akuisisi saham BNLI

Harga Saham Terangkat Sentimen Akuisisi, Apakah BNLI masih Layak untuk dikoleksi ?


Terakhir diperbarui Pada 19 February 2019 at 6:45 am

Sejak beberapa bulan terakhir beredar spekulasi pelepasan kepemilikan pemegang saham pengendali BNLI (ASII dan StandChart) kepada investor Jepang. Sejumlah investor asal Jepang berminat untuk akuisisi saham BNLI. Kabar tersebut hingga kini terus menjadi pembicaraan di pasar modal, yang membuat harga saham BNLI mengalami kenaikan yang signifikan. Sebelum kabar akuisisi saham BNLI beredar, harga saham nya masih berada di kisaran harga Rp 500 an. Setelah berita akusisisi saham BNLI beredar, harga sahamnya sudah mencapai Rp 1000,-an pada saat artikel ini ditulis. Hanya dalam waktu singkat, harga saham BNLI naik sekitar 100%. Apakah kenaikan harga sahamnya ini hanya karena sentimen terkait akuisisi saham BNLI ?

 

Spekulasi Akuisisi Saham BNLI kepada Investor Jepang

Sejak awal Desember 2018, banyak pelaku pasar membicarakan rencana akuisisi saham BNLI oleh investor Jepang tersebut. Adapun kabar divestasi yang meluas tersebut menyebutkan bahwa Standard Chartered lah sebagai pihak yang paling berambisi dalam melepaskan saham BNLI, yang dinilainya kini cenderung stagnan dan sangat sulit tanpa suntikan modal.

Di sisi lain, ASII yang berperan sebagai pemegang saham mayoritas pun, dikabarkan tidak bersedia menambahkan modal lagi ke BNLI untuk menyehatkan kondisi keuangan. Karena ASII sendiri baru saja melaksanakan right issue pada 2017 kemarin. Tentunya kondisi tersebut semakin membuat sulit kedua pemegang saham, untuk memperbaiki kinerja BNLI. Sehingga spekulasi yang beredar mengarah pada divestasi yang akan dilakukan oleh kedua pemegang saham terbesar BNLI itu.

Dalam waktu yang hampir bersamaan, banyak pihak yang menyatakan dugaannya terkait akuisisi saham BNLI oleh sejumlah investor Jepang. Sejumlah nama perbankan asal Jepang pun muncul. Mulai dari Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG), Japan Post Bank (JPB), Mizuho Financial Group (MFG) dan Sumitomo Mitsui Financial Group (SMFG). Bank-bank itu memang sedang berupaya membeli Bank di Indonesia. Saat ini hanya nama Mizuho Financial Group (MFG) disebut-sebut menjadi pembeli potensial yang akan akuisisi saham BNLI.

Adapun jika kita melihat lagi ke belakang, dari keempat bank itu beberapa di antaranya sudah ada yang terafiliasi dengan bank-bank di Indonesia. Seperti MUFG yang sudah menjadi pemilik 40% saham PT Bank Danamon Tbk (BDMN), MFG pun ternyata sudah mendirikan PT Bank Mizuhi di Indonesia dan Mizuho menjadi satu-satunya bank Jepang yang sudah hadir di Indonesia. Serta terakhir SMFG pun juga sudah tercatat sebagai pemegang 40% saham PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional TBk (BTPN).

Anyway, bicara soal SMFG dan BTPN sebelumnya pun sudah pernah dibahas oleh Penulis, terkait proses mergernya BTPN dan PT Bank Sumitomo. Untuk membaca nya kembali, Anda bisa mengklik link berikut ini :

 

[Baca lagi : Ingin Masuk Bank BUKU IV, Layakkah Fundamental BTPN ?]

 

Adapun dampak dari spekulasi akuisisi saham BNLI kepada investor Jepang tersebut, membuat harga saham BNLI meroket tinggi dalam waktu ± 1 bulan terakhir. Harga saham BNLI per Desember 2018 sebelum akuisisi saham BNLI ini muncul ke permukaan, masih berada di kisaran harga Rp 500-,an dan kini setelah sentimen akuisisi saham BNLI tersebut muncul, harga sahamnya sudah mencapai Rp 1000,-an. Hanya dalam waktu singkat, harga saham BNLI naik sekitar 100%. Sebagai gambaran lebih jelasnya, bisa dilihat pada screenshot berikut ini :

Kenaikan Harga Saham BNLI Nov 2018 – Jan 2019. Source : https://finance.yahoo.com/chart/BNLI.JK

 

Kenaikan harga saham BNLI tersebut sudah masuk pada kategori top gainers. Lantas apa kenaikan harga saham BNLI tersebut menggambarkan kondisi yang sebenarnya ? Atau hanya terimbas sentimen sementara dari spekulasi akuisisi saham BNLI yang belum terbukti kebenarannya…

 

Sekilas Korporasi BNLI

Sebelum mengetahui kondisi BNLI, ada baiknya lebih dulu sekilas kita mengenal BNLI. PT Bank Permata Tbk merupakan bank hasil merger lima perbankan yakni PT Bank Bali Tbk, PT Bank Universal Tbk, Pt Bank Artamedia, PT Bank Patriot, dan PT Bank Prima Ekspress, yang dilakukan bersamaan pada tahun 2002. Dan bergerak di bawah pengelolaan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). BNLI sendiri sudah melayani hampir 2 juta nasabah yang tersebar di 62 kota di Indonesia, dengan jumlah total 323 kantor cabang.

Secara histori di tahun 2004, Pemerintah Indonesia mendivestasi 71% kepemilikan sahamnya di BNLI kepada sektor swasta, dan berhasil memberi kontribusi positif terhadap perekonomian nasional khususnya sektor perbankan. Namun tidak butuh waktu lama, akhirnya saham Pemerintah diambil alih oleh pihak yang memenangkan tender, yakni Konsorsium Standard Chartered Bank dan PT Astra International Tbk (ASII) yang kini telah menjadi pemegang saham mayoritas BNLI sejak November 2004. Sebagai gambaran skema pemegang saham BNLI, berikut ini :

 

Pemegang Saham BNLI. Source : www.permatabank.com

 

Dengan begitu Standard Chartered Bank dan PT Astra International Tbk (ASII) resmi menjadi pemegang saham pengendali, melalui akuisisi 63% saham BNLI. Adapun saat ini Standard Chartered memiliki saham BNLI sebesar 44.56% atau sebanyak Rp 12.50 miliar saham, demikian halnya dengan ASII (PT Astra International Tbk yang juga memiliki saham BNLI sebesar 44.56% atau sebanyak Rp 12.50 miliar saham. Sementara sisa saham BNLI untuk publik adalah sebesar 10.88% atau sekitar Rp 3.05 miliar

BNLI terbilang beruntung, lantaran kinerjanya ditopang oleh Standard Chartered Bank yang sudah memiliki pengalaman perbankan lebih dari 150 tahun, termasuk satu abad lebih di Asia dan Timur Jauh. Demikian halnya oleh ASII, yang masuk dalam kelompok usaha besar di Indonesia yang dikenal handal dalam sistem manajemen dan SDM.

 

Spekulasi Akuisisi Dibantah

Adapun kabar divestasi saham BNLI belakangan ini kemudian dibantah, dengan posisi ASII dan Standard Chartered yang disinyalir akan tetap mempertahankan BNLI. Hal itu semakin memperkecil kemungkinan untuk ASII maupun Standard Chartered melepas BNLI. Apalagi sebuah konglomerasi seperti ASII, rasanya kurang lengkap berjalan tanpa bisnis bank di dalamnya.

ASII sendiri menyatakan masih positif terhadap prospek jangka panjang BNLI, dan akan tetap mempertahankan kepemilikan sahamnya di BNLI serta akan mendukung rencana bisnis BNLI. Semetara dari sisi Standard Chartered pun hingga kini belum menunjukkan adanya perubahan atas kepemilikan BNLI. Sehingga bisa dikatakan bahwa hingga saat ini kedua pemegang saham utama BNLI tersebut masih sangat support terhadap kinerja BNLI. Selain membantah kabar akuisisi saham BNLI yang akan dilakukan oleh perusahaan asal Jepang, BNLI pun mengklaim bahwa saat ini perusahaannya tengah berupaya meningkatkan kinerjanya.

Tidak hanya itu, ada beberapa fakta yang memang agak berbeda dengan spekulasi yang beredar luas. Di antaranya, fakta pertama bahwa kondisi BNLI kini memang sedang mengalami permasalahan yang sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini, di mana BNLI bermasalah dengan jumlah kreditnya (Non Performing Loan). Sebagai contohnya NPL kredit bermasalah BNLI pernah mencapai kisaran 8.8% pada akhir 2016 yang lalu. Alhasil kondisi itu membuat BNLI membentuk tim khusus untuk memperbaiki aset bermasalahnya, tak pelak risikonya pun BNLI sulit meraih laba. Hingga kini pun BNLI tercatat masih mengalami kendala dalam kredit bermasalah nya, uraian ini yang akan Penulis bahas pada rasio perbankan di bawah…

Fakta kedua, dalam hal perbaikan aset, Standard Chartered dan ASII sebagai pemegang saham aktif berkontribusi dengan menambahkan modalnya ke BNLI. Berdasarkan data Bloomberg, terhitung sejak tahun 2010 hingga 2017 kemarin, BNLI sudah menambah modal dengan skema Hak Memesan Terlebih Dahulu (HMETD) atau right issue sebanyak lima kali, dengan total dana sebesar Rp 13.96 triliun. Adapun berdasarkan informasi perusahaan, sejak tahun 2006 hingga kini, ASII dan Standard Chartered Bank sudah berbagi rata sekitar 89.12% saham. Dengan begitu, kedua pemegang saham mayoritas tersebut, sudah mengeluarkan dana segar hingga Rp 12.44 triliun atau terhitung masing-masing sebesar Rp 6.22 triliun.

 

Kinerja BNLI Kuartal III 2018

Setelah kita tahu sejumlah fakta dibalik spekulasi yang beredar luas di masyarakat, ada baiknya jika kita melihat kinerja BNLI sejauh ini berdasarkan Laporan Keuangan Kuartal III-2018 dengan mempergunakan rasio-rasio perbankan, seperti berikut ini :

 

 

BNLI Kuartal III-2018

BNLI Kuartal III-2017

CAR/KPMM

19.19%

18.84%

Permodalan BNLI kuartal III-2018 VS kuartal III-2017

 

Kemampuan modal BNLI berdasarkan CAR nya mengalami peningkatan, dari 18.84% di kuartal III-2017 naik menjadi 19.19% di kuartal III-2018 kemarin. Meskipun naik tipis dari periode yang sama di tahun sebelumnya, setidaknya daya tahan BNLI dalam menanggung risiko-risiko kerugian di kuartal III-2018 mengalami peningkatan. Dan peningkatan permodalan BNLI, juga sudah tergolong baik lantaran ketahanan modalnya sudah berada di atas batas minimal CAR yang sebesar 14%.

 

 

BNLI Kuartal III-2018

BNLI Kuartal III-2017

Laba Bersih

Rp 494 miliarRp 707 miliar
Pendapatan BungaRp 4.1 triliun

Rp 4.0 triliun

Pendapatan Non Bunga

Rp 1.9 triliunRp 2.6 triliun
ROE3.69%

6.22%

Profitabilitas BNLI kuartal III 2018 VS kuartal III 2017

 

Meskipun CAR BNLI yang cukup baik di 19.19% per kuartal III-2018, BNLI justru mencatatkan penurunan pada Laba Bersih dan Pendapatan Non Bunga. Di mana pencapaian Laba Bersih BNLI turun dari sebesar Rp 707 miliar per kuartal III-2017, menjadi Rp 494 miliar per kuartal III-2018 (turun 30.1%). Laba Bersih BNLI turun karena Pendapatan Non Bunga BNLI yang juga turun dari sebesar Rp 2.6 triliun per kuartal III-2017, menjadi sebesar Rp 1.9 triliun per kuartal III-2018 (turun 26.9%). Demikian halnya dengan ROE BNLI yang harus turun dari sebesar 6.22% per kuartal III-2017 menjadi 3.69% di kuartal III-2018. Pencapaian ROE BNLI tersebut sangat jauh dari batas maksimal ROE yang berkisar di atas 15%.

