Jokowi Mengucurkan Stimulus Rp 405 triliun untuk mengatasi pandemi Corona, Bagaimana Dampak ke Depannya?


Terakhir diperbarui Pada 9 April 2020 at 10:59 am

Sejak awal Maret 2020, pandemi virus Corona terus mengalami penyebaran luas hingga ke sejumlah wilayah di Indonesia. Di mana hingga saat ini, Jakarta masih menjadi kota dengan pasien positif virus corona terbanyak lebih dari 300 kasus, menyusul kemudian di beberapa kota besar lainnya. Pemerintah pun mengupayakan berbagai cara untuk menangani situasi ini, salah satunya melalui penerbitan stimulus Rp 405.1 triliun. Kira-kira bagaimana dampak yang ditimbulkan dari stimulus ini ?

 

Latar Belakang Penetapan Stimulus

Pada akhir Maret 2020 kemarin, pemerintah telah menambahkan alokasi APBN tahun 2020 menjadi senilai Rp 405.1 sebagai stimulus yang akan disebarluaskan. Sebelumnya, alokasi APBN 2020 ditetapkan sebesar Rp 2.540,4 triliun. Kebijakan stimulus ini sendiri dilakukan setelah PakDe Jokowi berdiskusi dengan Gubernur Bank Indonesia, Ketua Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Stimulus Rp 405 triliun tersebut dimaksudkan untuk menangani pandemi virus Corona yang belakangan ini telah menyebar ke sejumlah provinsi di Indonesia. Sekaligus untuk meminimalisir dampak keuangan domestik yang terhambat, akibat pemerintah meminta masyarakat menghentikan segala aktifitasnya sampai batas waktu yang belum ditentukan. Adapun dari stimulus Rp 405 triliun tersebut, dibagi ke dalam beberapa prioritas di antaranya :

Prioritas pertama, anggaran sebesar Rp 75 triliun untuk kebutuhan di bidang kesehatan. Pertama, untuk perlindungan tenaga medis, meliputi : pembelian APD (Alat Perlindungan Diri), pembelian alat kesehatan sesuai standar Kemenkes, dan peningkatan kapasitas serta kemampuan 132 RS rujukan bagi pasien COVID-19 termasuk Wisma Atlet. Kedua, untuk insentif tenaga media per bulan, meliputi : dokter spesialis Rp 15 juta, dokter umum Rp 10 juta, perawat Rp 7.5 juta, juga tenaga kesehatan lain Rp 5 juta. Ketiga, untuk santunan kematian kepada keluarga tenaga medis Rp 300 juta.

Prioritas kedua, anggaran sebesar Rp 110 triliun untuk jaring pengaman sosial (SSN). Pertama, program keluarga harapan (PKH) yang disalurkan pada 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) yang bantuannya dinaikkan 25% dalam setahun. Kedua, program kartu sembako yang penerimanya dinaikkan dari 15.2 juta menjadi 20 juta penerima, dengan bantuan senilai Rp 200 ribu selama 9 bulan. Ketiga, program kartu prakerja untuk membantu 5.6 juta pekerja informa dan pelaku UMKM, dengan insentif pasca pelatihan senilai Rp 600 ribu dan biaya pelatihan senilai Rp 1 juta. Total anggarannya pun dinaikkan dari Rp 10 triliiun menjadi Rp 20 triliun. Keempat, program pembebasan biaya listrik yang dibebaskan selama 3 bulan (April, Mei, Juni) untuk 24 juta pelanggan listrik 450VA, dan diskon 50% untuk 7 juta pelanggan 900VA bersubsidi. Kelima, untuk dukungan logistik sembako dan kebutuhan pokok sebesar Rp 25 triliun. Keenam, tambahan insentif perumahan bagi pembangunan 175 ribu rumah, dengan dana senilai Rp 1.5 triliun untuk mensubsidi para MBR yang sedang menjalani proses KPR.

