Pasca BMAD Resmi Dicabut

Kinerja ekspor baja Indonesia dalam beberapa tahun terakhir sempat terkendala sejak Indonesia dikenakan bea masuk anti dumping oleh Malaysia dan Australia. Namun pasca BMAD resmi dicabut, kini Indonesia sudah terbebas pengenaan bea masuk anti dumping dari kedua negara tersebut. Hal itu cukup memberikan dampak yang positif terhadap emiten baja Indonesia. Salah satunya Krakatau Steel  (KRAS) yang selama ini banyak mengekspor bajanya untuk Malaysia. Pertanyaannya kini, seberapa besarkah peluang ekspor baja Indonesia pasca BMAD resmi dicabut ? Dan seperti apa prospek emiten industri baja ke depan ?

 

Produk Baja Gulungan KRAS. Source : berbagar sumber

 

Latar Belakang Pemberlakuan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD)

Ekspor baja Indonesia sempat mengalami kendala lantaran adanya pengenaan bea masuk anti dumping (BMAD) oleh Malaysia sejak 2015. Pasalnya penerapan bea masuk anti dumping terhadap baja Hot Rolled Coils (HRC) Indonesia tersebut berlaku selama lima tahun sejak 2015 – 2020. Kisaran bea masuk anti dumping yang ditetapkan oleh Malaysia sebesar 11.2% – 25.4%. Pengenaan bea masuk anti dumping oleh Malaysia tidak lepas karena Malaysia sendiri ingin melindungi industri baja dalam negeri.

Namun dalam perkembangan selanjutnya penerapannya tidaklah mulus. Industri dalam negeri Malaysia mengalami permasalahan internal. Dampaknya pun operasional perusahaan baja Malaysia Megasteel yang memproduksi HRC dihentikan secara keseluruhan. Sehingga terhitung sejak tahun 2016, Malaysia sudah tidak lagi memiliki kemampuan untuk memasok HRC ke pasar domestik negaranya. Hal itu sudah mengubah kondisi pasar domestik Malaysia. sementara kebijakan bea masuk anti dumping menjadi tidak relevan karena sudah tidak adanya industri di Malaysia yang membutuhkan perlindungan. Malahan Malaysia kemudian memohon agar bea masuk anti dumping terhadap produk baja HRC (Hot Rolled Coil) Indonesia diturunkan.

Kondisi berhentinya operasional industri baja di Malaysia tersebut, rupanya dimanfaatkan oleh industri baja Indonesia seperti KRAS. KRAS bertindak cepat dengan mengajukan peninjauan kembali terkait pengenaan bea masuk anti dumping terhadap produk baja dari Indonesia.

Dampak yang ditimbulkan dari pengenaan bea masuk anti dumping terhadap produk baja HRC Indonesia pada 2015 saat itu cukup negatif. Lantaran kinerja ekspor baja HRC Indonesia pada saat itu mengalami gangguan. Padahal sebelum Indonesia dikenakan bea masuk anti dumping, volume ekspor baja HRC Indonesia ke Malaysia pada 2014 mampu mencatatkan nilai sebesar USD 30 juta Dollar. Namun, volume ekspor baja HRC Indonesia harus mengalami penurunan menjadi USD 8.6 juta Dollar di tahun pertama pengenaan bea masuk anti dumping.

Pengenaan bea masuk anti dumping terhadap produk baja Indonesia, tidak hanya datang dari Malaysia saja. Australia pun lebih dahulu mengenakan bea masuk anti dumping atas produk baja HRP (Hot Rolled Plate) dari Indonesia selama 5 tahun (2013 – 2018). Besaran bea masuk anti dumping yang dikenakan oleh Australia adalah sekitar 8.6% hingga 19%.

Adapun jumlah ekspor baja HRP (Hot Rolled Plate) Indonesia ke Australia, sebelum dikenakan bea masuk anti dumping pernah mencapai sebesar USD 32 juta Dollar di tahun 2012. Nilai ekspor tersebut terus tergerus hingga mencapai USD 1.2 juta Dollar, pada periode Januari – September 2018.

 

Update 2019 : Indonesia Bebas dari Bea Masuk Anti Dumping

Sejak 9 Februari 2019 kemarin Malaysia resmi memutuskan, untuk tidak lagi mengenakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap impor produk baja Hot Rolled Coil (HRC) asal Indonesia. Keputusan Malaysia tersebut merupakan implementasi dari hasil pertemuan antar menteri di Malaysia pada Agustus 2018 lalu. Adapun setelah pertemuan antara menteri tersebut, dibutuhkan waktu sekitar 6 bulan untuk meninjau ulang pengenaan bea masuk anti dumping terhadap Indonesia. Mulai dari pembuatan aplikasi permohonan, pengisian kuesioner, dan pembuatan tanggapan maupun sanggahan.

Dari hasil review tersebut, Malaysia menyimpulkan saat ini tidak ada industri di Malaysia yang mampu menyuplai produk HRC, terlebih lagi perkiraan kebutuhan baja di Malaysia saja sekitar 9.4 juta ton per tahunnya. Kondisi tersebut membuat Malaysia mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan baja HRC. Sehingga, mau tidak mau Malaysia kembali mencabut pengenaan bea masuk anti dumping terhadap produk baja HRC dari Indonesia demi memenuhi kebutuhan baja dalam negeri.

Demikian halnya, dengan Australia yang tidak melakukan perpanjangan waktu untuk pengenaan bea masuk anti dumping dari Australia terhadap produk baja HRP (Hot Rolled Plate) asal Indonesia.  Berdasarkan informasi resmi Otoritas Australia, memang tidak ada langkah perpanjangan bea masuk anti dumping pada 19 Desember 2017, atau tepatnya setahun sebelum bea masuk anti dumping berakhir.

 

Dampak Terhadap KRAS & Emiten Baja Nasional

Pengenaan bea masuk anti dumping terhadap produk baja HRC dari Indonesia memang memukul penjualan ekspor sejumlah emiten, seperti KRAS. Jika ditinjau penjualan ekspor KRAS berdasarkan Laporan Keuangan Tahunan 2017. Kita akan mendapati penurunan penjualan ekspor Hot Roiled Coil (HRC) KRAS dari tahun ke tahun. Sebagai gambaran lebih jelasnya, seperti berikut ini :

 

Ekspor HRC KRAS

Penjualan Ekspor HRC KRAS 2011 – 2017. Source : Annual Report KRAS 

 

Dengan terbebasnya Indonesia dari pengenaan bea masuk anti dumping (BMAD) untuk produk baja HRC (Hot Rolled Coil) oleh Malaysia, dan juga pengenaan bea masuk anti dumping untuk produk HRP (Hot Rolled Plate) oleh Australia. Hal itu semakin memperbesar peluang ekspor baja Indonesia saat ini.

Terlebih lagi bagi emiten yang memproduksi baja, seperti halnya KRAS berupaya pengajuan peninjauan bea masuk anti dumping saat itu (seperti yang Penulis sebutkan di atas). Kini pintu ekspor produksi baja HRC KRAS ke Malaysia terbuka lebar. KRAS sendiri menargetkan volume ekspor baja HRC ke Malaysia mencapai 500 ribu ton. Begitu pun, dengan target volume ekspor baja HRP ke Australia yang ditargetkan mencapai 5.000 ton per kuartal. KRAS pun berpotensi menjadikan Australia sebagai negara tujuan ekspor bajanya. Besar kemungkinan pasar baja KRAS, akan mengalami peningkatan penjualan dan produksi yang berkisar 20% – 30% di tahun 2019.

Hanya saja, Penulis belum melihat bahwa pembebasan bea masuk anti dumping ini akan meningkatkan kinerja KRAS secara keseluruhan. Meskipun penjualan ekspor diperkirakan akan meningkat sekitar 20 – 30%, namun belum mampu mengangkat kinerja KRAS secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan kontribusi penjualan ekspor KRAS masih jauh di bawah kontribusi penjualan domestiknya. Sebagai gambaran di tahun 2014 (sebelum bea masuk anti dumping diberlakukan), penjualan ekspor KRAS adalah USD 53.9 juta, sementara penjualan domestik KRAS adalah sebesar USD 1.5 miliar. Dengan kata lain, kontribusi penjualan ekspor KRAS hanya sebesar 3.5% dari total penjualan. Lebih jelasnya Anda bisa lihat di dalam table berikut ini :

 

Penjualan Domestik dan Ekspor KRAS 2013 – 2017. Source : Annual Report KRAS 2017

 

Meskipun tidak berdampak secara langsung terhadap kinerja emiten seperti KRAS, namun pembebasan bea masuk anti dumping ini cukup mendorong neraca perdagangan Indonesia, terutama untuk memperkecil nilai defisit neraca perdagangan nya. Selain itu, pemerintah kita pun sudah menerbitkan kebijakan yang mengatur pembatasan impor baja pada Januari 2019 kemarin. Adapun pembatasan impor tersebut, di atur melalui Permendag No. 110/2018 terkait Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, Produk Turunannya. Tidak lain tujuannya, adalah untuk melindungi emiten industri baja nasional. Sehingga ke depannya, volume import baja pun akan dibatasi, dan lebih mengandalkan produk baja dalam negeri.

 

Kesimpulan

Kini ekspor baja Indonesia semakin terbuka lebar, pasca BMAD resmi dicabut oleh Malaysia dan Australia yang sama-sama menghapuskan pengenaan bea masuk anti dumping pada kedua negera tetangga tersebut. Tidak hanya ekspor baja Indonesia, emiten yang bergerak di bisnis baja pun akan ikut merasakan dampak posiifnya.

Hanya saja, sebagai investor yang bijak jangan langsung melihat sentiment ini sebagai satu-satunya alasan dalam mengambil keputusan dalam berinvestasi. Karena jika kita perhatikan lebih detail, ternyata emiten seperti KRAS hanya memiliki kontribusi penjualan ekspor sebesar 3.5% dari total penjualan secara keseluruhan. Sehingga pembebasan bea masuk anti dumping ini juga tidak berperan signifikan dalam mengangkat kinerja perusahaan.

Setidaknya pasca BMAD resmi dicabut, dapat memberikan potensi yang baik bagi pertumbuhan ekspor baja Indonesia secara keseluruhan. Apalagi pemerintah Indonesia per Januari 2019 sudah menerbitkan kebijakan yang terkait pembatasan impor.

 

###

 

Info:

  • Monthly Investing Plan Maret 2019 akan segera terbit. Anda dapat memperolehnya di sini.
  • Cheat Sheet LK Q4 2018 akan segera terbit, Anda dapat memperolehnya di sini.
  • E-Book Quarter Outlook LK Q4 2018 akan segera terbit. Anda dapat memperolehnya di sini.
  • Jadwal Workshop :
    • Workshop & Advance Value Investing (Jakarta, 16 – 17 Maret 2019) dapat dilihat di sini.

Tags : Pasca BMAD Resmi Dicabut | Pasca BMAD Resmi Dicabut | Pasca BMAD Resmi Dicabut | Pasca BMAD Resmi Dicabut | Pasca BMAD Resmi Dicabut | Pasca BMAD Resmi Dicabut | Pasca BMAD Resmi Dicabut | Pasca BMAD Resmi Dicabut | Pasca BMAD Resmi Dicabut | Pasca BMAD Resmi Dicabut | Pasca BMAD Resmi Dicabut

1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

reCaptcha v3
keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

1 comment on “Peluang Ekspor Baja Indonesia Pasca Bea Masuk Anti Dumping Resmi Dicabut

  1. Kemungkinan besar untuk ditahun ini sangat bagus kah berinvestasi disektor ini? atau bergantung pada pemilu tahun ini juga?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *