Artikel ini dipersembahkan oleh:
Daftar Isi
Apa itu Behavioral Finance?
Suatu hari, sejumlah media massa diramaikan oleh pemberitaan terkait gugatan hukum terhadap perusahaan tembakau A. Adapun beberapa waktu sebelumnya, perusahaan tembakau B juga mengalami kasus serupa. Akibat dari gugatan hukum tersebut, harga saham perusahaan tembakau B pun anjlok.
Melihat dari pengalaman sebelumnya, para investor yang menanamkan sahamnya di perusahaan tembakau A langsung berbondong-bondong menjual sahamnya. Tak hanya itu, setelah mendengar kabar ini, investor di perusahaan tembakau C dan D turut ketar-ketir. Mereka khawatir perusahaan tempatnya menanam saham dituntut dengan gugatan hukum serupa. Akhirnya, mereka pun menjual kepemilikan saham mereka karena takut akan risiko kehilangan. Demikian lah, harga sekuritas seluruh perusahaan di industri ini menukik tajam dalam kurun waktu singkat.
Setelah membaca kisah di atas, apa pendapat Anda?
Kisah tersebut menggambarkan bagaimana rasa takut dan cemas dapat mendorong para investor untuk mengambil keputusan. Pasalnya, seperti yang kita tahu, para investor dituntut untuk dapat mengambil keputusan secara cepat dan tepat. Sebab, apabila terlambat atau salah dalam mengambil keputusan maka akan mengakibatkan kehilangan kesempatan untuk memperoleh keuntungan yang diharapkan. Namun, seringkali investor mengambil keputusan investasi yang tidak bijak dan malah merugikan diri sendiri. Kasus ini adalah contoh praktis dari asumsi Behavioral Finance.
Nah, sebenarnya apa sih Behavioral Finance itu?
Pengertian Behavioral Finance, adalah suatu kajian yang meyakini bahwa ada pengaruh psikologis yang mempengaruhi investor dalam pengambilan keputusan investasi.
Faktor psikologis tersebut bahkan dinilai dapat menyebabkan para investor melakukan hal yang tidak rasional dan tidak dapat diprediksi. Terkadang emosi, sifat, pengetahuan, preferensi, serta berbagai macam hal yang melekat pada diri manusia melandasi munculnya keputusan dalam bertindak. Hal tersebut membuat mereka kehilangan kendali diri, di mana mereka menjadi terlalu percaya diri atau malah menjadi terlalu pesimis.
Faktor Psikologis Investor dalam Mengambil Keputusan : Apa Saja Aspek Psikologisnya ?
Menurut Michael M. Pompian dalam bukunya Behavioral Finance and Wealth Management, yang mempengaruhi para investor dalam mengambil keputusan adalah aspek kognitif dan emosi. Masalahnya, kedua aspek tersebut sangat mudah mengalami bias atau penyimpangan.
Jika seorang investor bersikap bias dalam mengambil keputusan, tentu ia harus waspada karena hal tersebut dapat berpengaruh buruk terhadap investasinya. Untuk itu sebagai investor, Anda perlu mengetahui jenis-jenis bias yang dianggap dapat berpengaruh buruk terhadap proses pengambilan keputusan. Mari kita bahas satu-satu:
#1 Bias Kognitif
Kognisi adalah proses pemahaman, pengolahan, pengambilan kesimpulan atas suatu informasi atau fakta. Sesuai namanya, bias kognitif menggambarkan adanya penyimpangan atau berat sebelah yang disebabkan oleh informasi yang dimiliki oleh investor.
