Review Sektor Properti

Kinerja Sektor Properti Semester 1 2017


Terakhir diperbarui Pada 27 February 2019 at 1:50 pm

Kinerja sektor properti membuat harga properti mencapai puncaknya di akhir tahun 2013, pemerintah mengetatkan regulasi Loan To Value (LTV) sehingga para spekulan yang tadinya berani untuk membeli property pada harga berapapun (sehingga muncul idiom beli property pasti untung). Sekarang ini tidak bisa lagi berspekulasi dengan adanya pengetatan regulasi Loan To Value (LTV) tadi. Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang membuat kinerja sektor properti seperti mati suri sampai tahun 2016. Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang terus melambat dari 2013 – 2016 turut membuat kinerja sektor properti kian tertekan. Hal ini terlihat dari laporan keuangan sektor property yang rata-rata mencatatkan penurunan laba bersih dan pendapatan sepanjang 2013 – 2016.

Sejak pertengahan 2016, pemerintah sebenarnya meluncurkan kebijakan baru. Sebagai upaya untuk membangkitkan kembali kinerja sektor property seperti pelonggaran LTV. Di mana sejak Agustus 2016 pembiayaan KPR diubah menjadi 85%, 80%, dan 75%. Dari harga rumah masing-masing untuk rumah ke 1, rumah ke 2, dan rumah ke 3. Pemerintah juga menurunkan PPH dari pajak final atas penjualan property dari 5% menjadi 2.5%. Selain itu, menurunnya BI Rate ke 4.75% juga diharapkan mampu meningkatkan kembali minat masyarakat untuk berinvestasi di sektor property. Namun demikian, ternyata berbagai inisiatif di atas masih membutuhkan waktu lebih untuk memulihkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap sektor property. Terbukti, sepanjang 2016 rata-rata emiten property masih mencatatkan kinerja laporan keuangan di bawah ekspektasi.

Lalu bagaimana dengan tahun 2017 ini? Berhubung baru-baru ini emiten di BEI baru saja merilis Laporan Keuangan Q2 2017, apakah ada perbaikan? Dari sekitar 50 an emiten property di BEI, saya mengamati memang belum semua emiten yang mencatatkan laporan keuangan yang memuaskan. Hanya saja, jika kita mengerucutkan kembali dan memfokuskan kepada emiten dengan market cap yang terbesar, dapat kita temukan bahwa sebagian besar emiten property mengalami perbaikan kinerja di semester I 2017 ini. Untuk lebih lengkap nya, dapat dilihat pada table berikut ini :

 

Kinerja Sektor Property Q2 2017

 

Jika dilihat pada table di atas, emiten property yang cukup populer di kalangan investor seperti APLN, ASRI, BSDE, MDLN, DILD, BKSL, PWON, SMRA. Mencatatkan kenaikan laba bersih dan pendapatan yang positif dibandingkan dengan semester I 2016. Bahkan beberapa emiten mencatatkan pertumbuhan laba bersih yang cukup signifikan, seperti MDLN (+834% YoY), BSDE (145% YoY), APLN (+126% YoY), BKSL (99% YoY). Fakta ini setidak nya memberikan gambaran kepada kita bahwa sektor property. Meskipun belum seluruhnya, sepertinya mulai bangkit dari tidur panjang nya. Hanya saja, masih ada beberapa emiten yang kinerja nya masih terpuruk. Misalkan, DMAS yang laba bersih nya turun 84% YoY, LPCK (-26% YoY), dan MTLA (-14% YoY). Beberapa emiten seperti BEST, CTRA, dan LPKR belum merilis laporan keuangan nya per artikel ini ditulis.

Pertanyaannya sudah tentu, apa yang menyebabkan kinerja emiten property mulai bangkit ? Ada beberapa faktor yang saya lihat membuat emiten property mulai bangkit di tengah pertumbuhan ekonomi yang masih belum pulih betul. Faktor pertama, saya melihat beberapa emiten property mendiversifikasi bisnis nya ke bisnis lain. Katakanlah ASRI (Alam Sutera Realty) yang melakukan akuisisi perusahaan pengelola kawasan pariwisata Garuda Wisnu Kencana (GWK) di Bali sejak tahun 2012. Meskipun sampai saat ini patung berwujud Dewa Wisnu masih tampak separuh badan saja, alias belum rampung, namun GWK tetap menjadi salah satu destinasi favorit yang selalu ditawarkan para tour guide lokal ke para wisatawan lokal maupun asing, dan mampu memberikan pemasukan tambahan bagi ASRI.

