Terakhir diperbarui Pada 12 Februari 2024 at 2:22 pm
Daftar Isi
Artikel telah ditinjau oleh: Stock Market Analyst RK Team
Pada tahun 2018 kemarin, tepatnya di akhir Maret 2018 ESSA resmi mengoperasikan Pabrik Ammonia secara komersial. Pabrik ammonia ini membuat ESSA, yang sebelumnya “hanya” mencatatkan omset sebesar USD 30 – 35 juta (setara Rp 400 – 450 miliar) per tahun, di tahun 2018 kemarin mampu mencatatkan omset sebesar USD 148 juta (setara Rp 2.1 triliun) per tahun. Di Kuartal I 2019 ini, ESSA bahkan sudah mampu mencatatkan omset sebesar USD 58 juta, atau jika disetahunkan diperkirakan omsetnya mencapai USD 232 juta (setara Rp 3.3 triliun) per tahun. Artinya dalam 2 – 3 tahun terakhir, ESSA mampu meraup pertumbuhan omset hingga sekitar 8x lipat.
Namun ternyata, hal tersebut tidak serta merta membuat pelaku pasar mengapresiasi harga saham ESSA. Karena harga saham ESSA malah harus kembali terkoreksi dari harga 420 an di awal 2019 menjadi kisaran 270,- an ketika artikel ini ditulis, atau terkoreksi 35% dalam 4 – 5 bulan terakhir. Pertanyaannya, mengapa di saat omset ESSA meningkat 8x lipat, namun harga saham ESSA justru turun 35% ?
Melalui artikel sebelumnya, Penulis sudah pernah membahas ESSA terkait pabrik Ammonia yang mulai beroperasi. Baca lagi artikelnya di bawah ini :
[Baca lagi: Benarkah Pembangungan Pabrik Ammonia Dapat Membuat Profit ESSA Melonjak Signifikan?]
Kinerja Keuangan ESSA : Omset Meningkat 8x Lipat Dalam 2 – 3 Tahun Terakhir
Menutup tahun 2018 kemarin, ESSA berhasil meningkatkan kinerja bisnisnya melalui produksi Ammonia yang sudah berjalan sejak pertengahan tahun kemarin. ESSA mampu membuktikan bahwa pabrik Ammonia mampu mendongkrak Pendapatannya hingga mencapai Rp 2.1 triliun per tahun 2018 kemarin, dan meningkat menjadi Rp 3.3 triliun (Annualized) di tahun 2019. Demikian pula dengan pencapaian Laba Bersih yang juga meningkat hingga USD 41.4 juta (setara Rp 600 miliar) per tahun 2018, dan di sepanjang Kuartal I-2019 ESSA juga mampu mencatatkan Laba Bersih sebesar USD 4.8 juta, atau USD 19.2 juta (setara Rp 274 miliar) jika disetahunkan.
Pertumbuhan Pendapatan ESSA. Perhatikan lonjakan dalam 2 tahun terakhir.
Source: Cheat Sheet by RK Team
Adapun peningkatan kinerja ESSA tersebut, tidak lain berasal dari hasil produksi dan penjualan Amonia nya. Di mana Ammonia menjadi kontribusi terbesar untuk ESSA, bahkan besarnya melebihi kontribusi dari penjualan LPG, yang sebelumnya menjadi kontributor terbesar pendapatan ESSA. Dengan besaran komposisi Pendapatan dari masing-masing produk di tahun 2018 adalah Ammonia sebesar 67%, LPG 28%, dan Jasa Pengolahan Kondensat sebesar 5%.
Produksi ESSA di tahun 2018. Source : Laporan Tahunan ESSA 2018
.
Penjualan ESSA di tahun 2018. Source : Laporan Tahunan ESSA 2018
Demikian pula, Pendapatan ESSA disepanjang Kuartal I-2019, berdasarkan Catatan kaki no. 22 pada LK Kuartal I-2019. Pendapatan masih disumbang oleh kontribusi terbesar dari Ammonia seperti berikut :
Kontribusi Pendapatan ESSA Kuartal I-2019. Source : Laporan Keuangan Kuartal I-2019
Omset Naik Tapi Margin Turun, Why ?
Bagi Anda yang hanya memusatkan perhatian kepada pencapaian Pendapatan dan Laba Bersih saja, mungkin Anda akan melihat bahwa kinerja ESSA ini sangat menarik. Namun, apakah benar demikian ?
Okay, pertama Penulis mau memperlihatkan kepada Anda bahwa : Pendapatan ESSA memang meningkat karena terdongkrak oleh operasional pabrik Ammonia, namun tidak demikian dengan gap / Margin yang justru menurun. Terlihat dari GPM (Gross Profit Margin) yang yang tadinya stabil di 42 – 48%, GPM ESSA di tahun 2019 ini harus drop menjadi hanya 25% saja. How come ?
Please note bahwa meskipun Penjualan meningkat, namun Beban Pokok Penjualan justru meningkat lebih besar. Di tahun ini saja, Beban Pokok Penjualan yang meningkat sekitar 7x lipat dari US$ 5.98 juta (setara Rp 84.9 miliar) di Q1 2018 menjadi US$ 42.51 juta (setara Rp 603 miliar) per Q1 2019. Komponen Beban Pokok Penjualan yang meningkat paling signifikan adalah Bahan Baku meningkat sekitar 8.5x lipat dari US$ 3.41 juta (setara Rp 48.5 miliar) di 2018 menjadi sebesar US$ 28.85 juta (setara Rp 409 miliar) per Kuartal I-2019. Biaya pabrikasi juga meningkat sekitar 10x liipat dari US$ 1.3 juta (setara Rp 18.4 miliar) di 2018 menjadi US$ 13.64 juta (setara Rp 193 miliar) per Kuartal I-2019. Tentu saja, kalau Penulis bandingkan Beban Pokok Penjualan dengan 2 – 3 tahun terakhir, kenaikannya akan jauh lebih besar lagi.
Kenaikan Beban Pokok Pendapatan. Source : Laporan Keuangan Kuartal I-2019 ESSA.
Demikian juga dengan NPM (Net Profit Margin) yang juga masih tertekan di kisaran 8%. Artinya, kenaikan omset tadi meskipun membuat laba bersih tumbuh secara nominal, namun tidak membuat net profit margin ESSA bertumbuh bahkan cenderung menurun. Kembali pertanyaannya, kenapa ketika Pendapatan naik, tapi Net Profit Margin nya justru menurun ?
Salah satu pemicu yang membuat gap / Margin ESSA semakin menurun karena adanya jumlah Liabilitas yang harus ditanggung oleh ESSA terbilang sangat besar. Kalau Anda sudah membaca artikel Penulis tentang ESSA sebelumnya, Penulis menyebutkan bahwa ESSA mendanai proyek pabrik Ammonia bukan dengan ekuitas melainkan dengan pinjaman dana. Dana tersebut diperoleh melalui perjanjian dengan IFC (International Finance Corporation), dan juga berasal dari pinjaman bank yang pada saat itu jumlahnya mencapai USD 90.7 juta (setara Rp 1.3 triliun),
Dan kalau kita lihat Neraca Keuangan ESSA yang terbaru di LK Q1 2019 nya, jika dilihat lebih mendalam kita akan mendapatkan bahwa dari Total Liabilitas ESSA yang saat ini sebesar USD 603.2 juta (setara Rp 8.7 triliun), sebagian besar di antaranya merupakan hutang berbunga (Interest Bearing Debt), terdiri dari :
Interest Bearing Debt | Sumber Utang | Total | Setara Rupiah ( 1 USD = Rp 14.500) | |
Institusi Keuangan | Bank | |||
Jangka Pendek | US$ 47.3 juta | US$ 37.7 juta | US$ 85.0 juta | Rp 1.23 triliun |
Jangka Panjang | US$ 434.5 juta | US$ 43.9 juta | US$ 479.4 juta | Rp 6.95 triliun |
TOTAL | US$ 564.4 juta | Rp 8.18 triliun |
Besarnya hutang berbunga (Interest Bearing Debt) tersebut menimbulkan beban bunga yang diperkirakan mencapai US$ 9.2 juta di Q1 2019, atau US$ 36.8 juta jika disetahunkan (setara Rp 533.6 Miliar per tahun.
