Terakhir diperbarui Pada 23 April 2024 at 1:44 pm
Daftar Isi
Artikel telah ditinjau oleh: Stock Market Analyst RK Team
KAEF adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia. KAEF pun termasuk perusahaan yang masif dalam menggenjot penjualan produk obat-obatan. Tidak hanya masif dalam hal penjualan, KAEF juga akan kembali melebarkan sayap bisnisnya. Hal itu terkait dengan rencana Kimia Farma akuisisi Phapros, nantinya KAEF akan akuisisi sebesar 56% saham milik PEHA (PT Phapros, Tbk). Akibatnya harga saham KAEF kini berada di level 3100,-an, naik sekitar 29% dari sekitar 2400,-an di akhir tahun 2018 kemarin. Bagaimanakah progress ekspansi KAEF sejauh ini ? Serta bagaimana prospek KAEF pasca akuisisi PEHA ini ?
Sekilas Tentang KAEF & PEHA
KAEF / PT Kimia Farma (Persero) Tbk, merupakan perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia dan sebagai perusahaan BUMN. KAEF didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda di tahun 1817 dengan nama awal NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Beberapa tahun kemudian, Pemerintah Indonesia melakukan peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi) di tahun 1958. Dan pada Agustus 1971, PNF tersebut kembali diubah menjadi Perseroan Terbatas dengan nama PT Kimia Farma (Persero).
Gedung KAEF. Source : Laporan Keuangan Tahunan 2017
KAEF pun kembali melakukan pengubahan status perusahaannya menjadi PT Kimia Farma (Persero) Tbk, dan sekaligus mencatatkan perusahaannya di BEI pada Juli 2001. Berikut ini adalah skema persentase Kepemilikan Saham KAEF :
Kepemilikan Saham di KAEF. Souce : Laporan Keuangan Tahunan 2017
KAEF telah mengalami perkembangan yang terintegrasi di Indonesia, dalam bidang pelayanan kesehatan (Healthcare). Kegiatan bidang usahanya pun meliputi : manufaktur farmasi, riset dan pengembangan, distribusi dan perdagangan, pemasaran, ritel farmasi, serta laboratorium klinik dan klinik kesehatan. Jaringan pasar KAEF pun sudah meluas, tidak hanya dalam negeri saja melainkan juga di luar negeri : Asia, Eropa, Australia, Afrika dan Selandia Baru.
Secara garis besar segmen operasi KAEF meliputi : Industri Kimia dan Farmasi, Distribusi dan Perdagangan Produk Kesehatan, serta Retail Farmasi. Singkat kata, KAEF ini merupakan salah satu perusahaan industri farmasi terbesar di Indonesia, dengan jaringan pasar yang kuat dan luas.
Di sisi lain, PEHA / PT Phapros, Tbk adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang farmasi. PEHA merupakan anak perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) yang menguasai saham PEHA sebesar 56.6%. Sementara sisanya dipegang publik juga karyawan. Berdiri pada Juni 1954, sebagai bagian dari pengembangan usaha Oei Tiong Ham Corcern dengan nama NV Pharmaceutical Processing Industries.
Kemudian di tahun 1961 diambil alih oleh Pemerintah, dan diubah menjadi PT Perusahaan Perkembangan Ekonomi Nasional (PPEN) / sekarang dikenal PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). Lini bisnis PEHA pun tidak hanya memproduksi obat (etikal, generic, OTC, dan agromed), tapi juga memproduksi alat kesehatan non elektromedik. Jaringan pasar distribusi produk obat PEHA tidak hanya untuk di Indonesia saja. PEHA juga sudah merambah pasar negara lain : Kamboja melalui kerjasama ekspor sejak 2013 .
PEHA ini merupakan perusahaan yang tergolong baru melantai di BEI. Lantaran PEHA baru saja resmi melantai di BEI pada 26 Desember 2018 kemarin. Dalam IPO nya, PEHA mencatatkan sebesar 840 juta saham dengan harga perdana Rp 1.198 per saham. Total dana segar yang diraih oleh PEHA adalah sebesar Rp 1.01 Triliun dari IPO nya.
PEHA perusahaan farmasi dan alat kesehatan yang baru saja melantai di BEI pada Desember 2018. Source : berbagai sumber
Rencana KAEF Akuisisi 56% Saham PEHA
KAEF tetap masif berekspansi di tahun 2019 ini. Hal itu ditunjukkan dengan rencana KAEF membeli sekitar 47.901.860 lembar saham, atau setara 56.77% kepemilikan saham RNI di PEHA. Rencana KAEF akuisisi 56% saham PEHA, sudah ada dalam Perjanjian Jual Beli saham bersyarat (CSPA) yang sudah ditandatangani antara KAEF dan RNI pada 13 Februari 2019. KAEF sendiri menargetkan proses pembelian saham PEHA ini akan selesai di kuartal I-2019 ini.
Sayangnya dalam progress KAEF akuisisi 56% saham PEHA tidaklah mudah. Mengingat PEHA adalah anak usaha dari PT Rajawali Indonesia Nusantara (RIN), yang merupakan 100% milik negara. Sehingga dalam prosesnya harus ada persetujuan dari Kementerian BUMN terkait. Beda halnya dengan KAEF, yang hanya perlu meminta persetujuan dari seluruh pemegang saham publik.
Jika nantinya rencana KAEF akuisisi 56% saham PEHA terealisasi, maka peluang bisnis KAEF yang meningkat semakin terbuka lebar. Karena secara tidak langsung akan meningkatkan kapasitas produksi. Baik dari peningkatan ketersediaan obat-obatan, kosmetik, bahan baku obat, dan juga alat kesehatan.
Selain itu dengan KAEF akuisisi 56% saham PEHA, besar kemungkinan pangsa pasar farmasi KAEF pun akan semakin besar. Mengingat KAEF sendiri sudah memiliki pertumbuhan ekspor yang cukup baik, dengan kontribusi sebesar 6% dari total penjualan KAEF. Sehingga KAEF pun menargetkan pertumbuhan ekspornya akan meningkat sekitar 10%. Adapun ragam jenis produk obat-obatan yang diekspor adalah : Mixagrip, Diabetasol, Woods, Extra Joss, dan lain sebagainya. Serta jaringan distribusi KAEF pun akan meningkat, di mana jaringan distribusi KAEF pada 2018 kemarin sudah mencapai 47 cabang tersebar di seluruh Indonesia.
Sementara PEHA sudah memiliki channel distribusi di luar negeri, salah satunya adalah di Myanmar. PEHA sendiri sudah memiliki sekitar 20 cabang yang tersebar di Myanmar. Adapun produk andalan PEHA yang dipasarkan di Myanmar, ialah OTC atau obat bebas yang bisa dijual tanpa harus menggunakan resep dokter. Sayangnya untuk jaringan distribusi di Indonesia, PEHA masih mengandalkan distribusi reguler dan sisanya adalah dari program pemerintah.
Langkah KAEF akuisisi 56% saham PEHA pun, menjadikan perusahaan sudah melakukan akselerasi pertumbuhan non organik. Dari secara pemasaran maupun penelitian pun, KAEF akan terbantu oleh PEHA.
Sumber Pendanaan KAEF Akuisisi 56% Saham PEHA
Terkait dengan ekspansinya, awal tahun 2019 ini KAEF sendiri sudah menyiapkan anggaran belanja modal sebesar Rp 4 triliun. Anggaran ini pun sudah termasuk untuk kebutuhan ekspansi perusahaan. Jika dibandingkan dengan anggaran modal belanja tahun 2018 kemarin, anggaran belanja KAEF mengalami kenaikan sekitar 14% dari Rp 3.5 triliun.
Kendati sudah memiliki anggaran belanja modal, KAEF tetap membutuhkan sumber dana lainnya. Adapun estimasi pendanaan KAEF akan diperoleh dari pinjaman perbankan sebesar 70% dan juga dari kas internal KAEF sebesar 30%. (yang hingga kini masih belum disebutkan berasal dari mana dan berapa besar jumlahnya).
Namun investor perlu berhati-hati jika nantinya dalam proses KAEF akuisisi 56% saham PEHA tetap menggunakan sumber dana pinjaman. Pinjaman tersebut akan cukup memberatkan kinerja KAEF ke depannya. Mengingat saat ini KAEF memiliki liabilitas jangka pendek sebesar Rp 3.7 triliun dan liabilitas jangka panjang sebesar Rp 2.0 triliun per kuartal III-2018. Sehingga total liabilitas KAEF adalah sebesar Rp 5.8 triliun per kuartal III-2018, mencerminkan DER nya kini berada di kisaran 2.2x.
Tak pelak kondisi liabilitas yang cukup besar membuat beban keuangan / beban bunga KAEF ikut membengkak hingga sebesar Rp 126 miliar per tahun 2018. Angka yang sangat besar jika dibandingkan dengan beban keuangan sebesar Rp 59 miliar di tahun 2017 yang lalu. Meskipun angka beban keuangan ini masih bisa dicover oleh operating profit KAEF yang sebesar Rp 483.3 miliar (ICR : 3.8x), namun rasio ICR ini jauh menurun jika dibandingkan dengan ICR tahun 2017 yang sebesar 6.8x). Kesimpulannya jika pendanaan akuisisi ini menggunakan pinjaman, maka rasio DER akan semakin besar. Sebaliknya membuat rasio ICR akan semakin kecil. Hal ini yang akan memberatkan keuangan KAEF ke depannya. Gambaran peningkatan beban keuangan KAEF lebih jelasnya seperti berikut ini :
Beban Keuangan KAEF. Source : Laporan Keuangan KAEF Kuartal III-2018
Kesimpulan
Apakah keputusan KAEF akuisisi 56% saham PEHA sudah tepat ? Secara operasional, rencana KAEF akuisisi 56% saham PEHA ini akan memberikan sejumlah keuntungan terhadap pertumbuhan bisnis KAEF. Di mana, KAEF dapat meningkatkan pangsa pasarnya, serta meningkatkan jaringan distribusinya. Mengingat PEHA memiliki channel distribusi yang cukup besar, seperti salah satunya di Myanmar. Kinerja PEHA pun masih terus bertumbuh seiring dengan langkah PEHA yang baru saja melakukan IPO di BEI pada Desember 2018 kemarin.
Namun di sisi lain, kemungkinan besar KAEF akan semakin terbeban jika nantinya dalam realisasi KAEF akuisisi 56% saham PEHA tetap mengandalkan sumber dana pinjaman. Mengingat saat ini KAEF sudah memiliki sejumlah liabilitas yang tergolong besar (DER 2.2x), dan beban bunga yang mulai memberatkan profitabilitas KAEF (ICR turun menjadi 3.8x).
However, progress rencana KAEF akuisisi 56% saham PEHA hingga saat ini masih menunggu persetujuan dari pemerintah. Mengingat PEHA adalah anak usaha dari PT Rajawali Indonesia Nusantara (RIN), yang merupakan 100% milik negara. Sehingga dalam prosesnya harus ada persetujuan dari Kementerian BUMN terkait.***
###
DISCLAIMER ON:
Tulisan ini bukan rekomendasi jual dan beli. Semua data dan pendapat pada artikel adalah bersifat informasi yang mengedukasi pembaca, berdasarkan sudut pandang penulis pribadi. Risiko investasi berada pada tanggung jawab masing-masing investor. Do Your Own Research!
Temukan Artikel Analisa dan Edukasi Saham lainnya di Google News.
Terimakasih Pak,, saat ini saya juga sedang miliki saham KAEF