 

BNLI Kuartal III-2018

BNLI Kuartal III-2017

NPL Gross

4.78%4.70%
NPL Net1.67%

1.75%

BOPO

96.45%

93.10%

Kualitas Kredit dan Efisiensi BNLI kuartal III-2018 VS kuartal III-2017

 

Kualitas kredit BNLI nampaknya agak tertekan, dengan meningkatnya NPL Gross dari 4.70% di kuartal III-2017, naik menjadi 4.78% per kuartal III-2018. Artinya pertumbuhan jumlah kredit kurang lancar BNLI bertambah tipis. Beda halnya dengan NPL Net yang turun, dari 1.75% per kuartal III-2017 menjadi 1.67% kuartal III-2018, menunjukkan bahwa jumlah kredit yang sudah jelas status macetnya mulai berkurang. Setidaknya pertumbuhan NPL Gross BNLI masih berada di bawah batas maksimalnya yakni 5%, demikian halnya dengan NPL Net BNLI yang masih di bawah batas maksimalnya yakni 2%.

Dari segi efisiensi, BOPO BNLI harus mencatatkan angka yang cukup tinggi, yakni sebesar 96.45% per kuartal III-2018. Angka BOPO BNLI ini sudah melebihi batas maksimal 60%, yang menunjukkan bahwa BNLI belum berhasil melakukan efisiensi operasionalnya.

 

BNLI Kuartal III-2018

BNLI Kuartal III-2017

NIM

4.02%

3.94%

LDR

90.61%

82.75%

CASA

46.69%

51.98%

Rentabilitas BNLI kuartal III-2018 VS kuartal III-2017

 

BNLI memiliki NIM yang cukup meningkat dari sebesar 3.94% per kuartal III-2017, naik menjadi 4.02% per kuartal III-2018. Meningkatnya NIM, juga bersamaan dengan meningkatnya LDR BNLI dari sebesar 82.75% per kuartal III-2017, naik menjadi 90.61% per kuartal III-2018. Hal ini menunjukkan bahwa dana yang diperoleh dari pihak ketiga, dapat dioperasikan dengan baik guna diputarkan kembali dalam bentuk kredit.

Adapun untuk CASA BNLI yang menjadi pembanding antara Dana Murah (Tabungan + Giro) dengan Total Dana Pihak Ketiga (Tabungan + Giro + Deposito). Sayangnya CASA BNLI saat ini harus turun dari sebesar 51.98% per kuartal III-2017, menjadi 46.69% per kuartal III-2018.

 

Kesimpulan

Penulis melihat kenaikan harga saham BNLI saat ini, lebih karena adanya sentimen akuisisi yang saat ini sedang beredar di tengah para pelaku pasar, mengingat kondisi BNLI yang hingga kini masih bermasalah dengan NPL Grossnya yang mencapai 4.78% per kuartal III-2018. Menunjukkan kondisi kinerja BNLI yang tidak terlalu baik.

Pak, apakah masih boleh masuk di harga 1000 ? Mempertimbangkan kinerja BNLI yang saat ini sebenarnya terbilang tidak terlalu istimewa, Penulis sendiri lebih suka berinvestasi di Bank BUKU IV yang lebih jelas kinerja fundamental nya. Apalagi jika Anda memaksakan untuk masuk BNLI yang kini berada di kisaran Rp 1000,-an, justru malah akan memperbesar risiko untuk nyangkut (Risk > Reward).

 

###

 

Info:

  • Monthly Investing Plan Februari 2019 sudah terbit. Anda dapat memperolehnya di sini.
  • Cheat Sheet LK Q4 2018 akan segera terbit, Anda dapat memperolehnya di sini.
  • E-Book Quarter Outlook LK Q4 2018 akan segera terbit. Anda dapat memperolehnya di sini.
  • Jadwal Workshop :
    • Workshop Ultimate Value Investing (Surabaya, 9 – 10 Februari 2019) dapat dilihat di sini.
    • Workshop Ultimate Value Investing (Medan, 23 – 24 Februari 2019) dapat dilihat di sini.

1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

2 Comments

  • Ilham R.
    11 February 2019 at 1:35 PM

    Menurut saya dalam beberapa waktu kemungkinan besar harga saham BNLI akan turun, karena hal ini bukan berdasarkan real keadaan fundamental atau kinerja keuangan dari BNLI sendiri tapi hanya perspektif dari masyarakat saja. pasti bagi investor yang sudah lama di dunia pasar modal pun meragukan soal harga saham BNLI yang naik dengan signifikan ini.

  • Dwi
    11 February 2019 at 5:03 PM

    mantap! tetap berpegang utama pada fundamental perusahaanya

Komentar

Artikel Lainnya

Youtube Update

Our Social Media

Arsip Artikel