Dan jika dibandingkan dengan Operating Profit ESSA yang “hanya US$ 11.9 juta di Q1 2019, atau US$ 47.6 juta jika disetahunkan (setara Rp 690.2 miliar per tahun), maka akan menghasilkan ICR (Interest Coverage Ratio) hanya 1.3x. Artinya, Operating Profit ESSA hanya 1.3x lebih besar dibandingkan dengan Beban Bunga yang harus ditanggung. Padahal kalau kita flashback ke tahun-tahun 2011 – 2013, ESSA ini malahan memiliki Interest Coverage Ratio hingga 15x, di mana artinya Laba Operasinya 15x lebih besar dibandingkan beban bunga nya. Inilah yang menyebabkan Pendapatan ESSA meningkat signifikan, namun Net Profit Margin malah mengalami penurunan. Setidaknya kondisi ESSA dalam beberapa waktu ke depan akan dibebankan oleh beban keuangan. Berikut ini adalah Interest Coverage Ratio ESSA :
Interest Coverage Ratio ESSA Menurun Signifikan. Source: Cheat Sheet by RK Team
Kesimpulan
Produk Ammonia yang dijalankan oleh entitas anak, PT Panca Amara Utama (PAU) memang mendapatkan respon positif dari pelaku pasar, meski baru beroperasi secara komersial sejak pertengahan tahun lalu. ESSA sendiri berhasil mencetak produksi sebesar 300.000 metrik ton Ammonia di sepanjang tahun 2018 kemarin. Produk Ammonia ini secara mayoritas dijual oleh PT PAU ke perusahaan asal Jepang dan Korea, dan perjanjian penjualan Ammonia ini resmi ditandatangani pada Juni 2015 yang lalu. Adapun salah satu perusahaan Jepang tersebut adalah Genesis Corporation.
Dalam hal prospek tahun ini, target ekspor ESSA tidak hanya ke perusahaan asal Jepang. Tapi ESSA juga akan memasarkan hasil produksinya ke wilayah Taiwan, Korea, dan China. Bahkan sudah mempunyai penawaran kontrak hingga tahun 2027 dan sudah ada off-taker untuk peluang ekspor tersebut. Bahkan ESSA berencana akan kembali membangun pabrik Ammonia, namun dengan kapasitas yang lebih kecil dengan perkiraan masa pembangunan setahun hingga dua tahun. Tidak hanya menggenjot produksi Ammonia saja, ESSA juga akan membesarkan kapasitas produksi pabrik LPG yang memiliki kapasitas sebesar 66.000 metrik ton per tahun
Namun, seperti penjelasan Penulis di atas, meskipun omset bertumbuh, tidak serta merta membuat profitabilitas ESSA secara margin ikut meningkat. Malahan, Gross Profit Margin ESSA harus menurun menjadi 25%, dan Net Profit Margin ESSA harus turun menjadi 8%. Kondisi itu dikarenakan oleh Beban Pokok Penjualan ESSA yang juga menggunung, ditambah dengan sejumlah Interest Bearing Debt yang masih harus ditanggung oleh ESSA. Interest Bearing Debt ini tidak lain adalah akibat dari pendanaan pembangunan pabrik Ammonia di pertengahan tahun 2018 kemarin.
Harga saham ESSA saat ini berada di 270 – 280 an mencerminkan PER 14 – 15x. Dengan risiko Interest Bearing Debt yang sangat besar dan kemampuan membayar hutang yang juga mengkhawatirkan, maka Penulis berpendapat bahwa untuk saat ini risiko untuk berinvestasi di ESSA masih jauh lebih besar ketimbang potensi reward yang akan didapatkan.***
###
Tulisan ini bukan rekomendasi jual dan beli. Semua data dan pendapat pada artikel adalah bersifat informasi yang mengedukasi pembaca, berdasarkan sudut pandang penulis pribadi. Risiko investasi berada pada tanggung jawab masing-masing investor. Do Your Own Research!
Temukan Artikel Analisa dan Edukasi Saham lainnya di Google News.
tapi apakah prospek ESSA ditahun ini akan membaik? atau malahan memburuk mengingat saat ini masih terjadi trade war antara US – China? atau mungkin ESSA tidak terkena dampak buruk dari trade war?