Prospek-Saham-SSIA-Menarik
Artikel telah ditinjau oleh: Stock Market Analyst RK Team  

Salah satu emiten kawasan industri dan real estate, SSIA optimis menjalankan bisnis di tahun 2025. Usai rilisnya kinerja laporan keuangan FY2024 dengan pertumbuhan positif, di mana Laba Bersih naik 32.64% YoY, dibandingkan pada FY2023. Selain itu, prospek saham SSIA menarik dari sisi investasi kendaraan listrik yang akan direalisasikan mulai tahun ini. Hanya saja, belakangan justru muncul kekhawatiran dari sisi tata kelola perusahaan, lantaran tidak adanya pemegang saham pengendali. Tentunya itu menjadi risiko besar yang harus diperhatikan investor. Bercermin dari kondisi tersebut, apakah saham SSIA layak buy?

 

Prospek Saham SSIA Menarik

Prospek saham SSIA menarik semakin terlihat di tahun 2025 ini, tercermin dari besarnya nilai capex yang dianggarkan mencapai Rp3.6 triliun. Yang diperuntukkan bagi sejumlah agenda pengembangan bisnis, diantaranya:

  • Pengembangan Bisnis Kawasan Industri

Di tahun ini, SSIA menargetkan penjualan lahan bisa mencapai 137 hektar. Adapun lahan yang akan dijual tersebut, terdiri dari 120 hektar di Subang dan 17 hektar di Karawang. Meningkatnya penjualan lahan tersebut, seiring dengan masuknya kendaraan listrik merk BYD ke Subang sejak tahun 2024. Alhasil permintaan lahan industri terus meningkat. Begitu juga permintaan untuk industri suku cadang mobil, energi baru, baja dan logam, garmen dan tekstil, elektronik, hingga heavy machinery. Berdasarkan penjualan FY2024, penjualan lahan di Subang dan Karawang mencapai 162 hektar atau setara Rp2 triliun naik 412% YoY.

Tidak hanya itu, prospek menarik dari penjualan lahan ini adalah adanya kenaikan harga lahan. Diperkirakan harganya bisa mencapai USD110 – USD120 per m², sejalan dengan semakin meningkatnya minat dari para investor global, khususnya di sektor otomotif dan elektronik. Sedangkan mengacu pada harga untuk permintaan pasar sudah mencapai USD125 per m², ini berarti SSIA berpeluang mematok harga jual lahan yang lebih tinggi, bagi beberapa klien.

Berdasarkan alokasi capex, SSIA menganggarkan capex senilai Rp2.4 triliun untuk mendukung pengembangan kawasan industri Subang tersebut. Tidak hanya untuk pembangunan lahan baru, namun juga opsi akuisisi.

  • Pengembangan dan Renovasi Hotel

SSIA juga tengah melakukan pengembangan dan renovasi salah satu usaha perhotelannya, yakni Hotel Melia Bali yang sudah di mulai dari Oktober 2024. Rencananya hotel ini akan mulai beroperasi di akhir 2025 dan mengusung merk baru – Paradisus by Melia Bali. Adapun anggaran capexnya sebesar Rp1.1 triliun untuk mendukung pengembangan di sektor perhotelan.

  • Target Kontrak Baru dari Anak Usaha, PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA)

Anak usaha SSIA yang bergerak di bisnis konstruksi dan hotel ini ditargetkan mampu mendapatkan kontrak baru senilai Rp3.75 triliun di tahun ini. Dengan harapan daapt menjadi diversifikasi sumber pendapatan bagi SSIA.

 

Subscribe Monthly Investing Plan terbaru dapatkan Portfolio Update, ikuti Meet The Company, dan Live Discussion! Buruan!

 

Review Capaian Kinerja SSIA FY2024

  • Pendapatan Usaha SSIA Meningkat

Berdasarkan kinerja keuangan FY2024, pendapatan SSIA naik 37.96% YoY menjadi Rp6.25 triliun, dibandingkan FY2023 yang sebesar Rp4.53 triliun. Secara umum pendapatan SSIA mengalami penguatan di tiga segmen bisnis utamanya, Konstruksi, Lahan Industri, dan Perhotelan. Dengan masing-masing kontribusi: Konstruksi 48.8%, Lahan Industri 29.7%, Perhotelan 14.9% terhadap total pendapatan SSIA.

