Fundamental Bank BTPN

Ingin Masuk Bank BUKU IV, Layakkah Fundamental Bank BTPN ?


Terakhir diperbarui Pada 21 February 2019 at 4:50 pm

Bank BTPN merupakan Bank Tabungan Pensiunan terbesar di Indonesia. Namun hal tersebut tidak mencegah harga sahamnya sempat terkoreksi hingga 50% ketika harga sahamnya terjun bebas di Rp 2500-an sampai akhir 2017. Memasuki tahun 2018, BTPN kembali memasuki periode bullish hingga harga sahamnya kembali meningkat dan saat ini berada di sekitar 3800 an. Hal ini tak terlepas dari visi BTPN yang saat ini berupaya menjadi bagian dari Bank BUKU IV…  Namun, bagaimana dengan kondisi kinerja fundamental Bank BTPN, apakah BTPN ini sudah layak untuk masuk ke dalam jajaran Bank Elite ?

 

Sebelum Penulis mengajak Anda membahas fundamental Bank BTPN, Penulis akan memberikan Link Artikel sebelumnya yang membahas kategori sektor kerja Perbankan, bagi Anda yang belum familiar dengan sebutan BUKU IV. Anda bisa membacanya kembali pada Artikel ini :

 

[Baca Lagi : Mengenal Istilah Perbankan : Kategori BUKU]

 

Sekilas Mengenai BTPN

PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk merupakan bank devisa yang berfokus melayani segmen masyarakat berpendapatan rendah seperti para pensiunan, pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), serta komunitas prasejahtera produktif (mass market). BTPN berdiri pada tahun 1958 sebagai Bank Pegawai Pensiunan Militer (Bapemil) di Bandung dan berubah nama tahun 1986 menjadi Bank Tabungan Pensiunan Nasional.

BTPN sendiri memiliki anak usaha yaitu BTPN Syariah yang fokus melayani nasabah dari komunitas prasejahtera produktif. Melalui Program Daya, yakni program pemberdayaan mass market yang berkelanjutan dan terstruktur. BTPN pertama kali tercatat di Bursa Efek Indonesia adalah pada Februari tahun 2008 dan pada Maret 2018 Listing BTPN di BEI. BTPN tercatat sebagai emiten ke enam di Bursa Efek Indonesia. Harga saham pada saat itu menembus Rp 3.050 per lembar.

 

Rencana BTPN masuk Bank Buku IV

Seperti disampaikan sebelumnya, BTPN berambisi menjadi bagian dari Bank Buku IV (bank elite dengan modal diatas Rp 30 triliun) pada 2019 mendatang atau paling lambat pada tahun 2020. Hal tersebut turut didukung oleh Modal Inti BTPN, berdasarkan dengan Laporan Keuangan Kuartal II 2018 Ekuitas berpeluang lebih tinggi di akhir tahun 2018 seiring dengan rencana BTPN untuk merger dengan PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia (SMBCI).

Proses penggabungan usaha antara BTPN dengan PT Bank Sumitomo ini dimulai dengan diajukannya seluruh dokumen rencana merger ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dan berdasarkan neraca per 31 Mei 2018, Aset Bank hasil penggabungan dengan nama yang dipertahankan adalah BTPN. Aset Bank diperkirakan mencapai Rp 179 triliun rupiah, dengan total modal BTPN yang otomatis naik menjadi Rp 26,92 triliun rupiah.

Merger nya kedua perbankan tersebut akan efektif pada 1 Januari 2019, juga turut mengubah segmen bisnis bank BTPN yang akan melayani mulai dari piramida bisnis paling bawah seperti BTPN Wow! Dan juga BTPN akan mengembangkan bisnisnya ke segmen korporasi untuk bisa naik kelas ke BUKU IV melalui aksi korporasi tersebut.

Sebagai informasi, BTPN dan SMBCI memiliki pemegang saham pengendali yang sama yakni Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC). SMBC sendiri menjadi pengendali dengan porsi kepemilikan di kedua Bank tersebut masing-masing 40% (di BTPN) dan 98.48% (di SMBCI). SMBC ini juga merupakan anak perusahaan yang dimiliki penuh oleh Sumitomo Mitsui Financial Group (SMFG), sebagai bank terbesar kedua di Jepang.

 

Apakah BTPN Sudah Layak Menjadi Bank BUKU IV ?

Dengan rencana merger di atas, secara Ekuitas BTPN memang sangat memungkinkan untuk mencapai Ekuitas Rp 30 triliun dan bergabung dengan Bank BUKU IV lainnya seperti BBCA, BMRI, BBRI, BBNI, dan BNGA. Namun pertanyaan nya apakah fundamental Bank BTPN sudah layak menjadi BANK BUKU IV ?

