Terakhir diperbarui Pada 13 Desember 2019 at 7:27 pm
Per tahun 2017 ini, sudah sekitar 25 perusahaan yang mencatatkan saham perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia. Bahkan cukup banyak perusahaan yang akan IPO di semester II 2017 ini. Salah satu IPO yang menarik dan cukup banyak dibicarakan oleh kalangan investor adalah GMF AeroAisa, di mana GMF AeroAsia dijadwalkan akan melakukan IPO pada tanggal 10 Oktober 2017. GMF AeroAsia diperkirakan akan melepas 20% – 30% dari seluruh total saham perusahaan. Dalam artikel ini, saya akan coba membahas sedikit mengenai GMF AeroAsia, dan bagaimana prospek IPO ke depannya.
Pertama kali dibentuk sejak 1949, GMF berawal dari divisi Maintenance & Engineering (M&E) Garuda Indonesia. Pada tahun 1998 divisi M&E ini berubah menjadi Strategic Business Unit Garuda Maintenance – Facility (SBU – GMF) yang menangani seluruh aktivitas perawatan armada Garuda Indonesia, sehingga Garuda Indonesia lebih fokus kepada core business nya, yaitu operator penerbangan. Barulah pada tahun 2002, Garuda Indonesia melakukan spin-off terhadap SBU – GMF sehingga resmi menjadi anak usaha dengan nama PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia.
Struktur Organisasi Garuda Indonesia Group
Perusahaan bergerak pada jasa perawatan, reparasi, dan overhaul pesawat terbang. GMF memiliki 5 jasa yang ditawarkan :
- Line Maintenance.
Merupakan perawatan pesawat seperti Pre-Flight Check, Transit Check, Daily Check, serta perawatan lainnya yang bertujuan mengurangi perawatan yang tidak terjadwal dan keterlambatan teknis.
- Base Maintenance
Merupakan jenis perawatan heavy check rutin, modifikasi besar, pengecatan eksterior, hingga finishing dekoratif. Untuk perawatan ini dilakukan di hanggar besar di mana GMF saat ini memiliki fasilitas tiga hangar
- Component Services
Merupakan jasa repair dan overhaul untuk instrument pesawat, kontrol elektronik, radar, navigasi, flight data recorder, dan gyros.
- Engine Maintenance
Merupakan perawatan mesin pesawat dan Auxiliary Power Unit (APU) yang dilakukan di Engine Workshop
- Cabin Maintenance
Merupakan jasa perawatan kabin pesawat, termasuk di dalamnya in-flight entertainment, yang dilakukan saat Pre-Flight Check, Transit Check, Daily Check, dan Monthly Inspection.
Saat ini, 65% dari revenue GMF didapatkan dari induk usahanya Garuda Indonesia, sementara 35% sisanya dari Non Garuda Indonesia Group. Perusahaan mentargetkan bahwa di tahun 2021, rasio nya akan berbalik menjadi 65% revenue didapatkan dari Non-Garuda Indonesia Group. Saat ini, pangsa pasar GMF baru sebesar 32% dan belum menyentuh pangsa pasar pesawat asing. Oleh karena itu wajar saja apabila perusahaan memiliki target untuk mencapai pendapatan US$ 1 miliar di tahun 2021 nanti.
Kinerja GMF AeroAsia selama 6 tahun terakhir cukup baik. Dilihat dari pertumbuhan laba bersih dan pendapatan yang cukup konsisten selama 2011 – 2016. Sebagai gambaran, di tahun 2011, perusahaan membukukan laba bersih US$ 7.3 juta. Lalu, tahun 2016 perusahaan membukukan laba bersih US$ 57.7 juta. Kenaikan laba bersih ini juga disumbangkan dari kenaikan pendapatan usaha juga bertumbuh dari US$ 185.8 juta menjadi US$ 388.6 juta.
Dari kinerja pendapatan dan laba bersih tersebut, kita juga dapat melihat bahwa perusahaan memiliki Net Profit Margin yang meningkat, dari 3.9% di tahun 2011 menjadi 14.86% di tahun 2016. ROE juga meningkat dari 12.4% di 2011 menjadi 33.5% di 2016. Hanya saja perusahaan memiliki Debt to Equty Ratio (DER) 1.56X, di mana per posisi terakhir, perusahaan memiliki hutang US$ 270.0 juta berbanding ekuitas US$ 172.5 juta.
Jika kita bicara mengenai prospek kinerja perusahaan, bisa dikatakan industri penerbangan dan MRO juga masih memiliki prospek yang sangat baik. Aspek perawatan pesawat menjadi kebutuhan mendasar dan memegang peranan penting bagi maskapai penerbangan dalam menjaga kualitas. Industri penerbangan global sendiri ke depan diprediksi meningkat 4.8% per tahun.
However, kinerja GMF yang cemerlang ini berbanding terbalik dengan induk usahanya, Garuda Indonesia, di mana seperti kita ketahui, GIAA mencatat kerugian sebesar US$ 283.8 juta (setara Rp 3.8 triliun) pada 1H17. Berdasarkan pengalaman, kinerja saham anak usaha turut dipengaruhi oleh kinerja saham induk usaha, faktor ini lah yang kemungkinan bisa menjadi pemberat bagi GMF AeroAsia nantinya. Lewat IPO GMF AeroAsia ini pun Garuda Indonesia juga berharap bisa memperkecil kerugian sekaligus juga meningkatkan nilai ekuitasnya.
