Potensi Resesi Ekonomi di Tahun 2020, Apakah Benar-Benar Akan Terjadi ?

Potensi Resesi Ekonomi di Tahun 2020, Apakah Benar-Benar Akan Terjadi ?


Terakhir diperbarui Pada 17 December 2023 at 8:24 am

Salah satu topik yang paling hangat dibicarakan para pelaku pasar modal saat ini adalah mengenai resesi yang akan terjadi di US. Setiap harinya Penulis mendapatkan email maupun pesan dari sosial media mengenai kemungkinan terjadinya resesi US ini. Apakah benar resesi US benar akan terjadi di 2020 nanti? Apakah resesi di US akan berpengaruh terhadap Indonesia ? Bagaimana cara menyikapinya ? Melalui artikel ini, Penulis ingin membahas kemungkinan terjadinya resesi tersebut…

 

 

Latar Belakang Resesi AS

Resesi adalah suatu kondisi dari Produk Domestik Bruto (GDP) yang turun secara signifikan, dan biasanya terjadi selama beberapa kuartal maupun lebih dalam satu tahun. Munculnya isu resesi bisa ditandai dengan beberapa hal seperti penurunan PDB (Produk Domestik Bruto), menurunnya tingkat produksi persediaan, penjualan ritel yang juga menurun, serta meningkatnya level pengangguran.

Jika kita berbicara soal potensi resesi yang akan terjadi di US, ini bukan pertama kalinya terjadi. Dari tahun 1980 an, AS sendiri sudah empat kali mengalami resesi yang terjadi di tahun 1981, 1990, 2001, dan 2008. Berikut adalah gambaran nya.

 

 

Secara singkat, resesi ekonomi yang terjadi di tahun-tahun tersebut memiliki penyebab yang berbeda-beda…

  1. Resesi Ekonomi Juli 1981 – November 1982. Resesi di tahun ini lebih disebabkan karena krisis energi yang terjadi di sekitar tahun 1979. Angka pengangguran waktu itu berada di atas 10% dan GDP US turun menjadi 2.7%.
  2. Resesi Ekonomi Juli 1990 – Maret 1991. Resesi di periode ini berawal dari kebijakan Presiden Ronald Reagan yang memotong pajak orang kaya sehingga memicu defisit perdagangan. Selain itu, inflasi Irak ke Kuwait juga membuat harga minyak melonjak sehingga resesi tidak terelakkan.
  3. Resesi Ekonomi Maret 2001 – November 2001. Resesi ini terjadi karena bubble dotcom yang merajalela di tahun 2000- Harga saham perusahaan dotcom yang sebelumnya divaluasi gila-gilaan, harus anjlok dan membuat banyak perusahaan dotcom tidak mampu membayar utang ke bank.
  4. Resesi Ekonomi Desember 2007 – Juni 2009. Resesi ini terjadi karena subprime mortgage. Subprime mortgage adalah kredit perumahan yang diberikan kepada orang yang memiliki peringkat kredit rendah atau tidak punya riwayat kredit sama sekali.

 

 

Perlambatan Ekonomi AS di 2019

Di tahun 2020 sendiri, banyak pelaku pasar yang memperkirakan bahwa US akan kembali memasuki periode resesi. Issue ini sebenarnya bukan issue lama, melainkan sudah mulai mengemuka pasca pertama kalinya terjadi fenomena Inverted Yield di bulan Desember 2018 lalu.

Dalam artikel ini, Penulis tidak akan menjelaskan mengenai apa itu inverted yield dan apa hubungannya dengan resesi ekonomi. Penulis sudah pernah menuliskan hal tersebut, dan Anda dapat membacanya kembali dalam artikel berikut…

 

 

Prediksi-AS-Resesi-di-2019

[Baca Lagi : Prediksi AS Resesi di 2019]

 

Artikel tersebut Penulis rilis di awal 2019. Jika Anda perhatikan, dalam artikel tersebut Penulis menyebutkan bahwa perekonomian AS di 2018 masih kuat dengan GDP Growth sekitar 3.1% YoY. Namun Anda lihat kembali bagaimana perekonomian AS sekarang ini.

Pertumbuhan Ekonomi US Jan 2018 – Q2 2019.

               

Dalam grafik di atas, Anda bisa melihat bahwa dalam 3 Kuartal terakhir, pertumbuhan ekonomi US turun dari 3.1% menjadi 2.3% di Q2 2019. Efek perang dagang yang terjadi selama 1 tahun terakhir, akhirnya mulai memukul pertumbuhan ekonomi US di 2019 ini.