Jenis bias kognitif pun sangat beragam, berikut ini contoh dan penjelasan singkatnya:
Ragam Bias | Penjelasan |
---|---|
Representativeness Bias | Investor mengambil keputusan investasi terlalu cepat tanpa analisis mendalam. Umumnya investor hanya mengandalkan pengalaman masa lalu yang dianggap dapat menjadi acuan keputusan investasinya saat ini. |
Anchoring & Adjustment Bias | Investor hanya mengacu pada satu informasi tertentu sebagai dasar pengambilan keputusan investasi. |
Availability Bias | Keputusan investasi yang dilakukan semata-mata atas kemudahan dan ketersediaan. Apa yang paling mudah dan tersedia untuk dilakukan, itulah yang menjadi keputusan akhir investor. Dan seringkali investor meyakini bahwa investor lain pun pasti melakukan hal yang sama dengan dirinya. |
Self-Attribution Bias | Investor menganggap keberhasilan investasinya murni berkat kemampuan dirinya sendiri dalam memprediksi dan menganalisis. Jika terjadi kegagalan, investor akan selalu menyalahkan faktor eksternal. |
Illusion of Control Bias | Investor percaya dirinya memiliki pengendalian penuh atas tercapainya kinerja investasi yang dimiliki. |
Conservatism Bias | Investor cenderung memaksakan penilaian awal dan menyangkal perubahan kondisi yang terjadi atas investasinya. Hal ini membuat investor lambat bereaksi terhadap informasi atau fakta terbaru. |
Confirmation Bias (Selection Bias) | Investor cenderung hanya mencari informasi yang mendukung pandangannya atas keputusan investasi dan mengabaikan informasi yang bertentangan dengan pandangannya. |
Hindsight Bias | Investor cenderung hanya mengingat dan melebih-lebihkan keberhasilan pengalaman investasi di masa lalu, namun melupakan kegagalan yang pernah terjadi. |
#2 Bias Emosi
Berbeda dengan bias kognitif yang berfokus pada informasi dan pengetahuan. Emosi lebih menitikberatkan pada perasaan dan spontanitas dibandingkan fakta. Dengan demikian, bias emosional menggambarkan kesalahan keputusan karena mengabaikan fakta.
Berikut ini adalah ragam bias emosi:
Ragam Bias | Penjelasan |
---|---|
Overconfidence Bias | Keputusan investasi dilakukan karena kepercayaan diri investor yang terlalu berlebihan atas prediksi dan informasi yang dimilikinya. |
Loss Aversion Bias | Investor merasa dampak kerugian investasi lebih besar dibandingkan kepuasan atas keuntungan investasi. Akibatnya, investor rela untuk terus mempertahankan investasi yang tidak menguntungkan. |
Self-Control Bias | Investor tidak disiplin terhadap proses dan tujuan investasi yang telah dibuatnya sendiri. |
Status-Quo Bias | Perasaan nyaman yang dirasakan investor membuatnya tidak mau mengubah atau melakukan penyesuaian investasi. |
Endowment Bias | Investor menilai investasi dari sisi sentimental (intangible), dan mempertahankannya apapun kondisinya. |
Regret-Aversion Bias | Investor takut mengambil keputusan investasi karena takut akan dampak yang tidak diharapkan yang mungkin terjadi. |
Greed Bias | Keinginan untuk terus mendapatkan keuntungan, meskipun harus melampaui batas kemampuan investasi yang dimiliki oleh investor. |
Hal yang Harus Diperhatikan Investor Agar Tak Salah Mengambil Keputusan
Setelah membaca beragam bias di atas, apakah Anda langsung berpikir seperti berikut:
“Wah, sepertinya saya pernah melakukan ini!”