Prioritas ketiga, alokasi insentif perpajakan dan stimulus KUR senilai Rp 70.1 triliun. Pertama, sejumlah insentif perpajakan meliputi : Pembebasan PPh 21 untuk pekerja sektor industri pengolahan dengan penghasilan maksimal Rp 200 juta setahun ditanggung penuh pemerintah. Pembebasan PPh Impor untuk 19 sektor tertentu, dan pengurangan PPh 25 sebesar 30% untuk sektor tertentu. Kemudian restitusi PPN dipercepat bagi 19 sektor tertentu untuk menjaga likuiditas pelaku usaha. Disusul penurunan tarif PPh Badan menjadi 22% untuk tahun 2020 dan 2021, serta menjadi 20% mulai tahun 2022. Kedua, pemberian insentif KUR melalui penundaan pembayaran pokok dan bunga untuk semua skema KUR yang terdampak COVID-19 yang berlaku selama 6 bulan.

Prioritas keempat, anggaran sebesar Rp 150 triliun digunakan sebagai stimulus program pemulihan ekonomi. Stimulus ini dilaksanakan melalui sektor perbankan yang dilakukan oleh OJK bersama pemerintah dan juga Bank Indonesia. Untuk memberikan ruang gerak bagi masyarakat yang terdampak secara langsung maupun tidak langsung. Stimulus dilakukan melalui : peningkatan kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan bunga untuk kredit mencapai Rp 10 miliar. Dan peningkatan kualitas kredit/pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi, bisa bebas tanpa batasan plafon kredit atau jenis debitur, khususnya bagi UMKM.

 

Dari mana sumber stimulus berasal ?

Kebijakan pemerintah yang menerbitkan stimulus sebesar Rp 405.1 triliun, di tengah pandemi virus Corona cukup menjadi kabar baik bagi sebagian besar masyarakat. Namun di saat yang bersamaan, penerbitan stimulus ini juga menjadi kekhawatiran baru mengingat nilainya yang tidak sedikit. Apalagi pemerintah tidak begitu transparan dalam memberitahukan dari mana saja sumber stimulus tersebut. MenKeu Sri Mulyani sendiri, menyebutkan sejumlah alternatif pendanaan stimulus itu berasal dari : Sisa Anggaran Lebih (SAL), dana abadi dan akumulasi dana abadi pendidikan, dana yang dikuasai negara, hingga dana yang dikelola Badan Layanan Umum (BLU), dan juga dana dari pengurangan penyertaan modal negara (PMN). Adapun hingga saat ini, tercatat jumlah SAL yang tersedia senilai Rp 160 triliun.

Di samping itu juga ada tambahan dari penghematan belanja negara yang ditaksir nilainya mencapai Rp 190 triliun. Terdiri dari belanja kementerian dan lembaga sebesar Rp 95.7 triliun, dan TKDD (transfer ke daerah dan dana desa) sebesar Rp 94.2 triliun. Serta tambahan dari realokasi cadangan sebesar Rp 54,6 triliun. Dengan demikian tambahan belanja penanganan covid berjumlah sekitar Rp 255 triliun.

Sejalan dengan itu, pihak pemerintah dalam Perppu No. 1/2020 juga memberi kewenangan terhadap Bank Indonesia untuk membeli Surat Utang Negara atau Surat Berharga Syariah Negara berjangka panjang, atau termasuk Surat Utang Khusus. Agar bisa mendapatkan pinjaman dari dalam negeri sendiri yang diklaim lebih aman ketimbang melakukan pinjaman dari luar.

 

Hal Positif dan Negatif dari Stimulus Rp 405 Triliun

Dari situasi yang dijelaskan di atas, penerbitan stimulus senilai Rp 405 triliun ini nampaknya akan menimbulkan dampak yang tidak terduga ke depannya.

Ada beberapa hal positif dan negatif yang bisa kita petik dari penerbitan stimulus senilai Rp 405 triliun ini :

Hal Positif

  1. Stimulus Rp 405 triliun ini cukup memberikan ketenangan secara psikologis bagi seluruh lapisan masyarakat, di tengah situasi yang kini terbatas. Demikian pula dengan bursa saham domestik, stimulus ini mampu meredam tindakan panic selling pelaku pasar.
  2. Daya beli masyarakat terjaga, karena cukup terbantu oleh sejumlah insentif yang diberikan. Mulai dari kebutuhan sehari-hari, keringanan pajak, dan kemudahan kredit. Setidaknya daya beli masyarakat masih terjaga normal, meski terbatas.
  3. Insentif yang diberikan dalam bentuk pengurangan pajak, setidaknya bisa membantu Badan Usaha tetap bertahan, sehingga memperkecil kemungkinan kebangkrutan. Misalkan, insentif perpajakan yang membebaskan bea masuk produk kesehatan menunjang bagi emiten farmasi. Mengingat biaya untuk mendapatkan bahan baku obat dan peralatan media impor akan menjadi lebih murah, sehingga tidak membebankan perusahaan. Demikian pula dengan rumah sakit atau pusat pelayanan kesehatan lain, tidak perlu lagi mengeluarkan biaya besar untuk membeli kebutuhan medis.

 

Hal Negatif

  1. APBN akan defisit sekitar 5.07% terhadap PDB, melebar dari batas 3% yang ditetapkan oleh UU Keuangan Negara. Defisitnya APBN ini, karena berkurangnya aktifitas ekonomi baik dunia usaha dan masyarakat, sehingga pendapatan negara bisa turun hingga 10%. Sedangkan dalam waktu bersamaan pemerintah justru memberi kebijakan fiskal. Meski APBN 2020 akan defisit, namun pemerintah sudah memberikan kelonggaran defisit yang boleh terjadi lebih dari 3% selama tiga tahun berturut-turut pada 2020 – 2021 – 2022.
  2. Stimulus ini belum menjamah sektor ketahanan pangan, seperti pertanian – peternakan – perikanan – perkebunan. Sektor ketahanan pangan justru lolos dari sasaran distribusi stimulus ini, sehingga bukan hal yang tidak mungkin akan ada risiko lain yang muncul. Misalnya pasokan pangan yang langka, diikuti harga yang semakin mahal.
  3. Penerapan stimulus jaringan pengaman sosial (SSN), nampaknya tidak terealisasikan secara penuh. Lantaran terkendala pendataan penduduk yang tidak akurat. Sebagaimana kita tahu, di saat yang bersamaan ini pemerintah juga sedang melancarkan “Sensus Penduduk 2020 secara Online”. Namun nampaknya, pendataan yang dilakukan secara online ini tidak dilaksanakan penuh oleh seluruh masyarakat. Mengingat kesadaran masyarakat yang tergolong pasif dalam hal pelaporan data diri. Jadi bukan hal yang tidak mungkin, jika penerapan stimulus ini akan meleset dari sasaran

 

Katalis Positif bagi Pasar Saham ?

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa stimulus Rp 405 triliun ini memang dibagi ke dalam sejumlah insentif dengan 4 post nilai yang cukup besar. Bahkan untuk mendistribusikan insentifnya tersebut, stimulus ini akan melibatkan beberapa sektor emiten seperti misalnya :

Emiten farmasi menjadi salah satu sektor yang diandalkan secara aktif dalam menunjang distribusi stimulus pada bidang kesehatan. Tak pelak, sejumlah emiten farmasin seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Kimia Farma Tbk (KAEF), PT Indofarma Tbk (INAF) dan PT Phapros Tbk (PEHA) turut merasakan dampak positif. Disebabkan oleh semakin meningkatnya kebutuhan medis mulai dari obat-obatan, vitamin atau suplemen kesehatan, bahkan hingga ke peralatan medis seperti alat pelindung diri, masker, dan juga kacamata. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan medis, harga saham emiten farmasi ini juga mengalami kenaikan. Sebagai gambarannya di bawah ini :

Sejak pandemi virus corona, harga saham emiten farmasi naik. Source : RTI Business

 

Namun kenaikan saham sejumlah emiten farmasi ini mungkin terjadi seiring masih adanya pandemi virus corona. Berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan pada bidang kesehatan, emiten distribusi gas PT Aneka Gas Industri (AGII) juga turut merasakan dampak positifnya. Pasalnya emiten ini menerima lonjakan permintaan gas untuk sektor medis khususnya oksigen, dari berbagai rumah sakit.