Demikian pula, The Fed yang selama ini lebih banyak bergeming untuk mempertahankan Fed Rate, akhirnya memutuskan untuk kembali menurunkan Fed Rate sebesar 25 bps di bulan Juli 2019 kemarin dari 2.5% menjadi 2.25%. Keputusan The Fed untuk menurunkan Fed Rate ini semakin menguatkan prediksi bahwa The Fed berupaya untuk kembali mendorong pertumbuhan ekonomi US. Untuk lebih jelasnya, Anda bisa lihat pada gambar di bawah ini…

Fed Rate 2018 – Jul 2019

 

Lalu bagaimana dengan China ? Apakah perang dagang juga membuat pertumbuhan ekonomi China terpukul ? Ternyata China pun sebelas dua belas dengan US. Bahkan perlambatan ekonomi China sudah terjadi lebih dahulu di 2018 kemarin. Jika Anda lihat kembali pertumbuhan ekonomi China di bawah ini, terlihat jelas bahwa pertumbuhan ekonomi China yang di awal 2018 adalah sebesar 6.8%, saat ini merosot ke angka 6.2% saja.

Pertumbuhan Ekonomi China Jan 2018 – Q2 2019.

 

 

Perlambatan Ekonomi Indonesia 2019

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Apakah perlambatan ekonomi di US dan China seperti yang dijelaskan di atas juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia ? Sebelum masuk pada jawaban tersebut, Penulis ingin memperlihatkan kepada Anda beberapa data dan fakta untuk menjawab pertanyaan tersebut di bawah ini..

  1. Perlambatan Aktivitas Ekspor dan Impor Indonesia

Biasanya Penulis memperhatikan neraca perdagangan Indonesia untuk mengukur aktivitas ekonomi baik ekspor maupun impor. Sampai dengan bulan Juli 2019 ini, Neraca Perdagangan Indonesia tidak banyak berubah dibandingkan dengan 2018 lalu, yaitu masih berada di area defisit. Sampai dengan Juli 2019 ini, Neraca Perdagangan Indonesia masih defisit sekitar USD 3.0 bio (Impor > Ekspor).

Nah yang menarik perhatian Penulis adalah selain neraca perdagangan masih defisit, kalau kita hitung jumlah impor dan jumlah ekspor dari Jan – Jul 2018 VS Jan – Jul 2019, baik ekspor dan impor Indonesia sama-sama mengalami penurunan. Jumlah ekspor Indonesia dari bulan Jan – Jul 2018 adalah sebesar USD 103.9 bio, sementara di bulan Jan – Jul 2019 “hanya” mencapai USD 94.46 bio. Demikian pula jumlah impor Indonesia dari bulan Jan – Jul 2018 adalah sebesar USD 107.1 bio, sementara di bulan Jan – Jul 2019 “hanya” mencapai USD 97.4 bio. Dengan kata lain, baik aktivitas impor dan ekspor Indonesia sampai dengan Juli 2019 kemarin sama-sama melemah sekitar 9% YoY. Hal ini mengindikasikan bahwa baik ekspor dan impor sama-sama mengalami penurunan aktivitas..

Neraca Perdagangan Indoensia 2018 VS 2019. Source : Cheat Sheet by RK Team

 

 

  1. Dampak Perlambatan di Beberapa Sektor Riil

Indikator lain yang bisa kita gunakan untuk mengukur aktivitas ekonomi adalah dengan pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur yang terjadi selama tahun 2014 – 2017, mulai ditandai dengan merosotnya jumlah perolehan kontrak baru dari sejumlah emiten konstruksi di 2019 ini.

Misalkan saja WSKT, yang di 2016 bisa mencapai perolehan kontrak baru sebesar Rp 70 triliun, di 1H 2019 ini baru mencapai perolehan kontrak baru Rp 7.2 triliun. Demikian pula WIKA yang di 2018 kemarin berhasil mencapai perolehan kontrak baru Rp 50.5 triliun, di 1H 2019 ini baru mencapai perolehan kontrak baru Rp 14.7 triliun. Untuk lebih jelasnya, Anda dapat lihat data perolehan kontrak baru sejumlah emiten konstruksi di 2011 – 2019 di bawah ini…

Pencapaian Kontrak Baru Emiten Konstruksi 2011 – 1H 2019. Source : Annual Report, diolah.