Dalam IPO nya nanti, GMF menawarkan 30% sahamnya (setara 10.89 miliar lembar saham) pada harga Rp 390 – 510 per lembar saham. Artinya, dari proses IPO ini diperkirakan GMF akan mendapatkan dana segar sekitar Rp 4.2 triliun – Rp 5.5 triliun. Dana ini bisa dibilang cukup besar. Jika terserap maksimal, bisa dikatakan IPO GMF akan menjadi IPO dengan nilai emiten terbesar sepanjang tahun 2017. Sekedar gambaran, angka ini juga setara dengan dana yang diterima oleh WSBP saat IPO tahun 2016 silam (Rp 5.07 triliun). Menurut keterangan saat public expose, sebanyak 60% dari hasil IPO ini nantinya akan digunakan untuk investasi peningkatan kapasitas di line maintenance, 25% untuk kebutuhan modal kerja, dan 15% untuk refinancing.
———
Lalu apakah harga Rp 390 – 510 ini tergolong murah atau mahal?
Dengan asumsi target laba perusahaan sebesar US 69 juta (Rp 920 miliar) tercapai, dan jumlah saham beredar GMF saat ini adalah 36.3 miliar lembar saham. Maka, kita bisa dapatkan laba bersih per lembar saham GMF adalah Rp 920 miliar : 36.3 miliar lembar saham, yaitu sekitar Rp 25.3 per lembar saham.
Demikian, jumlah ekuitas yang saat ini sebesar US$ 172.5 juta, ditambah dana IPO Rp 4.2 triliun – Rp 5.5 triliun, maka ekuitas GMF akan menjadi Rp 6.5 triliun – Rp 7.8 triliun setelah IPO (kita pakai Rp 7.1 triliun sebagai nilai tengah). Maka, kita juga bisa dapatkan nilai buku (book value) per lembar saham GMF termasuk dana IPO adalah Rp 7.1 triliun : 36.3 miliar lembar saham, yaitu sekitar Rp 195.6 per lembar saham.
Dengan demikian, Price to Earnings Ratio (PER) GMF adalah 15.4X – 20.1X dengan Price to Book Value (PBV) GMF adalah 1.9 X – 2.6X. Untuk ukuran perusahaan dengan ROE di atas 30%, maka valuasinya masih bisa dibilang cukup menarik. Meskipun, in my personal opinion, dengan kondisi GIAA yang rapor nya masih merah seharusnya GMF bisa memberikan diskon yang lebih besar lagi untuk menarik minat yang lebih besar.
REVISI (1 Okt 2017) :
Paragraf yang diberikan huruf italic di atas harus direvisi karena di awal Oktober 2017 atau beberapa hari sebelum pelaksanaan IPO, perusahaan mengumumkan bahwa jumlah saham yang dilepas adalah 10% di harga IPO Rp 400, bukan 30% seperti yang direncanakan sebelumnya, maka perhitungan di atas pun mengalami perubahan menjadi sebagai berikut :
Dengan asumsi target laba sebesar US 69 juta ini tercapai, dan jumlah saham beredar GMF saat ini adalah 28.2 miliar lembar saham. Maka, bisa dapatkan laba bersih per saham GMF adalah Rp 920 miliar : 28.2 miliar lembar saham, yaitu sekitar Rp 32.6 per lembar saham. Lalu, jumlah ekuitas yang saat ini sebesar US$ 172.5 juta, ditambah dana IPO Rp Rp 1.1 triliun, maka ekuitas GMF akan menjadi Rp 3.4 triliun setelah IPO.
Maka, kita juga bisa dapatkan nilai buku (book value) per lembar saham GMF termasuk dana IPO adalah Rp 3.4 triliun : 28.2 miliar lembar saham, yaitu sekitar Rp 120.6 per lembar saham. Dengan demikian, Price to Earnings Ratio (PER) GMF adalah 12.3X dengan Price to Book Value (PBV) adalah 3.3 X. Artinya, valuasi nya menjadi tidak lagi menarik karena MAHAL. Meskipun kinerja fundamental nya bagus namun tetap saja dengan faktor kegagalan IPO GIAA, rasanya harga IPO ini terlalu mahal.
———
Secara overall, bisnis GMF sejatinya cukup menarik karena kinerja GMF AeroAsia meyakinkan ketimbang induk usahanya PT Garuda Indonesia (GIAA). Selain sisi jenis usahanya yang lebih risk-moderate ketimbang induk usahanya, juga jenis usaha yang tidak terlalu memakan biaya besar. Dapat terlihat dari Gross Profit Margin sebesar 77.5%, Operating Profit Margin sebesar 22.5%, dan Net Profit Margin sebesar 14.9%. Di sisi lain, GMF juga cukup sehat dengan rasio likuiditas yang cukup baik (Current Ratio 2.24X).
Jadi kesimpulannya, apakah IPO GMF ini layak dibeli atau tidak? Kalau itu, saya kembalikan kepada Anda masing-masing. Saya pun tidak tahu apakah harga sahamnya akan terbang bebas seperti saham-saham yang IPO di semester 1 2017 lalu.
Namun yang jelas, saya melihat setidaknya perusahaan memiliki fundamental yang cukup bagus dan resiko yang lebih rendah dalam berinvestasi. Semoga dengan beberapa penjelasan di atas bisa membantu Anda untuk mengambil keputusan terkait beli atau tidaknya IPO GMF ini.