Mitrabahtera Segara Sejati

Mitrabahtera Segara Sejati (MBSS)


Terakhir diperbarui Pada 13 December 2019 at 7:18 pm

Sepanjang bulan Agustus 2017, saham INDY menjadi salah satu saham dengan kenaikan harga tertinggi, di mana harga sahamnya naik dari 800 an ke 1200 an, atau naik 50% an dalam waktu satu bulan. Dan analisa mengenai INDY sudah pernah kita tuangkan sebelumnya, yang dapat Anda baca lagi di sini. Terkait dengan hal tersebut, di mana INDY merupakan holding group yang memiliki beberapa anak usaha, di mana salah satu yang menarik perhatian adalah MBSS.

Mitrabahtera Segara Sejati (MBSS) adalah penyedia solusi logistik dan transportasi laut terpadu untuk bahan curah yang terkemuka di Indonesia, khusus nya batubara. Didirikan di Jakarta pada tahun 1994, MBSS memulai dari usaha perusahaan pelayaran (shipping company). MBSS sewaktu itu memulai dengan barging contract dengan PT Varia Usaha (anak usaha Semen Gresik) dan PT Arutmin Indonesia untuk transportasi batubara domestik. Ketika tahun 1998, MBSS juga mendapatkan kontrak jangka panjang untuk transportasi batubara dari PT Bahari Cakrawala Sebuku.

Seiring waktu, MBSS tumbuh menjadi penyedia jasa logistik dan transportasi utama (dengan layanan yang lebih komprehensif ketimbang hanya perusahaan pelayaran). Dan pada tanggal 6 April 2011, MBSS memulai pencatatan Perdana di Bursa Efek Indonesia (waktu itu namanya masih Bursa Efek Jakarta). Dan pada tahun dan bulan yang sama, PT Indika Energy (INDY) mengakuisisi 51% saham di MBSS dan menjadi pengendali di MBSS.

 

Ownership Structure MBSS (source: company presentation)

 

Per Agustus 2017, MBSS memiliki 85 Tug Boat (kapal penarik tongkang), 4 floating cranes (FC), 2 Floating Loading Facilities (FLF), 71 barges (kapal tongkang). Jika dilihat secara historikal selama beberapa tahun ke belakang, perusahaan tidak menambah jumlah armada nya, setidaknya itulah yang terlihat dari arus kas investasi MBSS yang positif $ 290.4 ribu per semester I 2017 ini. Di sisi lain, jumlah pendapatan juga masih flat ketimbang periode yang sama di tahun lalu. Per semester I 2017, pendapatan MBSS sejumlah $ 33.1 juta, hanya naik 0.25% dibandingkan semester I 2016. Meskipun demikian, MBSS masih memiliki sejumlah klien besar seperti Kaltim Prima Coal (KPC) dan Adaro yang memiliki kontrak sampai 2017 ini, Kideco Jaya Agung (kontrak sampai 2019), Berau Coal (kontrak sampai 2022), dan beberapa klien besar lainnya sampai 2018.

Sejatinya MBSS adalah perusahaan yang profitable sejak IPO, di mana pada tahun 2011 misalkan MBSS mencatatkan laba bersih $ 29.6 juta. Laba bersih ini terus naik hingga pada tahun 2013, MBSS mencatatkan laba bersih $ 38.2 juta. Penurunan harga komoditas batubara berkepanjangan yang dimulai pada akhir tahun 2012, turut mempengaruhi kinerja MBSS sejak 2014, di mana laba bersih nya turun hampir setengahnya, yaitu hanya tercatat $ 20.1 juta. Dan lebih parahnya lagi, MBSS mencatatkan rugi bersih sejak tahun 2015 sampai dengan kuartal II 2017 (tahun 2015 : rugi $ 12.1 juta, tahun 2016 : rugi $ 29.8 juta). Saat harga komoditas batubara mulai naik sejak pertengahan tahun 2016, banyak investor berharap bahwa MBSS juga akan mencatatkan profit di tahun 2017 ini seperti layaknya induk usahanya. Namun sampai dengan semester I 2017, MBSS masih belum juga berhasil mencatatkan profit. Per semester I 2017, MBSS masih mencatatkan rugi bersih $ 3.8 juta.

Net Profit / (Loss) MBSS 2011 – 2017 Anlz (dalam Rp miliar)

Source: idx.co.id yang diolah

 

Pertanyaannya sudah tentu, mengapa MBSS masih rugi di tengah meningkatnya harga komoditas batubara? Kalau kita bedah lebih dalam, problem utama MBSS ini terletak di direct cost, sehingga menekan Gross Profit nya. Coba bandingkan pada tahun 2013 saat puncak kejayaan MBSS, Gross Profit nya bisa mencapai 40%. Sedangkan di semester I 2017, Gross Profit MBSS hanya 5.9%. Kalau kita bedah lagi direct cost perusahaan di tahun 2016, direct cost terbesar perusahaan adalah dari Depreciation yang berkontribusi terhadap 37.0% total direct cost perusahaan, diikuti oleh Fuel atau biaya bahan bakar (17.9%), biaya gaji (13.6%), R&M (9.0%), rental (1.5%) dan biaya lain-lainnya (21.0%). Dari komponen-komponen cost tersebut, perusahaan sebenarnya bisa menekan biaya rental, biaya gaji, dan biaya R&M, hanya sayangnya komponen tersebut hanya berkontribusi sekitar 24.1% dari total Direct Cost perusahaan. Sementara komponen Direct Cost yang berkontribusi lebih besar seperti Fuel naik 17.9% YoY dan Depresiasi naik 1.7%.

 

Direct Cost MBSS 2016 VS 2017 (Source : company presentation)

 

Sekilas, kita melihat bahwa MBSS ini belum layak untuk diinvest karena di satu sisi perusahaan masih rugi, dan di sisi lain perusahaan juga masih terbebani cost yang tinggi. Namun, mengapa investor sekelas Pak LKH berani berinvestasi di MBSS sebanyak 48 juta lembar saham (2.74% dari total saham beredar)?

 

Pemegang Saham MBSS (Source : MBSS Annual Report 2016)

Saya coba melihat dari sisi lain bahwa, meskipun perusahaan sejak 2015 sampai dengan Semester I 2017 ini masih rugi. Namun, perusahaan tergolong perusahaan yang tidak terlalu bergantung kepada hutang. Sebagai perbandingan, hutang MBSS saat 2011 adalah Rp 1.1 triliun dan hutang MBSS saat ini (Semester I 2017) adalah Rp 749 miliar. Di sisi lain, ekuitas MBSS saat 2011 adalah Rp 1.6 triliun dan ekuitas MBSS saat ini (Semester I 2017) adalah Rp 2.4 triliun. Dengan kata lain, jumlah hutang MBSS saat ini hanya 30% dari total ekuitas nya. Dan seperti yang dikatakan oleh Peter Lynch “Companies that have no debt can’t go bankrupt”. Dilihat dari valuasinya pun MBSS masih sangat murah. Meskipun kita tidak mungkin melihat dari sisi PER karena perusahaan masih rugi. Namun, dari PBV saat ini masih tercatat hanya 0.3X.

Jika kita relate dengan INDY, saat perusahaan masih dalam kondisi rugi hingga harga sahamnya terpuruk di 100 an. Lalu lihat harga saham INDY sekarang bertengger di 1200 an. Who knows, sama juga akan terjadi di MBSS. Mengingat MBSS pernah dihargai di harga 1400 an, sebelum kemudian turun ke 300 – 400 an saat ini. Itu artinya, harga sahamnya sudah turun lebih dari 75%.

Jadi, meskipun perusahaan saat ini belum bisa kembali mencetak profit seperti usaha induknya (INDY). Namun, di sisi lain ekuitas perusahaan bisa terus bertumbuh dan liabilitas terus menurun, yang disertai dengan arus kas yang stabil. Well, itu bukankah itu artinya perusahaan sedang melalui masa yang sulit saja? Jadi bukan karena perusahaan nya yang jelek. Jika nanti perusahaan kembali mencetak untung bersih, maka bukan tidak mungkin harga sahamnya akan kembali ke harga 1000 an. Seperti kata-kata yang sering disampaikan Pak LKH: buy in bad times, sell in good times, and you will be rich.

 

Disclosure : MBSS telah menjadi bagian dari portfolio Penulis pada average 520. Perubahan posisi dana average dapat terjadi sewaktu-waktu. Pembahasan ini bukan bersifat rekomendasi beli atau jual. Do Your Own Research.

 

 

 

Info : 

Monthly Investing Plan September 2017 sudah terbit, Anda bisa berlangganan di sini.

Jadwal Workshop Value Investing di Kota Jakarta 9 & 16 September 2017. Pendaftaran via online di : http://ticmi.co.id/rivan-kurniawan. Untuk informasi lebih lanjut, Anda  dapat menghubungi via SMS / WA ke 0896-3045-2810 (Johan) atau email : info@ticmi.co.id.

 

 

Tags : Mitrabahtera Segara Sejati | Mitrabahtera Segara Sejati | Mitrabahtera Segara Sejati | Mitrabahtera Segara Sejati | Mitrabahtera Segara Sejati | Mitrabahtera Segara Sejati | Mitrabahtera Segara Sejati | Mitrabahtera Segara Sejati | Mitrabahtera Segara Sejati | Mitrabahtera Segara Sejati | Mitrabahtera Segara Sejati

Tags: INDY, MBSS
1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

7 Comments

  • ilham
    7 September 2017 at 9:05 AM

    Pak maaf sblmnya.. sependek pengetahuan saya direct cost tidak sama dg COGS. Direct cost istilah utk management accounting dimana biaya bisa langsung di tracing ke produk dan COGS itu istilah financial accounting yg berhubungan dg beban pokok produk (gak termasuk depresiasi dll) ????

    • Rivan
      Rivan Kurniawan
      7 September 2017 at 9:31 AM

      Halo Pak Ilham.. Thank you inputannya… Yep terminologi yang lebih tepat digunakan untuk MBSS adalah Direct Cost karena biaya langsung ditracing ke produk…

  • Andy
    17 September 2017 at 10:43 PM

    Pak nanya komposisi 20 pemegang saham terbesar lihatnya dimana

  • DP
    20 December 2017 at 10:26 AM

    sekarang mbss 600 kebawah algi 0.4PBV…secara value ada value, dgn cash yg banyak dan DER yg kecil. tetapi tidak ada EARNING .
    Sebagai value investor apakah level skg good utk enter?
    kalau sudah ada earning , saya rasa sudah akan rally. nah kalau invest, when to get out?

    • Rivan
      Rivan Kurniawan
      21 December 2017 at 10:07 AM

      It depends on our time frame to invest.. Tentu saja berinvestasi di saham yang tidak memiliki earning menawarkan risiko yang jauh lebih besar… Ketika harga sahamnya naik ke 800 itu adalah ekspektasi investor bahwa MBSS akan meraih profit di Q3 2017 ini, apalagi Q2 2017 nya rugi nya sudah menipis… Ternyata Q3 2017 nya membesar lagi kerugiannya…
      So I would say, the ideal time to invest adalah saat MBSS ini akhirnya mencetak profit di LK nya nanti… meskipun risikonya kita tidak dapat harga yang terlalu murah, but it’s a fair game anyway…. Time to get out adalah ketika harga sahamnya sudah melebihi nilai intrinsiknya…

  • Adi
    17 March 2018 at 10:20 AM

    Good article. Maybe i will be invest mbss

Komentar

Artikel Lainnya

Youtube Update

Our Social Media

Arsip Artikel