 

Selain perlambatan pada pembangunan infrastruktur, kita juga bisa melihat bahwa sektor riil lain seperti penjualan otomotif juga melambat sekitar 13.7% YoY, beberapa emiten properti juga mencatatkan perolehan marketing sales yang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, dan sebagainya. Hal ini semakin menegaskan bahwa perlambatan ekonomi juga mempengaruhi kinerja operasional beberapa sektor riil.

 

  1. Kejatuhan Harga Komoditas

Dalam 1 tahun terakhir berbagai harga komoditas di mana Indonesia menjadi Net Eksportir seperti batubara terus mengalami kejatuhan. Harga batubara, yang di tahun 2018 lalu berada di kisaran USD 110 – 120 / ton, saat ini berada di kisaran USD 68 / ton. Artinya dalam setahun terakhir, harga batubara telah jatuh sekitar 45%.

Pergerakan Harga Komoditas Batubara 2017 – 2019. Source : TradingEconomics.com

 

Kejatuhan harga komoditas seperti batubara ini mengindikasikan bahwa permintaan akan barang komoditas merosot dibandingkan dengan sebelumnya. China, yang menjadi importir batubara terbesar di dunia, bahkan terang-terangan menyatakan sedang menutup pintu rapat-rapat untuk impor batubara. Hal ini tidak dapat dilepaskan dengan kondisi di mana China sedang mengalami perlambatan ekonomi sejak 1 tahun terakhir seperti penjelasan Penulis di atas.

Pembatasan Impor Batubara China. Source : Bloomberg

 

  1. Harga Emas Meningkat Signifikan.

Dalam beberapa bulan terakhir, atau lebih tepatnya dari bulan Juni 2019, harga emas meningkat signifikan. Sebagaimana Anda mungkin sudah tahu, bahwa emas biasanya dijadikan sebagai alat hedging jika terjadi ketidakpastian dalam ekonomi…

Pergerakan Harga Emas 1 Tahun Terakhir. Source : TradingEconomics.com

 

Setidaknya empat data dan fakta yang Penulis sajikan di atas, dapat menggambarkan bahwa perlambatan ekonomi mulai terasa dampaknya. Dan bukan tidak mungkin, kemungkinan untuk terjadi resesi di 2020 akan semakin jelas terlihat.

 

 

Kapan Resesi Ekonomi Akan Datang?

Ini juga merupakan salah satu pertanyaan yang paling sering ditanyakan kepada Penulis. Well sayangnya, sama seperti Anda, Penulis pun juga tidak bisa memprediksi kapan tepatnya resesi ekonomi tersebut akan datang. Demikian pula, tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui apakah resesi ekonomi benar-benar akan terjadi 100% atau tidak. Namun yang Penulis lihat adalah indikator-indikator yang mengarah ke perlambatan ekonomi dan resesi semakin jelas terlihat.

Saat ini, Penulis menilai kita sedang memasuki tahap HOPE (berharap). Para pemangku kebijakan (The Fed, Bank Indonesia, Bank Sentral) sedang berupaya agar resesi ekonomi dapat dihindari. Salah satu caranya, adalah dengan menurunkan suku bunga. Seperti penjelasan Penulis sebelumnya, berbagai bank sentral dunia seperti sedang berlomba-lomba dalam menurunkan suku bunga acuan. Bukan hanya The Fed yang menurunkan Fed Rate 25 bps, Bank Indonesia pun menurunkan BI7DRRR sebesar 50 bps dalam 2 bulan terakhir. ECB (European Central Bank) sampai sekarang masih mempertahankan suku bunga di 0%. Dan sejumlah negara seperti Korea, Jepang juga masih mempetahankan suku bunga rendah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi negara masing-masing.

 

 

Apa yang Harus Dilakukan Investor untuk Mengantisipasi Resesi ?

Data dan fakta yang Penulis sampaikan di atas adalah Early Warning, bagi kita semua untuk berjaga-jaga. Sekali lagi, tidak ada yang bisa memprediksi apakah resesi benar-benar 100% akan terjadi, atau memprediksi kapan tepatnya resesi akan terjadi. Kita tidak berjuang menghadapi resesi ini sendirian. Para pemangku kebijakan juga pastinya mengupayakan agar resesi dapat dihindarikan atau setidaknya, dampaknya dapat lebih diminimalkan.

Namun tidak ada salahnya jika Anda mempersipkan diri menghadapi resesi dengan beberapa tips berikut :

  1. Lebih Selektif dalam Membeli Saham

Untuk sementara waktu, kita tetap bisa berinvestasi seperti biasa. Hanya saja untuk pemilihan sektornya, mungkin lebih yang defensif. Penulis sendiri memilih untuk tidak terlalu All Out / agresif dalam membeli saham untuk saat ini. Penulis hanya menginvestasikan dana pada saham-sama yang benar-benar sudah undervalued dan salah harga. Hindari investasi di perusahaan yang fundamentalnya jelek dan harga sahamnya overvalued, karena biasanya perusahaan yang seperti itu yang akan mengalami penurunan lebih dalam.