Jika iya, sebenarnya Anda tidak perlu khawatir. Sebenarnya bias kognitif dan emosi merupakan hal yang alamiah dan wajar terjadi pada seluruh manusia. Seringkali investor pun tidak menyadari bahwa dirinya berperilaku bias, karena hal ini terjadi di alam bawah sadar. Namun, Anda perlu memahami bahwa perilaku bias ini bisa membawa kerugian jangka panjang bagi investasi Anda. Apalagi ketika sedang dihimpit waktu dan kondisi yang mendesak, para investor rentan mengambil keputusan yang tidak rasional dan tidak logis
Untuk itu, meski investor tidak bisa menghindari semua bias, Anda bisa mengurangi dampaknya dengan melakukan strategi-strategi di bawah ini:
#1 Melakukan Analisis Informasi yang Komprehensif
Investor yang berpikir rasional pada umumnya akan melakukan analisis terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan investasi. Analisis yang dilakukan antara lain adalah dengan mempelajari laporan keuangan fundamental perusahaan, serta mengevaluasi kinerja bisnis perusahaan. Tujuannya tak lain agar keputusan investasi yang diambilnya dapat memberikan kepuasan yang optimal.
Persoalannya ialah informasi yang tersedia tidak semuanya relevan dengan kepentingan investor itu sendiri. Untuk itulah, investor perlu melakukan analisis informasi yang komprehensif sebelum mengambil keputusan. Para investor harus bisa memilah mana informasi yang sesuai dengan kebutuhannya.
Dilansir dari situs Investor Daily Indonesia, informasi yang relevan dikategorikan menjadi tiga, yakni informasi publik, informasi privat, serta informasi yang jarang dan tidak beraturan atau yang disebut noise information.
Informasi publik merupakan informasi yang sama diterima oleh analis atau investor, misal informasi kebijakan pemerintah, laporan keuangan yang telah diaudit, dan lain-lain. Sementara itu, informasi privat diterima oleh sebagian investor, tapi tidak diterima oleh sebagian investor lainnya. Investor privat ini sering dicurigai sebagai insider information atau insider trading walaupun secara umum tidaklah harus demikian. Informasi yang tidak berhubungan sebaiknya sejak awal diabaikan. Fokus terhadap informasi yang teruji kebenaran dan keakurasiannya dapat merupakan satu kunci sukses.
#2 Identifikasi Tingkat Toleransi Risiko
Sebelum Anda memilih instrumen investasi, Anda perlu melakukan analisis sederhana mengenai profil risiko Anda pribadi. Profil risiko bisa menjadi tolak ukur kesiapan Anda untuk menerima kerugian yang mungkin terjadi dalam berinvestasi. Salah satu prinsip investasi adalah High Risk High Return, yang berarti semakin tinggi risiko yang Anda hadapi, semakin besar pula keuntungan yang dapat Anda peroleh.
Anda pun dapat mengukur tingkat toleransi maksimal Anda terhadap risiko sebuah investasi. Apakah Anda menginginkan profit yang besar? Berani mempertaruhkan aset dan kekayaan? Atau Anda tidak masalah menerima hasil investasi yang lebih sedikit asalkan uang yang Anda investasikan tetap aman?
Dengan merenungkan pertanyaan-pertanyaan tersebut, Anda bisa menemukan investasi yang cocok bagi Anda. Berkenaan dengan risiko diatas, Anda juga bisa melihat kembali jenis-jenis risiko dalam artikel di bawah ini :
[Baca lagi : Kenali Jenis Risiko Dalam Berinvestasi]
#3 Alokasi Aset Strategis
Alokasi aset strategis ialah metode pengalokasian sejumlah porsi aset sesuai dengan perumusan investasinya. Perumusannya dilakukan sesuai dengan menimbang tujuan investasi setiap investor, mempertimbangkan horizon waktu, toleransi terhadap risiko, dan imbal hasil yang diharapkan. Pada dasarnya, setiap jenis aset memiliki imbal hasil dan risiko yang berbeda-beda. Masing-masing jenis aset juga memiliki perilaku yang berbeda pula.
Proses alokasi aset mencakup pembagian suatu portofolio investasi kedalam berbagai kategori aset, seperti saham, obligasi dan kas. Dengan mengalokasikan aset Anda dengan rumusan dan pertimbangan yang jelas, Anda dapat meminimalisasi terjadinya perilaku spontan yang dapat menimbulkan kerugian bagi aset-aset Anda.