Kemudian disusul dengan kenaikan pendapatan dari segmen Jasa Pemeliharaan dan Utilitas, yang berkontribusi sekitar 5.2% terhadap total pendapatan. Sedangkan pada segmen Sewa dan Real Estate tercatat mengalami penurunan.

    • Bisnis konstruksi SSIA dijalankan melalui entitas anak usaha, PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA). Pada FY2024, NRCA ini berhasil meraup kontrak baru senilai Rp3.70 triliun, naik 26.8% YoY dibandingkan kontrak baru FY2023 yang senilai Rp2.92 triliun. Alhasil, order book yang berhasil dicatatkan mencapai Rp3.43 triliun di akhir 2024. Proyek utama konstruksi yang dijalankan sepanjang 2024, meliputi Dipo Center Jakarta, Infrastruktur Subang Smartpolitan, Condotel Cihampelas Walk Bandung, Creativo Bintaro Tangerang, Elevee Penthose & Residence Alam Sutera Tangerang, Desain & Bangun Perumahan untuk Situs Kota Baru Amman Mineral Nusa Tenggara Barat, Renovasi Hotel Melia Bali.
    • Kemudian di segmen Lahan Industri, melalui entitas anak usaha PT Suryacipta Swadaya (SCS) yang merupakan bisnis utama SSIA. Berhasil menutup FY2024 dengan ciamik, di mana total penjualan lahan seluas 162.4 hektar atau setara Rp2.001 triliun atas tanah di Karawang dan Subang naik hingga 704.2% YoY, dibandingkan FY2023 yang menjual lahan seluas 20.2 hektar senilai Rp390.8 miliar.
    • Dan untuk segmen Perhotelan, SSIA ini mendapatkan beberapa kontribusi pendapatan dari: Gran Melia Jakarta (GMJ) tingkat hunian naik mencapai 62.7%, dengan tarif kamar rata-rata (ARR) Rp1.12 juta; Hotel Melia Bali (MBH) tingkat hunian naik mencapai 81.0% per 9M24, ARR juga naik menjadi Rp2.45 juta; Tingkat hunian Umana Bali, LXR Hotels & Resorts (LXR) juga naik mencapai 47.5%, dengan ARR yang naik menjadi Rp8.90 juta; BATIQA Hotels tingkat hunian juga naik mencapai 72.5%, dengan ARR Rp371 ribu.
    • Selain itu, untuk platform digital – Travelio.com yang dimiliki SSIA, juga mengalami kenaikan GMV sebesar 20% YoY. Lantaran berhasil mengelola sekitar 15.500 – 17.000 unit apartemen. Tidak hanya itu, SSIA juga melakukan Grand Opening untuk Umana Bali, LXR Hotels & Resorts di November 2024. Sekaligus membuka Uma Beach House di Desember 2024.

Beban Langsung yang dicatatkan SSIA pada FY2024, dapat dikatakan terkendali di kisaran Rp4.49 triliun, atau naik 39.8% YoY dari FY2023 yang sebesar Rp3.21 triliun. Sehingga SSIA dapat menikmati Laba Kotor sebesar Rp1.75 triliun, naik 32.5% YoY dari sebelumnya Rp1.32 triliun.

Selain dari Pendapatan utamanya tadi, SSIA di FY2024 juga diuntungkan dengan adanya tambahan dari Penghasilan Lainnya yang naik signifikan 292.8% YoY menjadi Rp172.89 miliar, sangat besar dibandingkan Penghasilan Lainnya FY2023 yang sebesar Rp44.01 miliar. Penghasilan Lainnya ini dihasilkan dari:

Rata-rata komponen dalam pos Penghasilan Lainnya mengalami kenaikan, yang terbesar berasal dari Penghasilan Tanah Kavling mencapai Rp66.87 miliar. Bahkan SSIA juga ketiban untung dari pos-pos yang di FY2023 tidak menghasilkan kontribusi, namun di FY2024 ini berkontribusi dengan nilai cukup besar. Misalnya saja pos Pemulihan Pencadangan Piutang Retensi yang di FY2023 tidak menghasilkan, namun di FY2024 berkontribusi sebesar Rp14.96 miliar. Disusul Keuntungan Kurs Mata Uang Asing Rp4.02 miliar, Keuntungan Penjualan Saham Treasuri Rp1.36 miliar, Realisasi Keuntungan Penjualan Invesstasi yang Ditangguhkan Rp1.17 miliar.

 

  • Laba Bersih SSIA yang Juga Meningkat, Tapi?

Hal tersebut mendukung SSIA, mencetak kenaikan Laba Bersih sekitar 32.64% YoY menjadi Rp234.22 miliar di FY2024, dari Laba Bersih Rp176.57 miliar pada FY2023. Capaian ini menjadi awal pemulihan yang baik bagi SSIA, dibandingkan tahun 2022 dan 2023.

Hanya saja jika dilihat secara historical dari data di atas, nampak bahwa SSIA ini belum mampu konsisten dalam mencetak Laba Bersih. Terlihat pada periode tahun 2011 – 2013, Laba Bersih SSIA ini menunjukkan pertumbuhan yang positif, sejalan dengan pertumbuhan konstruksi dan properti di tahun-tahun tersebut.

Namun setelahnya, di periode 2014 – 2016, SSIA tidak cukup kuat untuk mencetak Laba Bersih hingga mengalami penurunan bertahap ke Rp62 miliar di 2016. Dampak dari perlambatan di sektor properti, yang diikuti dengan membengkaknya beban operasional.

Kemudian di tahun 2017, tiba-tiba SSIA mencetak lonjakan Laba Bersih yang signifikan mencapai Rp1.17 triliun. Lantaran SSIA mencatatkan pendapatan yang signifikan tinggi dari Pendapatan Lainnya sebesar Rp1.82 triliun di FY2017, dari sebelumnya hanya sebesar Rp48.02 miliar di FY2016. Salah satu sebab melonjaknya Laba Bersih SSIA ini, ialah adanya divestasi unit bisnis Jalan Tol Cikopo – Palimanan yang sifatnya one time. Berikut rinciannya:

Sayangnya, setelah itu SSIA kembali mengalami penurunan kinerja lagi terhitung dari periode 2018 – 2021. Lantaran terdampak secara langsung oleh pandemi Covid19, yang membuatnya merugi sekitar Rp200 miliar di tahun 2021.

  • Margin Keuntungan SSIA yang Tipis?

Dan barulah di periode 2022 – 2024, SSIA kembali menunjukkan taring bisnisnya secara bertahap. Meski capaian Laba Bersih FY2024, belum bisa menyamai Laba Bersih tahun FY2017. Terlebih lagi, meski SSIA ini untung di FY2024, namun jika dilihat dari sisi margin, sebenarnya SSIA masih dirugikan. Terlihat dari masih tipisnya pertumbuhan Net Profit Margin yang berada di level 4%:

Jadi dari profitabilitas SSIA di atas, memang terkesan bagus kinerjanya di FY2024. Namun jika di breakdown pada pertumbuhan historical Laba Bersih, bisa terlihat bahwa SSIA ini belum mampu konsisten mencetak keuntungan untuk perusahaan. Bahkan margin keuntungan yang dihasilkannya pun tipis, bukan tanpa sebab melihat beberapa pos beban operasional SSIA memang mengalami kenaikan di FY2024:

 

  • Perbandingan Neraca SSIA

 FY2024FY2023Pertumbuhan
Kas dan Setara KasRp2.63 triliunRp1.21 triliun↑117.35% YoY
Aset LancarRp4.68 triliunRp3.23 triliun44.89% YoY
Aset Tidak LancarRp5.68 triliunRp5.18 triliun9.65% YoY
Total AsetRp10.36 triliunRp8.41 triliun23.18% YoY
    
Liabilitas Jangka PendekRp1.55 triliunRp1.52 triliun↑1.97% YoY
Liabilitas Jangka PanjangRp821.60 miliarRp2.45 triliun↓33.54% YoY
Total LiabilitasRp2.37 triliunRp3.97 triliun↓40.30% YoY
    
Total EkuitasRp5.60 triliunRp4.00 triliun40% YoY

Dari sisi Neraca, secara keseluruhan Aset SSIA memang mengalami pertumbuhan yang positif, baik itu untuk Aset Lancar dan Aset Tidak Lancar. Ini berarti kondisi keuangan perusahaan dalam kondisi yang baik. Meski disayangkan, Liabilitas Jangka Pendeknya mengalami kenaikan 1.97% YoY, terutamanya karena Pinjaman Bank Jangka Pendek naik 34.60% YoY dan Utang Pajak yang juga naik 90.82% YoY.