Jika ditarik secara historikal, total Ekuitas BTPN selama 8 tahun terakhir meningkat secara konsisten setiap tahunnya. Sebagai gambaran, ekuitas BTPN di tahun 2011 baru mencapai Rp 5.6 triliun, dan meningkat secara konsisten sehingga di Kuartal II 2018 ini ekuitas BTPN telah mencapai Rp 17.0 triliun. Artinya, ekuitas BTPN bertumbuh sekitar 17,2% per tahun. Yang menarik adalah, BTPN ini termasuk perusahaan yang tidak terlalu banyak melakukan aksi korporasi seperti Right Issue, dan lainnya. Sehingga pertumbuhan ekuitas nya murni berasal dari laba bersih yang dihasilkan BTPN yang berkisar Rp 1.5 triliun – Rp 2.0 triliun per tahun.

Tidak hanya Ekuitas yang meningkat secara konsisten, BTPN juga mencatatkan kinerja yang cukup baik pada indikator lainnya. Karena BTPN adalah emiten perbankan, maka ada sejumlah Rasio yang perlu diperhatikan. Beberapa Rasio yang kita dapatkan dari Laporan Keuangan Publikasi Kuartal II 2018 BTPN, di antaranya adalah sebagai berikut :

BTPN Q2 2018

BTPN Q2 2017

Permodalan

CAR/KPMM

23.62%

24.52%

Kualitas Aset

NPL Net

0.54%0.49%

NPL Gross

1.07%

0.81%

BOPO

80.70%

83.58%

Rentabilitas

NIM

8.91%

9.60%

LDR

93.72%

95.41%

ROE

14,10%

12.72%

Perbandingan Rasio BTPN di Kuartal II 2017 dengan Kuartal II 2018

 

Berdasarkan tabel diatas kita dapatkan perbandingan pertumbuhan BTPN secara internal di Kuartal II 2017 dengan Kuartal II 2018. Jika dilihat pada CAR (Capital Adequacy Ratio) / KPMM (Kewajiban Penyediaan Modal Minimum), BTPN turun tipis dari 24.52% di Kuartal II 2017 menjadi 23.62% di Kuartal II 2018. Artinya kemampuan BTPN saat ini sedang menurun dalam menampung risiko kerugian yang mungkin dihadapi oleh BTPN. Meskipun sedikit menurun, namun CAR BTPN masih jauh di atas batas minimum yang ditetapkan BI yaitu 8%. Actually Penulis sendiri lebih suka menggunakan indikator 14% untuk CAR Perbankan ini (semakin besar semakin baik).

Hal tersebut sejalan dengan total kepemilikan Aset BTPN atau NPL (Net Performing Loan) dari sisi total NPL Net 0.49% Kuartal II 2017 naik tipis ke 0.54% di Kuartal II 2018 ini menunjukkan adanya kenaikan jumlah kredit yang sudah jelas status macetnya. Dari sisi total NPL Gross BTPN, 0.81% Kuartal II 2017 naik menjadi 1.07% di Kuartal II 2018 yang artinya NPL Gross juga mengalami kenaikan jumlah kredit kurang lancarnya. Maka, secara intern BTPN ini sedang mengalami kendala dalam penagihan kreditnya terbukti dengan meningkatnya jumlah NPL Net juga Gross nya yang naik di per Kuartal II 2018 ini. Meskipun sedikit mengalami kenaikan, NPL Gross masih jauh di bawah batas maksimal 5% yang ditetapkan BI, dan NPL Net juga masih jauh di atas batas maksimal 2% yang ditetapkan BI (semakin kecil semakin baik).

Hal yang sama juga ditunjukkan dengan LDR (Loan to Deposit Ratio) yang ternyata juga turun dari 95.41% Kuartal II 2017 ke 93.72% di Kuartal II 2018. Sebagai gambaran, macetnya kredit sudah terlihat dari turunnya LDR BTPN sebesar 93.72%. Menurunnya LDR ini sebagai akibat dari likuiditas, yang juga dipengaruhi dengan semakin naiknya jumlah NPL Net sebesar 0.54% dan NPL Gross sebesar 1.07% yang telah dijelaskan di atas. LDR BTPN yang menurun menjadi 93.72% ini, justru membuat ROE (Return on Equity) BTPN naik dari 12.72% Kuartal II 2017 ke 14.10% di Kuartal II 2018. Atau, kemampuan perusahaan dalam tingkat pengembalian Laba nya saat ini lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Demikian halnya, dengan BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) BTPN yang juga turun dari 83.58% Kuartal II 2017 turun menjadi 80.70% di Kuartal II 2018. BOPO sendiri adalah rasio yang menggambarkan efisiensi Perbankan dalam melakukan kegiatannya. Semakin kecil nilainya, semakin baik. Artinya, bisa dikatakan saat ini BTPN mampu beroperasi dengan lebih efisien dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan pertumbuhan beban operasional BTPN saat ini lebih kecil daripada pertumbuhan jumlah pendapatannya BTPN.

NIM (Net Interest Margin) BTPN saat ini mengalami penurunan margin bunga bersih dari 9.60% Kuartal II 2017 menjadi 8.91% di Kuartal II 2018. Terpangkasnya NIM BTPN ini disebabkan karena semakin selektifnya bank untuk menyalurkan kredit per Kuartal II 2018 ini, dan juga dipengaruhi kenaikan bunga acuan BI 7DRRR rate 25 bps sampai ke akhir 2018.

Indikator berikutnya yang perlu kita perhatikan adalah Rasio CASA. CASA sendiri merupakan rasio yang digunakan untuk melihat apakah Bank mampu meraih dana simpanan nasabah pihak ketiga dengan cara murah atau mahal. Adapun Bank meraih dana murah dari masyarakat melalui Giro dan Tabungan. Sementara Bank meraih dana dengan cara mahal dari masyarakat dari Deposito, karena Bank harus memberikan bunga yang lebih tinggi. Jika kita lihat lebih dalam, pada Catatan Kaki 18 : Liabilitas, kita akan mendapatkan data sebagai berikut :

Simpanan Nasabah (Source : Laporan Keuangan Kuartal II 2018)

 

Dari data di atas, kita akan dapatkan bahwa Rasio CASA (Dana Murah) BTPN di akhir 2017 adalah sebesar (Rp 622.9M + Rp 7.2 Triliun) / Rp 61.8 Triliun) = 12.6%. Dan di Kuartal II 2018, dengan cara yang sama kita akan dapatkan bahwa Rasio CASA (Dana Murah) BTPN di Kuartal II 2018 adalah sebesar (Rp 1.1 triliun + Rp 7.6 triliun) / Rp 64.9 triliun) = 15.9%. Artinya, saat ini BTPN memang masih mengandalkan Deposito untuk menghimpun dana dari masyarakat. Rendahnya Rasio CASA karena memang rata-rata simpanan untuk pensiunan adalah berupa Deposito. Namun impilikasinya, Cost yang dikeluarkan untuk menghimpun dana ini menjadi lebih tinggi karena harus memberikan bunga Deposito.

 

Bagaimana Fundamental Bank BTPN Dibandingkan dengan Bank BUKU IV Lainnya?

BTPN

BBCABMRIBBRIBBNI

BNGA

Permodalan
CAR23,62%23,65%20,94%20,7%17,92%19,13%
Kualitas Aset
NPL Net0.54%0,46%1,05%1,16%0,76%1,99%
NPL Gross1.07%1,54%3,35%2,39%2,26%3,51%
BOPO80.70%63,3%66,01%70,43%70,54%82,22%
Rentabilitas
NIM8,91%6,1%5,61%7,5%5,41%4,81%
LDR93,72%77,9%90,67%92,26%90,13%90,66%
ROE14,10%16,1%16,73%18,7%16,32%8,63%

Perbandingan Rasio BTPN dengan Bank Buku IV Lainnya

 

Perbandingan rasio BTPN dengan kelima Bank BUKU IV lainnya, secara rasio perbankan adalah sebagai berikut:

CAR (Capital Adequacy Ratio) / KPMM BTPN sudah mampu mencapai angka 23.62% di Kuartal II 2018 yang hanya berbeda tipis dengan BBCA yang sebesar 23.65%. Namun pencapaian BTPN sudah lebih baik daripada BMRI yang hanya 20.94%, ataupun BBRI 20.7%. Artinya BTPN sudah menunjukkan pencapaian Penyediaan Modal Minimum yang sama baiknya dari kelima bank Buku IV.

NPL Net (Net Performing Loan) BTPN, adalah sebesar 0.54% di Kuartal II 2018 menunjukkan jumlah kredit status macetnya lebih rendah. NPL Net BTPN ini lebih besar sedikit dari NPL Net BBCA yang hanya 0.46%, serta beda tipis dengan NPL Net BBNI yang kredit status macetnya 0.76%. Namun pencapaian ini sudah lebih baik dibandingkan dengan BMRI yang sebesar 1.05% dan BBRI yang sebesar 1.16%.

Demikian pula NPL Gross BTPN 1.07% di Kuartal II 2018. Meskipun meningkat, namun NPL Gross ini masih tergolong rendah dibandingkan dengan NPL Gross Bank BUKU IV lainnya, termasuk apabila dibandingkan dengan NPL Gross BBCA yang sebesar 1.54%, BBNI 2.26%, BBRI 2.39% dan BMRI 3.35%. Maka, dapat disimpulkan BTPN tidak bermasalah dengan NPL nya karena rasio NPL yang relatif rendah daripada kelima bank BUKU IV lainnya.

Tidak hanya dapat menjaga tingkat NPL yang rendah, BTPN juga mampu menjaga efisiensi perusahaan. Jika kita lihat berdasarkan BOPO (Rasio Beban Operasional Terhadap Pendapatan Operasional), BTPN ini sudah termasuk efisien dalam beroperasi hal ini dibuktikan dengan BOPO BTPN yang sebesar Rp 80.70% Kuartal II 2018. Bila kita bandingkan BOPO BTPN dengan bank BUKU IV lainnya, BTPN juga termasuk konsisten misalkan dibandingkan dengan BBCA yang hanya sebesar 63.3% dan BMRI 66.01%.

Seperti dibahas di atas, NIM (Net Interest Margin) BTPN memang menurun menjadi 8.91% di Kuartal II 2018 ini. Meskipun menurun, namun masih lebih baik jika dibandingkan dengan NIM BBCA yang hanya sebesar 6.1%, atau BMRI 5.61%. Artinya Margin Bunga Bersih BTPN di Kuartal II 2018 ini  masih relatif lebih besar daripada kelima bank BUKU IV.

Meskipun NIM BTPN masih besar, total LDR yang dihasilkan BTPN sebaliknya justru turun menjadi 93.72% per Kuartal II 2018 ini. Akan tetapi, LDR BTPN ini masih akan kalah jika harus kembali dibandingkan dengan LDR Bank BUKU IV karena pertumbuhan kredit BTPN lebih tinggi. Sebagai gambarannya, LDR BTPN ini hanya beda tipis dengan LDR BBRI yang sebesar 92.26%, menyusul LDR yang flat dari BBNI sebesar 90.13%, BNGA 90.66%, dan BMRI 90.67%. Sedangkan, LDR terendah adalah BBCA sebesar 77.9%.

 

Kesimpulan

Setelah kita melihat kinerja fundamental Bank BTPN di atas, Penulis melihat secara keseluruhan BTPN layak menjadi bagian Bank BUKU IV. Maka dengan pembahasan Penulis diatas sudah bisa kita tarik kesimpulan, bahwa sebenarnya secara kinerja Fundamental Bank BTPN ini layak untuk mensejajarkan level perusahaan dengan kelima Bank BUKU IV seperti BBCA, BMRI, BBRI, BBNI, dan BNGA. Hal tersebut ditunjukkan dengan indikator melalui Rasio diatas yang memenuhi kriteria untuk BTPN bisa naik kelas.

Adapun hal yang perlu diperbaiki dari BTPN adalah strategi untuk mendapatkan Dana Murah (Tabungan dan Giro) sehingga Rasio CASA bisa meningkat. Demikian pula, BTPN perlu untuk meningkatkan efisiensi karena dengan BOPO yang sebesar 80%, jelas BTPN ini kurang efisien dalam operasionalnya.

Di samping hal tersebut, yang menjadi nilai tambah bagi BTPN ini adalah merger nya perusahaan dengan PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia (SMBCI) yang akan berpeluang terhadap Ekuitas BTPN untuk mencapai Ekuitas sebesar Rp 30 triliun rupiah.

Saat ini kita lihat BTPN secara Valuasi, saat ini BTPN diperdagangkan pada Valuasi PBV 1.22x alias masih masuk akal meskipun juga tidak bisa disebut sangat undervalued. Terutama jika Valuasi BTPN tersebut dibandingkan dengan Bank BUKU IV lainnya, Valuasinya tidak beda jauh dengan PBV BBNI 1.29x, dan PBV BMRI 1.77x, dan bahkan lebih murah ketimbang BBRI dan BBCA yang memiliki Valuasi PBV di atas rata-rata (BBRI 2.21x dan BBCA 4.22x).

 

###

 

Info:

  • Monthly Investing Plan November 2018 akan segera terbit. Anda dapat memperolehnya di sini.
  • Cheat Sheet LK Q3 2018 akan segera terbit, Anda dapat memperolehnya di sini.
  • E-Book Quarter Outlook LK Q3 2018 akan segera terbit. Anda dapat memperolehnya di sini.
  • Jadwal Workshop :
    • Workshop Value Investing (Jakarta, 17 November 2018) dapat dilihat di sini.
    • Workshop Value Investing (Jogja, 24 November 2018) dapat dilihat di sini.
    • Workshop Value Investing (Bandung, 8 Desember 2018) dapat dilihat di sini.

 

 

 

tags : Fundamental Bank BTPN, Fundamental Bank BTPN, Fundamental Bank BTPN, Fundamental Bank BTPN, Fundamental Bank BTPN

 

Tags: BBCA, BBNI, bbri, BMRI, BNGA, BTPN
1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

3 Comments

Komentar

Artikel Lainnya

Youtube Update

Our Social Media

Arsip Artikel