#4 Rebalancing Portfolio Secara Berkala
Rebalancing adalah strategi menyesuaikan kembali alokasi portofolio sesuai tujuan investasi investor. Saat memulai berinvestasi, investor tentu memiliki tujuan investasi meliputi berapa lama jangka waktu investasinya dan berapa return yang ditargetkan. Setelah mengetahui tujuan investasinya, investor bisa mengalokasikan modalnya ke berbagai instrumen investasi sesuai dengan profil risikonya.
Lalu apa hubungannya dengan rebalancing portfolio?
Seiring berjalannya waktu, pasar modal tentu mengalami kenaikan dan penurunan (fluktuasi). Bisa saja harga saham dalam beberapa periode mengalami kenaikan atau sebaliknya. Di sisi lain, instrumen obligasi juga bisa naik atau turun. Begitu pula dengan nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana yang ikut berfluktuasi mengikuti harga underlying asset-nya.
Mari kita ulas poin ini dengan sebuah contoh. Misalnya, mengacu pada tujuan investasi dan profil risiko Anda, Anda menetapkan alokasi investasi sebesar 25% pada instrumen obligasi, 20% pada reksa dana campuran, dan 50% pada saham. Selama satu tahun, nilai investasi obligasinya naik, sementara nilai investasi saham turun, sedangkan reksa dana campuran tetap. Lalu setelah dihitung kembali, total dana investasinya menjadi obligasi 40 persen, reksa dana campuran 20 persen dan saham 40 persen. Dengan perubahan komposisi portofolio tersebut, Anda selaku investor harus melakukan rebalancing pada tahun berikutnya.
Bagaimana caranya ?… Yakni dengan mengembalikan dana investasi dengan pembagian atau alokasi sesuai rencana awal, yakni 25 persen obligasi, 20 persen reksa dana campuran, dan 50 persen saham. Anda bisa menjual obligasi agar komposisi investasi kembali ke posisi 25 persen dan menambahkan dana untuk membeli saham agar kembali ke posisi 50 persen. Dengan demikian, maka tujuan investasi investor akan kembali terjaga sesuai komposisi awal.
#5 Memiliki Perencana Keuangan Pribadi
Bekerja dengan perencana keuangan dapat membantu investor mengenali dan memahami bias dan kecenderungan perilaku individu mereka sendiri. Dengan memahami kesalahan perilaku keuangan yang umum dilakukan oleh investor, perencana keuangan berkualitas akan menahan klien untuk bertindak impulsif dan meredakan emosi sesaat sebelum mengambil keputusan investasinya. Perencana keuangan juga dapat membantu para investor menciptakan rencana investasi yang strategis dan taktis yang disesuaikan bagi individu.
Tenang dan Bertindak Sesuai Rencana Awal
Aspek terpenting dalam mengambil keputusan investasi adalah ketenangan pikiran. Banyak investor berpengalaman memahami bahwa kesuksesan berasal dari kemampuannya menahan emosi. Dengan memahami secara menyeluruh profil risiko Anda, mengingat kembali tujuan investasi Anda, dan mematuhi rencana pelaksanaan strategi Anda, Anda akan merasa jauh lebih yakin dengan perjalanan investasi Anda dan cenderung tidak melakukan kesalahan keuangan yang umum dilakukan oleh investor-investor baru.
Dan dengan demikian, Anda dapat menghindari pengambilan keputusan investasi berdasarkan bias tersebut.
“If you don’t know who you are, the stock market is an expensive place to find out.” —Adam Smith, The Money Game
Sumber Referensi :
- Kriswangsa Bagus Kusuma Yudha|March 4th, 2018. Para Investor, Kenali “Behavioral Finance” yang Dapat Mempengaruhi Anda dalam Mengambil Keputusan Investasi. https://www.finansialku.com/investor-behavioral-finance-dalam-keputusan-investasi/