Sebagai tambahan, meskipun tidak agresif membeli saham, tapi juga tidak perlu clear posisi sampai 100% cash. Karena kalau ternyata para pemangku kebijakan tersebut berhasil mencegah terjadinya resesi, malahan kita akan kehilangan momentum.

 

  1. Tetap siapkan Cash dan Dana Darurat.

Selain lebih selektif dalam membeli saham, jangan lupa tetap siapkan cash. Dari jumlah dana kelolaan investasi yang Anda miliki, jangan ditempatkan 100% dalam bentuk saham. Untuk saat ini siapkan cash sekitar 20 – 30% sudah cukup. Namun jika ke depannya (let say sampai akhir tahun) ternyata penurunan suku bunga tadi ternyata benar-benar tidak mampu mengangkat pertumbuhan ekonomi, maka proporsi untuk cash nya bisa diperbesar.

Seperti yang sudah beberapa kali Penulis kemukakan di atas, kita tidak pernah tahu kapan resesi akan datang. Namun yang kita bisa lakukan, jika resesi itu memang benar-benar datang, kita sudah siap untuk menyambutnya. Sambil kita lihat selama beberapa waktu ke depan apakah penurunan suku bunga akan mampu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, baik secara makro maupun secara sektor real.

Sebagai penutup artikel ini, Penulis ingin menyampaikan satu hal. Kata Krisis dalam Bahasa Mandarin adalah Wei Ji. Wei berarti Bahaya / Danger, sementara Ji artinya adalah kesempatan / opportunity. Filosofi tersebut mengingatkan kepada kita bahwa dalam setiap krisis / resesi, kita bisa memandangnya sebagai bahaya / danger, namun kita juga bisa memandangnya sebagai kesempatan / opportunity. Dengan kata lain, jika Anda bersiap dalam menghadapi resesi ini, maka Anda bisa menjadikan resesi ini sebagai sebuah kesempatan untuk membeli saham-saham bagus di harga yang murah.

Krisis dalam Bahasa Mandarin : Wei Ji.

 

Kesimpulan

Sampai dengan saat ini, berbagai indikator mulai memperlihatkan bahwa pelemahan ekonomi mulai jelas terlihat. Pertumbuhan ekonomi US dan China sudah melemah dalam beberapa kuartal terakhir. Dari dalam negeri, beberapa indikator juga mulai memperlihatkan bahwa pelemahan ekonomi mulai berdampak pada sektor real. Mulai dari pencapaian kontrak baru pembangunan infrastruktur yang jauh lebih rendah, turunnya penjualan otomotif nasional, jatuhnya harga komoditas seperti batubara, dan sebagainya.

Di sisi lain, para pemangku kebijakan mencoba untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan suku bunga acuan. The Fed menurunkan suku bunga 25 bps, sementara Bank Indonesia menurunkan suku bunga 50 bps dalam 2 bulan terakhir. Demikian pula sejumlah negara lain juga menurunkan suku bunga untuk mengantisipasi terjadinya resesi ekonomi.

Meskipun tidak ada seorang pun yang bisa menebak apakah resesi ekonomi akan benar-benar terjadi, ataupun kapan resesi ekonomi akan datang, namun tidak ada salahnya jika Anda mulai berjaga-jaga. Beberapa tips yang disarankan adalah : lebih selektif dalam membeli saham (hanya yang benar-benar undervalued atau salah harga), dan juga siapkan cash (dana krisis) untuk berjaga-jaga dan membeli saham di harga murah.

 

###

 

DISCLAIMER ON:
Tulisan ini bukan rekomendasi jual dan beli. Semua data dan pendapat pada artikel adalah bersifat informasi yang mengedukasi pembaca, berdasarkan sudut pandang penulis pribadi. Risiko investasi berada pada tanggung jawab masing-masing investor. Do Your Own Research!

1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

3 Comments

  • Rahman
    16 September 2019 at 10:23 AM

    Thanks Pak untuk artikelnya..
    Kalo gitu saya bakalan kerja keras bagaikan kuda, tapi saya tidak lupa orng tua

Komentar

Artikel Lainnya

Youtube Update

Our Social Media

Arsip Artikel