 Gerai di Penghujung Tahun 2020, Pertanda Baik atau Buruk?

LPPF Menutup 6 Gerai di Penghujung Tahun 2020, Pertanda Baik atau Buruk?


Sebelum memasuki tahun 2021, PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) melakukan penutupan 6 gerainya. Sebagai informasi, sampai dengan Kuartal III-2020, LPPF masih mencatatkan operasional 153 gerai,  tetapi pada kuartal IV-2020 LPPF justru menutup 6 gerainya dan masih ada 23 toko lainnya yang juga memiliki kemungkinan untuk ditutup. LPPF dikenal sebagai salah satu perusahaan retail fashion terbesar di Indonesia, dengan brand toko “Matahari” yang sudah berdiri lebih dari 60 tahun. Dengan pengalaman bisnis yang telah bertahan lebih dari setengah abad tersebut, kira-kira bagaimana dampak dari penutupan gerai LPPF di tahun 2021 ini ?

 

Penutupan Gerai LPPF

LPPF telah melaporkan kinerja keuangannya (belum diaudit) pada tahun 2020, di mana LPPF mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 873.1 miliar, turun jauh dibandingkan pencapaian laba bersih pada tahun 2019 sebesar Rp 1.3 triliun. Jumlah gerai menjadi salah satu keunggulan yang dapat dimiliki perusahaan, di mana semakin banyak perusahaan memiliki gerai toko yang tersebar di banyak tempat, maka perusahaan tersebut akan lebih dapat melakukan penetrasi ke pasar yang lebih luas. Dalam kasus ini, sampai dengan tahun 2020 kemarin LPPF memiliki total ±147 gerai yang tersebar di seluruh Indonesia dan 23 di antaranya sedang dipantau kinerjanya dan memiliki kemungkinan untuk ditutup jika kinerjanya tidak mengalami peningkatan. Tidak lama dari itu, per awal bulan Februari 2021 kemarin LPPF menutup 6 dari 23 gerai yang sedang dipantau, membuat jumlah gerai LPPF menurun menjadi ±141 gerai. Berikut detail dari penutupan gerai yang dilakukan oleh LPPF…

 

Detail penutupan gerai LPPF. Source : Presentasi LPPF Februari 2021.

 

Perjalanan bisnis LPPF pada tahun 2020

Sebelum membahas lebih detail tentang penutupan gerai tersebut, mari kita kilas balik sedikit tentang kinerja LPPF selama tahun 2020. LPPF memulai tahun dengan mengoperasikan ±169 gerai yang tersebar di seluruh Indonesia, di mana memang sekitar 60% gerai LPPF sendiri berada di Pulau Jawa, bahkan sepertiga total gerai LPPF terkonsentrasi di Jabodetabek.

Itulah mengapa musibah yang terjadi di tahun 2020 menjadi “bencana” bagi bisnis LPPF. Ada beberapa bencana yang terjadi di tahun 2020, tetapi tentu saja yang paling berdampak terhadap bisnis LPPF adalah adanya pandemic Covid-19. Penyebaran Covid-19 yang massif menyebabkan adanya disrupsi “kebiasaan” masyarakat, dari hanya berkumpul bersama teman, dan tentu saja pola hiburan, belanja, dan jalan-jalan ke mall. Pemerintah Indonesia memberlakukan adanya aturan untuk membatasi kegiatan masyarakat yang berpotensi menyebabkan peningkatan penyebaran Covid-19, yang dinamakan dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di tahun 2020, dan sekarang tengah memberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), untuk mempertegas protocol social distancing di Indonesia

Penutupan Mall selama PSBB. Source : merdeka.com

 

Diberlakukannya PSBB maupun PPKM menyebabkan operasional mall terganggu, dan tentu saja mengganggu bisnis LPPF. Mall ditutup, jam operasional mall dibatasi, jumlah pengunjung mall berkurang. Tidak heran apabila penjualan LPPF mengalami penurunan lebih dari 50% YoY pada tahun 2019. Batasan-batasan bisnis ini menyebabkan LPPF secara total menutup ±19 toko pada kuartal I – kuartal III tahun 2020, dan pada kuartal IV-2020 ditambah lagi penutupan 6 gerai LPPF yang berlokasi di PLZ Mal Yogya, Mal Kuta, Keboen Raya BGR, PLZ MAL Gresik, Mayofield TC KWG, dan GTC TC Makassar.

Dampak dari penutupan gerai LPPF ini adalah dapat mengurangi beban sewa dan biaya gaji perusahaan. Sebagai informasi, beban gaji berkontribusi 28% terhadap total operating expense, sedangkan beban sewa berkontribusi 35%. Hal ini menyebabkan dua beban ini telah berkontribusi sekitar dua-pertiga dari total opex perusahaan. Nah, dengan ditutupnya beberapa gerai LPPF, hal ini dapat menurunkan beban yang harus dibayar oleh perusahaan.

 

 

Ikuti Stock Market Mastery (Februari – Maret 2021) dapat dilihat di sini.

 

 

Kinerja Keuangan LPPF

Lantas, dengan ditutupnya 6 gerai LPPF, sebenarnya bagaimana kondisi keuangan dari LPPF?LPPF telah mempublikasikan laporan keuangannya selama tahun 2020 (belum diaudit), kami telah merangkum kinerja keuangannya berdasarkan empat kategori sebagai berikut:

  • Profitabilitas

Pendapatan perusahaan mengalami penurunan -53% YoY dari Rp 10.2 triliun pada tahun 2019, menjadi Rp 4.8 triliun pada tahun 2020. Penurunan ini disebabkan karena adanya penurunan penjualan mengikuti kebijakan pemerintah yang dalam regulasi pembatasan sosial demi memutus mata rantai Covid-19. Meskipun pendapatannya mengalami penurunan -53%, tetapi beban perusahaan tidak menurun sebesar penurunan pendapatan perusahaan, karena komposisi beban perusahaan yang terdiri dari fixed cost yang cukup besar (biaya sewa dan biaya gaji).

Beban usaha perusahaan misalnya, yang “hanya” mengalami penurunan -21% dari Rp 4.3 triliun pada tahun 2019 menjadi Rp 3.4 triliun pada tahun 2020. Hal ini menyebabkan profitabilitas perusahaan mengalami penurunan, yang paling terlihat adalah dari laba bersih perusahaan yang berbalik arah dari mencatatkan laba bersih pada tahun 2019 sebesar Rp 1.3 triliun menjadi rugi bersih sebesar Rp 873 miliar (turun sekitar Rp 2.1 triliun).

 

  • Dampak penutupan gerai perusahaan

Asumsi penghematan LPPF menutup 6 gerai. Source : Data perusahaan, diolah

Kami melakukan perhitungan sederhana untuk mengetahui bagaimana dampak penutupan 6 gerai terhadap kinerja keuangan perusahaan. Apabila kita memukul rata semua biaya sewa adalah sama, maka biaya sewa satu gerai adalah Rp 9.2 miliar/tahun, maka dengan menutup 6 gerai, LPPF akan “hemat” Rp 55.2 miliar/tahun.

Lalu, apakah angka tersebut sudah cukup atraktif? Apabila kita melihat di baris terakhir, sebenarnya angka Rp 55.2 miliar hanya setara dengan sekitar 1% dari total pendapatan LPPF di tahun 2020. Jadi dapat dilihat dari sini bahwa sebenarnya dampak penutupan gerai LPPF tersebut tidak terlalu berdampak signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan.

 

  • Kesehatan keuangan (balance sheet)

Per tahun 2020, LPPF mengambil utang sebesar Rp 1 triliun kepada Bank CIMB Niaga (BNGA) yang digunakan sebagai modal kerja perusahaan, di mana sebelumnya perusahaan tidak memiliki utang berbunga kepada pihak manapun. Adapaun utang pada tahun 2020 ini memiliki tingkat suku bunga antara 6.3% – 9% per tahun, dengan periode pembayaran bunga antara 1-3 bulan atau jangka waktu lain yang disepakati kedua belah pihak. Hal ini menyebabkan rasio debt-to-equity (DER) perusahaan menjadi sebesar 1.74x dari yang sebelumnya 0x.

Selain itu, perusahaan juga mencatatkan liquidity ratio (LR) sebesar 0.56x, yang berarti bahwa jumlah asset lancar perusahaan adalah sebesar 0.56x dari total utang jangka pendeknya, serta cash ratio (CR) sebesar 0.52x yang berarti bahwa jumlah kas perusahaan dapat membayar sebesar 52% dari total utang jangka pendek perusahaan. Sebagai gambaran rata-rata “standar” perusahaan di BEI adalah LR sebesar 1x dan CR sebesar 0.3x, jadi dapat dikatakan bahwa dalam jangka pendek sebenarnya LPPF masih dihadapkan dengan risiko pembayaran utang jangka pendeknya, mengingat jumlah asset lancar yang dimiliki lebih sedikit dibandingkan utang jangka pendeknya.

 

  • Arus kas perusahaan

Per FY20, perusahaan mencatatkan arus kas operasi (OCF) sebesar Rp 90 miliar, jauh lebih rendah dibandingkan OCF pada tahun 2019 yang mencapai Rp 1.9 triliun. Selain itu, jumlah kas perusahaan pada tahun 2020 juga secara tahunan mengalami penurunan sebesar Rp 649 miliar, sehingga jumlah kas perusahaan turun dari Rp 1.1 triliun pada tahun 2019 menjadi Rp 524 miliar pada tahun 2020.

Dari tahun 2011 sampai tahun 2019, sebenarnya perusahaan selalu mencatatkan arus kas operasi yang positif di atas Rp 1 triliun dan juga rutin melakukan pembayaran dividend yang tercermin dari financing cash flow (FCF) perusahaan. Tetapi, Covid-19 pada tahun 2020 memang telah mendorong arus kas operasi perusahaan jauh lebih rendah dibandingkan biasanya.

 

Kesimpulan

Sebelum memasuki tahun 2021, PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) melakukan penutupan 6 gerainya. LPPF dikenal sebagai salah satu pemain retail fashion terbesar di Indonesia yang memiliki lebih dari 100 gerai di seluruh Indonesia.

Dampak dari penutupan gerai ini memang dapat mengurangi beban sewa perusahaan yang notabene nya berkontribusi sekitar 1/3 dari total opex perusahaan. Tetapi menurut perhitungan kami yang sederhana, dampaknya tidak signifikan, karena LPPF “hanya” dapat menghemat Rp 55 miliar atau setara dengan 1% dari total pendapatan perusahaan.

Penurunan kinerja LPPF juga dapat terlihat dari kesehatan neraca-nya yang mengalami peningkatan, dan juga penurunan pendapatan perusahaan dari sisi arus kas perusahaan yang turun signifikan. LPPF memerlukan strategi yang kuat dan menarik untuk dapat meningkatkan kinerja-nya dalam masa-masa sulit seperti ini…

 

 

 

Anda yang memiliki keterbatasan waktu untuk bisa mengumpulkan informasi mengenai kinerja terbaru perusahaan, kini Anda bisa memanfaatkan Cheat Sheet sebagai alternatif yang dapat membantu menghemat waktu Anda untuk mengecek kinerja perusahaan yang saham nya Anda pegang. Yuk, dapatkan segera Cheat Sheet Q3 2020 di sini…

 

###

 

Info:

 

 

Tags : LPPF Menutup 6 Gerai  | LPPF Menutup 6 Gerai  | LPPF Menutup 6 Gerai  | LPPF Menutup 6 Gerai  | LPPF Menutup 6 Gerai  | LPPF Menutup 6 Gerai  | LPPF Menutup 6 Gerai  | LPPF Menutup 6 Gerai  | LPPF Menutup 6 Gerai  | LPPF Menutup 6 Gerai  | LPPF Menutup 6 Gerai  | LPPF Menutup 6 Gerai  | LPPF Menutup 6 Gerai  | LPPF Menutup 6 Gerai  | LPPF Menutup 6 Gerai 

1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

Komentar

Artikel Lainnya

Youtube Update

Our Social Media

Arsip Artikel