Dari sisi Liquidity Ratio berada di level 3.0x, yang berarti kemampuan Aset Lancar SSIA dalam memenuhi Liabilitas Jangka Pendeknya masih sangat baik. Sedangkan Cash Ratio 1.7x, juga menunjukkan cash tebal SSIA mampu memenuhi Liabilitas Jangka Pendeknya. Dan Debt to Equity Ratio (DER) di level 0.42x, bahwa seluruh Liabilitas SSIA dapat dilunasi hanya dengan mengunakan Ekuitasnya. Dari ketiga rasio tersebut, berarti neraca keuangan SSIA sampai FY2024 memang dalam keadaan sehat.

 

  • Arus Kas SSIA

FY2024FY2023

Remarks

 Good Indicators

Kas OperasiRp718.14 miliarRp257.22 miliarPositif
Kas Investasi-Rp582.58 miliar-Rp176.21 miliarNegatif
Kas PendanaanRp1.27 triliunRp3.33 miliarPositif

Sementara dari sisi arus kas SSIA, menunjukkan indikator yang masih baik. Lantaran kas Operasi masih positif, di mana SSIA menerima kas masuk lebih besar dibandingkan dengan kas keluarnya. Selain itu, SSIA ini tergolong perusahaan yang rajin melakukan investasi dan pengembangan aset, untuk menjaga kelangsungan bisnisnya.

Hanya saja, yang harus diperhatikan dari kas Pendanaannya yang positif. Tanda bahwa SSIA ini mendapatkan banyak sumber dana eksternal, dari sejumlah pihak dengan nominal yang relatif besar, berikut rinciannya:

Sampai di sini, tentu arah bisnis SSIA ini patut diperhatikan kembali. Apakah benar dengan dana yang diterima benar-benar dimanfaatkan sebaik mungkin. Semisalnya untuk investasi lagi atau bahkan meningkatkan produktivitas perusahaan.

 

 

Jadi Apa, Risiko Besar SSIA Tanpa Pengendali?

SSIA merupakan salah satu emiten yang tidak memiliki pemegang saham pengendali (Controlling Shareholder). Hal ini tercermin dari posisi mayoritas pemegang saham perusahaan, yang lebih banyak diisi oleh publik sekitar 73.16%. Jumlah tersebut tak sepadan dengan para pemegang saham lebih dari 5% yang cuma beberapa pihak saja, yakni:

  • PT Arman Investments Utama 8.52%
  • Intrepid Investment Ltd 8.2%
  • PT Persada Capital Investama 7.85%

Bahkan untuk sekelas Direksi dan Komisaris di SSIA pun, porsi kepemilikan sahamnya kurang dari 5%, seperti:

  • The Jok Tung 0.22%
  • Johannes Suriadjaja 0.19%
  • Wilson Effendy 0.11%
  • Sonny Satia Negara 0.07%
  • Saham Treasury 1.68%

Jadi sebenarnya, pada Agustus 2021 yang lalu SSIA ini sudah pernah mendapat teguran OJK. Untuk segera memenuhi kewajiban perusahaan terkait dengan pengambilalihan perusahaan terbuka. Kemudian pada Januari 2024, Erlin Budiman selaku Head of Investor Relation justru mengungkapkan bahwa perusahaan belum memproses pencarian pemegang saham pengendali. Adapun sebagai penggantinya, ialah Johannes Suriadjaja sebagai CEO, sekaligus perwakilan Founders yang kini menjadi pemegang saham utama – yang juga telah memimpin perusahaan sejak tahun 2001 sampai saat ini.

 

SSIA-Masih-Pantas-Dilirik

[Baca lagi: SSIA Terjadi Penurunan Permintaan Kawasan Industri]

 

Ketidakjelasan siapa pengendali di SSIA ini, tentu membuatnya sangat rentan terdampak beberapa risiko berikut:

  • Kebijakan Strategis Perusahaan Kurang Solid

Tanpa adanya pengendali dalam perusahaan, yang memiliki wewenang kuat dalam menentukan arah kebijakan perusahaan. Baik itu untuk keputusan akuisisi, ekspansi, atau bahkan restrukturisasi, di mana semua itu membutuhkan tahapan negosiasi dengan para pemegang saham lain. Dampaknya pertumbuhan perusahaan akan mengalami perlambatan dan bisa kehilangan momentum penting. Dalam hal kebijakan strategis ini secara langsung dapat tercermin dari capaian kinerja SSIA di FY2024 seperti di atas, terkesan tumbuh positif. Namun jika dilihat analisa seksama, maka masih banyak yang arus diperbaiki oleh SSIA.

