Indofood Group

Memahami Value Chain Indofood Group


Terakhir diperbarui Pada 13 December 2019 at 7:40 pm

Beberapa waktu yang lalu, saya mendapatkan sebuah pertanyaan yang sangat menarik melalui email dari salah seorang pembaca website. Bagi yang belum tahu, Anda bisa mengirimkan pertanyaan kepada saya di sini. Berikut adalah pertanyaannya :

————————————————————————————————————————————

Yth Pak Rivan,

Salam kenal, nama saya Glen. Senang rasanya membaca ulasan yang bapak tulis di website bapak.

Emiten CPO adalah salah satu yang selalu ada di dalam portofolio saya mengingat CPO merupakan minyak nabati yang sangat diperlukan baik untuk konsumsi maupun industri.

SIMP adalah perusahaan terintegrasi mulai dari kebun sampai berbagai consumer products berbasis sawit. Saya memeriksa beberapa lapkeu emiten sawit dan SIMP. Mari kita tengok satu indikator kinerja, yaitu RoA (return on asset).
– LSIP = 9.51% (anak perusahaan SIMP)
– AALI = 8.47%
– SGRO = 4.31%
Ketiga emiten tsb murni hanya menjual CPO.

Sedangkan SIMP terintegrasi, yang menurut hemat saya seharusnya dapat menghasilkan RoA yang lebih tinggi dibanding ketiga emiten di atas dikarenakan ada nilai tambah pada setiap jenjang produk turunan sawitnya. Tapi kenapa SIMP malah RoA nya kecil yaitu hanya 2.19%?

Itu yang membuat saya bertanya-tanya, kenapa?

Bukankah lebih baik jualan CPO saja kalau begitu. Ngapain repot-repot ngurusin berbagai macam produk turunan jika return nya malah lebih kecil.

Semoga Pak Rivan bersedia meluangkan waktu untuk mengulasnya.
Terima kasih.
Hormat saya,
Glen

————————————————————————————————————————————

Okay, untuk menjawab pertanyaan tersebut, pertama mari kita cek terlebih dahulu ROA untuk masing-masing emiten. Per data Laporan Keuangan Q2 2017, ROA per masing-masing emiten adalah :

  • Astra Agro Lestari (AALI) : 8.4%
  • Sampoerna Agro (SGRO) : 4.3%
  • London Sumatera Indonesia (LSIP) : 9.5%
  • Salim Ivomas Pratama (SIMP) : 2.2%

 

Nah kalau Anda lihat di atas, ROA SIMP lebih kecil dibandingkan dengan LSIP ataupun emiten CPO lainnya. Padahal SIMP sebagai induk usaha LSIP, bisnis nya lebih terintegrasi (SIMP memiliki divisi perkebunan serta divisi minyak & lemak nabati).Pertanyaannya, mengapa SIMP menjual produk turunan lainnya di mana hal tersebut justru membuat ROA nya menjadi kecil? Bukankah lebih baik fokus saja menjual CPO sehingga ROA nya bisa menjadi lebih besar?

 

Integrated Business Model – SIMP

(source : Salim Ivomas Pratama’s corporate web)

 

Okay, sebelum menjawab pertanyaan tersebut, saya ingin mengajak Anda untuk mengingat kembali silsilah dari LSIP, SIMP, dan Indofood Group secara keseluruhan.

LSIP merupakan anak usaha dari SIMP, di mana SIMP memiliki 59.5% kepemilikan di LSIP. SIMP sendiri merupakan anak usaha dari INDF, dimana INDF melalui Indo Agri, memiliki 73.5% saham kepemilikan di SIMP. INDF sendiri 50.07% sahamnya dimiliki oleh First Pacific Company Ltd (FPL), yang sahamnya listing di Hong Kong Stock Exchange. Tambahan lagi, INDF juga memiliki 80.5% saham dari ICBP. Jadi, kalau diurutkan dari strata paling atas adalah :

FPL –> INDF –> ICBP & SIMP –> LSIP.

 

Untuk lebih jelasnya, Anda bisa lihat pada gambar di bawah ini :

Lini Bisnis First Pacific Ltd (FPL) – salah satunya INDF

(source : First Pacific’s corporate web)

 

Nah kalau Anda perhatikan gambar di atas, kita bisa melihat bahwa bisnis Indofood Group ini begitu luas. LSIP fokus di perkebunan kelapa sawit. SIMP selain isinya adalah bisnis LSIP, juga ada bisnis lain seperti tebu, gula, kakao, teh, minyak goreng, margarin, dan produk turunan lainnya. ICBP bisnis nya adalah noodles, dairy, snack, food seasoning, beverages, nutrition foods. Dengan kata lain, Indofood Group membangun bisnis dari hulu ke hilir. Di mana bisnis hulu nya diurusi oleh LSIP, di tengah-tengah diurusi oleh SIMP, sementara bisnis hilir nya diurusi oleh ICBP. Oleh karena itu, kalau kita bicara SIMP dan LSIP, maka kita juga harus melihat dari perspektif yang lebih luas.

 

Dengan membangun bisnis dari hulu ke hilir, manfaat buat bisnis Indofood Group secara keseluruhan adalah :

  1. Cost Efficient. Bahwa untuk mendapatkan bahan baku seperti CPO ataupun yang sudah diolah menjadi minyak nabati, Indofood Group tidak perlu membeli dari pihak luar, melainkan bisa memproduksi sendiri dan mengambil dari LSIP dan SIMP, dan dengan skala yang lebih besar akan tercipta economies of scale. Apalagi dalam jangka panjang, economies of scale ini akan semakin murah bagi Indofood Group
  2. Additional Revenue. Meskipun ROA nya SIMP relative kecil, namun SIMP mampu memberikan tambahan pendapatan sekitar Rp 10.7 triliun (Per 2016, total pendapatan SIMP Rp 14.5 triliun, total pendapatan LSIP Rp 3.8 triliun), dan berkontribusi terhadap 21.7% dari pendapatan INDF (total pendapatan INDF : Rp 66.7 triliun). LSIP menjual CPO nya ke pasar domestik, namun SIMP juga mengekspor minyak goreng dan margarin ke berbagai negara.
  3. Bisnis yang lebih stabil. Dengan membangun bisnis dari hulu ke hilir, maka Indofood Group memiliki fondasi bisnis yang lebih kuat dan tahan terhadap resesi ekonomi. Misalkan saat CPO jatuh di tahun-tahun kemarin, bisnis INDF tetap aman terkendali… dan sekarang ketika ICBP pendapatan nya sedang flat karena isu menurun nya daya beli masyarakat, maka INDF justru tertolong dengan kenaikan pendapatan SIMP dan LSIP.

 

Sebagai kesimpulan, Indofood Group membangun bisnis dari hulu ke hilir untuk menjaga dominasi market. Dengan membangun bisnis dari hulu ke hilir, Indofood Group menjaga dominasi market nya agar tidak mudah disaingi oleh kompetitor lain nya. Dengan kata lain, Indofood Group membangun benteng agar tidak mudah ditembus oleh pesaingnya, atau kalau pun mau untuk menembus maka membutuhkan biaya yang sangat besar.

Jadi kembali lagi ke pertanyaan di awal, tapi kan tetap saja hal tersebut membuat ROA SIMP menjadi kecil? Nah saya melihat itu adalah bagian dari resiko yang ditempuh oleh manajemen. Saya percaya manajemen juga pasti aware bahwa ROA dan ROE SIMP menjadi kecil, namun kembali lagi itu adalah resiko yang diambil untuk manfaat yang lebih besar, yaitu 3 hal yang saya ceritakan di atas. Sebagai tambahan, kalau kita ingat SIMP ini ketika IPO di tahun 2011, tujuannya adalah untuk kasih modal ke LSIP untuk membuka lebih banyak perkebunan kelapa sawit. Jadi, diharapkan kehadiran SIMP ini juga mendukung bisnis LSIP itu sendiri secara lebih luas.

 

Pertanyaan berikutnya, jadi lebih baik beli LSIP, SIMP, ICBP, atau INDF nih? Nah kalau itu saya kembalikan lagi ke para pembaca sekalian :). Demikian kira-kira pandangan yang dapat saya share mengenai bisnis SIMP dan LSIP, serta Indofood Group dalam perspektif yang lebih luas.. Semoga dapat memberikan bermanfaat…

 

By : Rivan Kurniawan

 

Info :

  • Dapatkan ringkasan Laporan Keuangan dari 500+ perusahaan di BEI serta kalkulator untuk mengetahui harga wajar sebuah saham dengan berlangganan Cheat Sheet. Untuk info lebih lanjut, silakan klik di sini.
  • Monthly Investing Plan Oktober 2017  sudah terbit, Anda bisa berlangganan di sini.
  • Jadwal Workshop Value Investing Roadshow, info selanjutnya dapat dilihat di sini :
    • 28 Oktober 2017 : Bandung
    • 11 November 2017 : Jakarta
    • 25 November 2017 : Surabaya

Pendaftaran dan informasi lebih lanjut :

SMS / WA : 0896-3045-2810 (Johan) 

atau

Email : rivan.investing@gmail.com

 

 

Tags: aali, ICBP, indf, lsip, SGRO, simp
1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

Komentar

Artikel Lainnya

Youtube Update

Our Social Media

Arsip Artikel