
Artikel telah ditinjau oleh: Stock Market Analyst RK Team
Jika dalam artikel sebelumnya, kinerja fundamental CDIA sudah dibahas. Maka dalam artikel kali ini kita akan coba bahas 10 fakta IPO CDIA. Pasalnya sampai per artikel ini ditulis IPO CDIA ini masih mampu menyedot atensi banyak investor, baik itu dari ritel maupun institusi. Kehadiran CDIA diyakini memiliki dukungan value yang kuat, bukan hanya dari sisi bisnis yang solid. Namun juga karena adanya koneksi dan struktur bisnis yang menunjang prospeknya di masa depan. Nah untuk itu, langsung saja kita bahas 10 Fakta IPO CDIA!
Daftar Isi
Berikut 10 Fakta IPO CDIA!
Struktur Kepemilikan Saham yang Solid
Pemegang saham terbesar CDIA ialah PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA), yang merupakan anggota Barito Pacific Group. TPIA menguasai hampir 70% saham CDIA, hal ini menjadikan TPIA sebagai Pemegang Saham Pengendali CDIA. Dengan adanya TPIA, telah memberi sinyal yang kuat, bahwa struktur kepemilikan saham dalam perusahaan berada di pihak yang tepat, dengan pengalaman dan kredibilitas yang tinggi di sektor industri berat dan energi.
Pemegang saham terbesar kedua di CDIA, adalah EGCO (Electric Generating Public Company Limited), produsen listrik independen pertama berbasis di Thailand. EGCO merupakan sebuah perusahaan induk dengan total kapasitas listrik mencapai 6.608 MWe.
EGCO Grup inilah yang merupakan pemilik Phoenix Power B.V – sebuah perusahaan asal Belanda yang terafiliasi dengan Prajogo Pangestu lewat BRPT. Di mana Phoenix Power B.V. ini juga menjadi Pemegang Saham CDIA dengan kepemilikan sekitar 33%. Singkatnya EGCO ini memiliki Phoenix Power B.V., yang menguasai sebagian saham CDIA – artinya EGCO ini memiliki saham CDIA secara tidak langsung. Di bawah ini adalah gambaran porsi kepemilikan saham CDIA:
Pemegang Saham CDIA yang Solid. Source: Prospektus CDIA 2025
Didukung Kekuatan Barito Pacific Group
Barito Pacific Group, konglomerasi bisnis yang memiliki track record sukses dalam membawa jajaran emitennya melantai di Bursa. Emiten di bawah naungan Barito Pacific Group ini meliputi BRPT, TPIA, CUAN, BREN, PTRO, hingga GZCO. Hal tersebut kian memperkuat reputasi Barito Pacific Group sebagai Induk Usaha yang akan membantu mendorong laju bisnis CDIA.
Dengan kekuatan payung bisnis Barito Pacific Group, dan berfokus di sektor infrastruktur dan utilitas pengelolaan Energi, Air, Pelabuhan, serta Logistik yang sudah mendapatkan posisi strategis di Asia Tenggara. Hal tersebut, membuat CDIA berbeda dari mayoritas emiten Barito Pacific Group lainnya.
Tidak hanya itu, berdasarkan Prospektus CDIA, disebutkan bahwa CDIA memiliki manajemen yang berpengalaman dan berdedikasi khususnya di industri infrastruktur domestik. Ditambah lagi dengan cakupan jaringan bisnis yang luas dan mumpuni di sektornya. Termasuk juga dengan akses pendanaan dalam jangka panjang. Tak heran, jika sejak CDIA memasuki Masa Penawaran Awal di Bursa sudah berhasil mengantongi banyak antusiasme dari investor saham.
Keterhubungan dengan Proyek-Proyek Strategis yang Berskala Besar
Sebagai perusahaan induk di sektor infrastruktur, CDIA banyak menjalankan operasional bisnis melalui Entitas Perusahaan Anak yang bergerak pada bidang penyediaan energi, utilitas, hingga layanan pelabuhan di kawasan Cilegon. Kawasan ini merupakan pusat industri Krakatau, yang juga dikenal sebagai produsen utama petrokimia dan baja nasional. Berkat keterhubungan antar bisnis tersebut, CDIA memiliki akses langsung ke proyek-proyek berskala internasional. Yang tentunya juga dilengkapi dengan dukungan infrastruktur yang modern.
[Baca lagi: IPO CDIA, Emiten Infrastruktur yang Masih Underrated?]
Hubungan Konglomerasi baik Nasional dan Internasional
CDIA bukan hanya mengandalkan kekuatan bisnis Barito Pacific Grup. Namun CDIA juga menjaga hubungan kemitraan dengan banyak perusahaan besar, mulai dari TPIA Grup, Salim Grup, KRAS (PT Krakatau Steel Tbk) Grup, hingga Posco (PT Krakatau Posco). Di mana untuk KRAS dan TPIA adalah pelanggan strategis CDIA dalam konsumsi listrik, logistic, pelabuhan dan penyimpanan, hingga air. Dengan kontribusi masing-masing, KRAS 35.3% dan TPIA 8.1% terhadap total pendapatan CDIA tahun 2024.
Demikian juga dengan Posco yang merupakan pelanggan utama CDIA, dalam kepentingan penjualan listrik dan jasa kelistrikan. Bahkan antara KCE (anak usaha CDIA) dan Posco membentuk joint venture bernama KPE, yang juga memiliki PLTGU berkapasitas 200 MW yang menggunakan offgas dari Posco untuk bisa menghasilkan listrik.
Sedangkan hubungan dengan Salim Grup, terjadi melalui kepemilikan saham di TPIA. Di mana CDIA ini adalah anak usaha TPIA, yang masih bagian dari ekosistem Barito Pacific Grup. Di sini TPIA memiliki hubungan dengan Salim Grup. Dengan itu, meski CDIA bukan anak usaha langsung Salim Grup. Namun dengan kepemilikan saham di TPIA oleh Salim Grup, maka secara tidak langsung sudah menghubungkan CDIA dengan Salim Grup.
Termasuk kemitraan dengan EGCO Grup yang berasal dari Thailand, yang memiliki strategi bisnis “Triple P”. Berfokus pada ekspansi di bidang energi dan kelistrikan, untuk menjaga pendapatan dan pertumbuhan laba secara berkelanjutan.
Hubungan konglomerasi yang besar tersebut, sangat menguntungkan CDIA dari sisi keterbukaan akses bisnis ke berbagai bentuk dukungan yang kuat meliputi: keahlian, jaringan, teknologi, pembiayaan global, dan ekspansi regional yang lebih luas, hingga pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan.
Prospek Bisnis Jangka Panjang
Meskipun IPO CDIA didukung oleh kekuatan besar yang dimiliki Barito Pacific Grup. Namun bukan berarti CDIA mengincar keuntungan instan. Mempertimbangkan fokus bisnis CDIA yang berada di layanan utilitas dan logistik dalam jangka panjang, dengan sifat kontrak multiyears dan recurring income. Tentu ini berpotensi menciptakan keberlanjutan pendapatan yang stabil. Adapun Potensi dari masing-masing lini bisnis CDIA:
Di sektor energi
Diperkirakan kebutuhan listrik Nasional dapat meningkat signifikan, dari 334 TWh di 2024 menjadi 595 TWh pada 2034 mendatang. Peningkatan kebutuhan listrik ini, seiring dengan semakin meningkatnya konsumsi per kapita, yang juga ditambah oleh laju ekspansi industri. Pemerintah sendiri menargetkan kontribusi EBT bisa mencapai 35% dalam bauran Energi Nasional di tahun 2034 nanti. Tentunya ini akan membuka peluang dalam proyek-proyek kelistrikan, termasuk juga dengan pembangkit berbasis gas dan energi ramah lingkungan.
Prospek Permintaan Sektor Energi. Source: Prospektus CDIA 2025
Sektor Logistik
Indonesia sebagai negara kepulauan, berpotensi mengalami fase peningkatan kebutuhan logistik cair. Khususnya untuk komoditas minyak, gas, bahan kimia, dan produk turunannya. Dengan itu, maka dukungan atas kebijakan cabotage dan kebutuhan impor energi bisa membuat permintaan jasa pengangkutan kargo curah cair (liquid bulk cargo/LBC) naik signifikan, dibandingkan kargo curah kering (dry bulk cargo/DBC).
Apalagi, kebijakan cabotage Indonesia, hanya memperbolehkan kapal Indonesia saja yang mengangkut komoditas tersebut di dalam negeri. Alhasil permintaan kapasitas kapal kargo curah cair terus meningkat. Dengan kondisi itu, diperkirakan pertumbuhan sektor Logistik ini bisa mencapai CAGR 2.4% sepanjang periode 2024–2034. Naiknya kebutuhan tersebut dapat memperkuat bisnis logistik yang terintegrasi seperti milik CDIA.
Prospek Permintaan Sektor Logistik. Source: Prospektus CDIA 2025
Sektor Pelabuhan dan Penyimpanan
Di tahun 2024, kapasitas penyimpanan Nasional tercatat 13.5 juta m³ dan diperkirakan berpotensi tumbuh dengan CAGR 3.3% di 2034. Hal ini didorong oleh permintaan energi dan bahan kimia yang meningkat. Disusul dengan adanya tantangan logistik yang dapat timbul dari faktor geografis Indonesia yang tersebar. Kondisi ini, berpotensi membuka peluang besar bagi pengembang infrastruktur pihak ketiga seperti halnya CDIA. Khususnya untuk operasi di Kawasan Industri Strategis seperti Merak dan Cilegon.
Prospek Permintaan Storage. Source: Prospektus CDIA 2025
Sektor Air
Potensi CDIA juga bisa terbuka di sektor air, lantaran permintaan air bersih di Indonesia diperkirakan akan naik 5.5% per setiap tahunnya hingga tahun 2034. Tidak hanya itu, Pemerintah juga menargetkan kemudahan akses air perpipaan di seluruh kota tercapai di tahun 2045. Didukung juga dengan kebijakan, seperti Inpres No.1/2024 yang mampu mendorong pertumbuhan proyek pengolahan air (WTP). Hal ini akan berimbas positif pada pertumbuhan bisnis yang dijalankan oleh PT Krakatau Tirta Industri (KTI), anak usaha CDIA.
Prospek Permintaan Sektor Pengelolaan Air Bersih. Source: Prospektus CDIA 2025
Suntikan Modal dari TPIA dan EGCO Group
Jauh sebelum realisasi IPO CDIA, tercatat pada April 2025 TPIA dan EGCO Grup telah melakukan aksi penyuntikan modal tambahan ke PT Chandra Daya Investasi (yang saat itu dikenal sebagai CDI Grup) dengan total nilai US$185 juta atau setara Rp3.1 triliun. Dengan rincian:
- TPIA menyuntik dana sebesar US$90 juta.
- EGCO Grup suntik dana sebesar US$95 juta.
Suntikan modal di atas, menegaskan komitmen TPIA untuk terus mempertahankan kepemimpinan di CDIA, sebagai bentuk strategi bisnis infrastruktur. Demikian pula, dari sisi EGCO Grup yang juga menyuntikkan modal. Dengan tujuan memperkuat hubungan kemitraan dan mendorong pertumbuhan aset CDIA di sektor infrastruktur, mulai dari Energi, Logistik, Pelabuhan dan Penyimpanan, dan Air. Penambahan modal dari EGCO, secara tidak langsung telah menunjukkan kepercayaan yang tinggi terhadap prospek solusi infrastruktur yang ditawarkan CDIA.
Ekspansi Armada Kapal
Melalui anak usaha PT Chandra Shipping International (CSI), CDIA berencana melakukan penambahan unit kapal di sepanjang 2025. Dan menjelang IPO CDIA, per Juni 2025 rupanya CDIA secara resmi sudah mengoperasikan dua kapal pengangkut gas ethylene. Pengoperasian kapal pengangkut tersebut termasuk ke dalam strategi bisnis logistik CDIA, untuk dapat memperkuat posisi perusahaan di pasar maritim dan memperluas kapasitas layanan logistik laut. Serta mendukung pembangunan ekosistem yang lebih terintegrasi.
Penjamin Emisi IPO yang Solid
Rencana IPO CDIA ini nantinya akan didukung oleh enam Underwriters, diantaranya: Henan Putihrai Sekuritas (HP), DBS Vickers Sekuritas Indonesia (DP), Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk (LG), BNI Sekuritas (NI), BCA Sekuritas (SQ), dan OCBC Sekuritas indonesia (TP).
Secara track record, keenam Underwriters tersebut memiliki pengalaman yang positif dalam mendukung terlaksananya IPO emiten di Bursa. Sehingga diperkirakan IPO CDIA bisa melantai ke Bursa dengan pondasi yang kuat, dan mendapatkan respon baik dari market.
- Strategis di Peta Industri Nasional
Jauh sebelum rencana IPO CDIA, sepak terjangnya sudah terbilang mumpuni dengan posisi yang strategis dalam industri infrastruktur energi, air, dan logistik di Asia Tenggara.
Misalnya saja di salah satu lini bisnis CDIA, yakni dalam penyediaan listrik sudah mampu untuk memenuhi kebutuhan internal kawasan industri Krakatau. Ataupun hanya untuk dijual ke jaringan listrik Nasional, di mana ini untuk supply listrik PLN.
Terlebih lagi, rencana bisnis CDIA juga sejalan dengan Visi Emas Indonesia di tahun 2045. Di mana Pemerintah telah menentukan prioritas atas pembangunan infrastruktur pelabuhan dan logistik pengiriman. Yang pada gilirannya dapat meningkatkan konektivitas Nasional dan menawarkan potensi investasi yang lebih besar, baik untuk domestik maupun internasional.
CDIA Memiliki Investasi Saham di RATU
Fakta IPO CDIA yang juga tak kalah menarik adalah adanya investasi CDIA di PT Raharja Energi Cepu Tbk (RATU). Tercatat dalam Neraca Keuangan, CDIA memiliki sekitar 4.99% saham RATU. Dengan total nilai investasi sebesar US$9.64 juta atau setara Rp155.8 miliar. Nilai kepemilikan tersebut, secara tidak langsung mengimplikasikan harga kepemilikan Rp1.150 per saham atau setara harga IPO RATU.
Rincian Aset Keuangan CDIA. Source: Prospektus CDIA 2025
Kesimpulan
10 fakta IPO CDIA di atas, setidaknya telah mencerminkan daya tarik emiten infrastruktur ini, sampai berhasil menyedot perhatian pasar. Bagaimana tidak, CDIA didukung oleh struktur kepemilikan yang kuat, koneksi konglomerasi lokal dan internasional yang juga kredibel. Ditambah lagi dengan prospek bisnis pembangunan infrastruktur yang menyeluruh dalam jangka panjang, mulai dari sektor energi, logistik, pelabuhan, dan air.
Berada di bawah naungan Barito Pacific Group dan TPIA, dan memiliki kemitraan strategis dengan EGCO (Thailand), Salim Group, KRAS, dan Posco. Membuat bisnis infrastrukturnya terkoneksi langsung dengan banyak proyek besar di kawasan industri strategis. Salah satunya di KIK Cilegon.
IPO CDIA ini juga melibatkan enam underwriters ternama, yang digadang-gadang mampu menyukseskan proses melantainya CDIA ke Bursa. Tidak hanya itu, CDIA juga dinilai unggul dalam potensi pertumbuhan jangka panjangnya. Berkat semakin meningkatnya permintaan energi, logistik, fasilitas penyimpanan, hingga air bersih di tahun 2034 mendatang.
Memperhatikan fakta-fakta di atas, seberapa besar optimisme teman-teman investor terhadap IPO CDIA? Jangan lupa juga, lakukan analisis secara deep terhadap potensi risiko yang perlu diwaspadai dari emiten infrastruktur dari Barito Pacific Group ini!***
###
DISCLAIMER ON:
Tulisan ini bukan rekomendasi jual dan beli. Semua data dan pendapat pada artikel adalah bersifat informasi yang mengedukasi pembaca, berdasarkan sudut pandang penulis pribadi. Risiko investasi berada pada tanggung jawab masing-masing investor. Do Your Own Research!
Temukan Artikel Analisa dan Edukasi Saham lainnya di Google News.