Kedua, pengelolaan beban operasional yang efektif dan efisien. Saya ambil contoh MDLN, di mana tercatat bahwa beban operasional MDLN turun tajam dari Rp 210.8 miliar menjadi Rp 51 miliar. Pengelolaan hutang pun terus diperhatikan oleh manajemen, sehingga rasio Debt to Equity Ratio (DER) menurun dari 1.20x menjadi 1.16x. Pengelolaan beban operasional dan hutang memang sangat penting bagi sebuah perusahaan untuk bertahan, sehingga perusahaan tidak hanya fokus untuk meningkatkan pendapatan melainkan juga mengurangi beban dan hutang perusahaan.

Faktor ketiga adalah meningkatnya kontribusi recurring income (pendapatan berulang).  Saya ambil contoh APLN, di mana pada tahun 2016 yang lalu kontribusi recurring income APLN adalah Rp 1.6 triliun dan manajemen menargetkan recurring income di tahun 2017 ini adalah menjadi Rp 3 triliun. Recurring income ini akan didapat dari hotel dan mal yang telah beroperasi, salah satunya adalah melalui Mall Neo Soho dan beberapa hotel yang telah beroperasi. Recurring income menjadi salah satu source of revenue yang dapat diandalkan ketika penjualan untuk property baru masih mengalami kesulitan.

Lalu bagaimana prospek sektor property ke depan? Apabila kita kaitkan sektor property dengan pembangunan infrastuktur, maka pembangunan infrastruktur yang sekarang ini sedang gencar-gencar nya dibangun oleh pemerintah, akan membawa dampak positif terhadap sektor property. Misalkan saja Jalan Tol Akses Tanjung Priok yang telah resmi beroperasi di tahun ini, menambah kemudahan mobilitas penghuni Jakarta Garden City yang terletak di Cakung, Jakarta Timur. Padahal dulu kalau ke sana harus melewati Jl Tipar Cakung yang isinya truk container semua. Contoh lain, adalah pembangunan LRT yang memudahkan mobillitas dari Sentul City ke Jakarta. Ditambah lagi apabila BI Rate tetap dipertahankan pada posisi saat ini (4.75%), maka bukan tidak mungkin 2018 nanti bisa kembali menjadi tahunnya sektor property.

Mengenai valuasi emiten sektor property, seperti dapat anda lihat table di atas, banyak pilihan emiten property dengan harga yang undervalued. Katakanlah APLN (PER 3.3x dan PBV 0.6x), ASRI (PER 4.8x dan PBV 0.9x), BSDE (PER 8.5x dan PBV 1.5x), LPCK (PER6.3x dan PBV 0.7x), serta MDLN (PER 7.0x dan PBV 0.5x). Tinggal disesuaikan dengan time frame investasi anda masing-masing. Bahkan, jika kita perhatikan beberapa waktu belakangan ini (1 – 2 minggu terakhir), harga saham property juga seperti sudah mulai mendapat denyut jantung pasca keluarnya LK Q2 2017. Bisa jadi, ini adalah titik balik dari harga-harga saham sektor property, meskipun tidak ada yang pernah tahu ke depannya seperti apa.

Jika Anda merupakan tipikal investor yang memiliki time frame setidak nya untuk 1 tahun, maka Anda bisa mulai mencicil masuk dari sekarang. Sementara sisa nya nanti bisa menambah posisi saat Laporan Keuangan Q3 2017 rilis di 3 bulan dari sekarang. sekaligus mengkonfirmasi bahwa perbaikan kinerja Q2 2017 ini bukan hanya kenaikan sesaat saja. Siapa tahu, Anda bisa mendapatkan saham bagus pada bargain price yang hasilnya bisa kita petik di tahun depan (2018). seperti hal nya saham sektor batubara yang mulai bangkit di pertengahan 2016 lalu dan hasilnya bisa kita petik hari ini.

 

By : Rivan Kurniawan

 

Info :

Jadwal Workshop Value Investing hadir di Kota Pangkal Pinang tanggal 26 – 27 Agustus 2017, dan Kota Jakarta 9 & 16 September 2017. Untuk pendaftaran dan info lebih lanjut dapat dilihat di sini, Anda juga dapat menghubungi via SMS / WA ke 0896-3045-2810 (Johan) atau email : rivan.investing@gmail.com.

 

Tags : Kinerja Sektor Properti | Kinerja Sektor Properti | Kinerja Sektor Properti | Kinerja Sektor Properti | Kinerja Sektor Properti

1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

2 Comments

  • Pedagang Teri
    21 April 2018 at 6:59 AM

    DILD bagaimana bro Rivan? Kemahalan masuk saat ini?

Komentar

Artikel Lainnya

Youtube Update

Our Social Media

Arsip Artikel