Tabung gas oksigen yang disiapkan di Wisma Atlet yang akan dijadikan RS Khusus Corona di Jakarta. Source : https://bisnis.tempo.co/

 

Selain itu, emiten perbankan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga menjadi sektor yang berpartisipasi aktif dalam distribusi stimulus terhadap SSN, khususnya pada tambahan insentif perumahan MBR. Dalam stimulus ini pemerintah menggelontorkan dana senilai Rp 1.5 triliun untuk sebanyak 175 ribu MBR yang sedang proses KPR. Ketiga emiten perbankan ini akan membantu dalam pengalokasian dana pada Subsidi Selisih Bunga (SSB) dan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) untuk KPR. Supaya bisa membantu MBR yang sedang proses KPR, tetap mendapatkan rumah yang layak huni dan terjangkau di tengah pandemi virus corona.

KPR bagi MBR yang menerima insentif perumahan di tengah pandemi virus corona. Source : https://www.saibumi.com/

 

Dan kemudian, stimulus perpajakan yang menurunkan PPh Badan juga berlaku bagi perusahaan terbuka di BEI menjadi 19%. Hal ini tertuang dalam Pasal 5 Nomor 1, bahwa tarif PPh Badan Usaha dalam negeri yang merupakan perusahaan terbuka bisa mendapatkan relaksasi potongan tarif 3% lebih rendah dari PPh Badan Usaha secara umum yang sebesar 22%. Adapun emiten yang berhak mendapat relaksasi ini adalah yang jumlah keseluruhan saham yang disetor dan diperdagangkan pada BEI di Indonesia paling sedikitnya 40%. Contoh emiten yang mendapat relaksasi ini misalnya PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP), PT Kalbe Farma Tbk (KLBF).

Dari sejumlah situasi emiten di atas, setidaknya di tengah pandemi virus corona seperti sekarang. Sejumlah sektor pun masih ada yang memiliki peluang tumbuh, terutama bagi sektor yang sangat berperan aktif dalam penangananan pandemi virus corona.

 

Kesimpulan

Hingga sejauh ini Penulis memandang stimulus Rp 405 triliun ini memang dalam waktu jangka pendek bisa menjadi katalis positif. Khususnya bagi penerima insentif, terlebih lagi bagi pelaku pasar yang belakangan sempat panic selling. Sementara dalam jangka menengah pun, juga masih akan menjadi katalis positif apalagi selama akumulasi pertumbuhan data makro terbaru belum rilis.

Kendati demikian, stimulus Rp 405 triliun ini masih belum bisa dipastikan akan seperti apa dampaknya terutama bagi pasar saham domestik. Meskipun secara tidak langsung cukup menjadi katalis positif bagi pasar saham, terutama bagi emiten yang berpartisipasi langsung mendukung stimulus ini. Namun tetap saja, sebagian besar langkah pelaku pasar akan cenderung wait and see menunggu realisasi dan hasil stimulus tersebut. Karena dampak dari stimulus terhadap sektor riil pasti memakan waktu. Bahkan pelaku pasar tetap harus hati-hati terhadap harga saham emiten yang terlibat, apalagi kenaikan harga sahamnya saat ini karena terdorong kebutuhan yang sifatnya urgent. Tidak hanya itu saja, pelaku pasar juga harus hati-hati terhadap sektor-sektor yang budgetnya direalokasikan menjadi bagian dari stimulus.

Semoga pemaparan situasi di atas, bisa memberikan sudut pandang yang berbeda. Akhir kata, besar harapan Penulis agar pandemi virus corona ini segera berlalu dan semua aktifitas kembali pulih.

 

Notes : Penyebutan nama emiten di atas bukan rekomendasi saham. Do Your Own Research.

 

###

 

Info:

 

 

Tags : Stimulus Rp 405 Triliun | Stimulus Rp 405 Triliun | Stimulus Rp 405 Triliun | Stimulus Rp 405 Triliun | Stimulus Rp 405 Triliun | Stimulus Rp 405 Triliun | Stimulus Rp 405 Triliun | Stimulus Rp 405 Triliun | Stimulus Rp 405 Triliun | Stimulus Rp 405 Triliun | Stimulus Rp 405 Triliun

1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

Komentar

Artikel Lainnya

Youtube Update

Our Social Media

Arsip Artikel