  • Pertumbuhan Laba Bersih Lebih Volatil

Hal ini jelas terlihat pada data kinerja di atas, di mana Laba Bersih SSIA ini belum mampu tumbuh secara konsisten. Secara tidak langsung, menandakan bahwa bisnis yang dijalankan SSIA masiih sangat rentan pada berbagai sentimen eksternal. Ditambah lagi belum ada upaya stabilitas operasional yang optimal dari manajemen, karena belum jelas siapa pengendali sebenarnya.

  • Konflik Antar Kepentingan

Ketidakjelasan pengendali perusahaan, sangat riskan akan timbulnya konflik antar kepentingan. Dampaknya hal ini akan menghambat pembuatan keputusan penting dan berujung pada kebuntuan atau deadlock, utamanya yang berkaitan dengan pengembangan bisnis dalam waktu terdekat.

  • Good Corporate Governance (GCG) Dapat Terganggu dan Lemah

Pemegang saham pengendali umumnya bertanggung jawab atas pengawasan manajemen perusahaan. Namun jika, perusahaan bergerak tanpa pengendali, sudah tentu akan mengganggu dan melemahkan sistem GCG yang ada. Misalnya: Manajemen yang bertindak tanpa kontrol dan/atau batasan; Penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, akibat dominasi manajemen dan tidak ada salah satu pemegang saham terkuat untuk menantangnya.

  • Visi Misi Perusahaan Tidak Jelas

Tanpa pengendali, maka perusahaan cenderung bergerak tanpa visi misi yang jelas. Dampaknya perusahaan akan sangat mudah merubah-ubah keputusan strategis yang diambil, demi memenuhi tuntutan tertentu. Jika kondisi terus terjadi dalam jangka panjang, maka perusahaan berada dalam kondisi yang tak pasti dan di bawah tekanan.

  • Harga Saham SSIA Tertekan

Dari sisi teknikal pergerakan harga saham SSIA juga berisiko tertekan. Lantaran jumlah free float SSIA yang cukup besar di atas 50%, dapat menghambat kenaikan harga saham SSIA. Dampak dari besarnya supply yang ditransaksikan, terkecuali dari sekitar 73% free float SSIA ada pihak yang menopang harga.

 

Kesimpulan

Prospek saham SSIA menarik untuk dipertimbangkan buy di tahun ini. Namun sebelum memutuskan benar-benar mengoleksi saham di bidang Properti, Konstruksi, dan Kesehatan ini ada baiknya untuk melihat bagaimana konsistensi perusahaan dalam mencetak keuntungan. Sekalipun didukung oleh beberapa katalis positif, seperti semakin meningkatnya permintaan konstruksi dan juga lahan industri di kawasan Subang Smartpolitan. Bukan pekerjaan mudah bagi SSIA membalikkan keadaan menjadi untung seperti di tahun 2017, tanpa perlu mengorbankan Aset yang ada, alias divestasi.

Dari sisi Return on Equity (ROE) yang dicatatkan SSIA pun masih berada di level rendah, yakni 4%. Kian menegaskan bahwa memang margin keuntungan yang dihasilkan SSIA masih tipis dan belum optimal.

Terlebih lagi posisi perusahaan, bergerak tanpa adanya pemegang saham pengendali yang dapat menghambat penentuan kebijakan strategis perusahaan ke depan. Tentu ini menjadi tantangan yang tidak mudah bagi emiten ini untuk mengejar pertumbuhan bisnis, di tengah ketatnya kompetisi bisnis saat ini.***

 

###

 

DISCLAIMER ON:
Tulisan ini bukan rekomendasi jual dan beli. Semua data dan pendapat pada artikel adalah bersifat informasi yang mengedukasi pembaca, berdasarkan sudut pandang penulis pribadi. Risiko investasi berada pada tanggung jawab masing-masing investor. Do Your Own Research!

 

Temukan Artikel Analisa dan Edukasi Saham lainnya di Google News.

1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

reCaptcha v3
keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *