diserbu ayam import brazil

Diserbu Ayam Import Brazil, Bagaimana Nasib Sektor Poultry ?


Belakangan ini muncul berita ke permukaan bahwa Indonesia akan kembali diserbu oleh ayam ras impor dari Brazil, pasca World Trade Organization (WTO) memenangkan gugatan Brazil terkait masalah impor daging ayam atas Indonesia. Tak pelak kondisi tersebut membuat sejumlah emiten di sektor Poultry diprediksikan terimbas sentimen negatif, dan dikhawatirkan akan menjadi kendala bagi pertumbuhan sektor Poultry. Kira-kira dengan serbuan ayam import Brazil tersebut, akan seperti apa pengaruhnya terhadap emiten di sektor Poultry ?

 

Perang Dagang Indonesia dan Brazil

Berita bahwa Indonesia diserbu ayam import asal Brazil, sebenarnya bukanlah polemik baru mengingat perang dagang ayam antara Indonesia dan Brazil memang sudah terjadi sejak Oktober 2014. Saat itu, Brazil mengadukan Indonesia ke World Trade Organization (WTO) lantaran Brazil menganggap Indonesia menghambat masuknya produk daging ayam beku dan olahan dari luar ke dalam negeri. Namun pengaduan tersebut sempat tertunda masuk ke Badan Penyelesaian Sengketa.

Selang dua tahun kemudian (2016) Brazil kembali menggugat Indonesia ke WTO, tepatnya pada Oktober 2016. Di mana saat itu pemerintah Indonesia tetap mempertahankan kebijakan standar lisensi halal untuk impor produk ayam dan daging ayam. Sayangnya, Brazil menilai kebijakan itu sebagai proteksi perdagangan. Sehingga Brazil menggugat secara keseluruhan terkait importasi daging ayam serta produk ayam secara khusus, karena Brazil menganggap ketentuan import tersebut justru menghambat ekspor Brazil ke Indonesia.

Adapun ketentuan importasi yang dianggap menghambat Brazil antara lain : daftar positif, persyaratan penggunaan, diskriminasi dalam persyaratan label halal, pembatasan transportasi impor, dan penundaan persetujuan persyaratan sanitasi. Dengan adanya ketentuan importasi itu, Brazil yang menganggap negaranya sebagai produsen dan eksportir ayam terbesar di dunia merasa akses pasarnya ditutup masuk ke Indonesia.

 

Juli 2019, Akhirnya WTO Memenangkan Brazil

Pada Oktober 2017, WTO akhirnya memenangkan gugatan Brazil atas empat ketentuan importasi daging ayam. Kendati demikian, Indonesia sampai pertengahan tahun 2018 tetap tidak mengimpor daging ayam dari Brazil. Pemerintah Indonesia dan Brazil mencapai kesepakatan bahwa Indonesia hanya menyetujui impor daging sapi dari Brazil. Dan sebaliknya Brazil pun setuju tidak akan memasukkan daging ayam dan produknya ke Indonesia, karena daging ayam di Indonesia sendiri sudah over supply.

Sayangnya pada Juni 2019 kemarin Brazil kembali menolak jawaban Indonesia ke WTO terkait kebijakan importasi ayam yang dinilai proteksionis. Sehingga Brazil akhirnya meminta WTO melakukan investigasi atas kebijakan ekspor impor hewan yang berlaku di Indonesia. Sebulan berselang tepatnya pada Juli 2019 akhirnya Indonesia dinyatakan kembali kalah dalam gugatan di WTO. Dan kondisi itulah yang dinilai akan menjadi momentum serbuan ayam impor ras asal Brazil ke Indonesia yang tak bisa dihindari lagi, menyusul kekalahan Indonesia atas gugatan yang diajukan Brazil ke WTO. Sehingga dikhawatirkan ayam impor Brazil akan masuk dan dikhawatirkan daging ayam asal Brazil tersebut akan menyerbu pasar Indonesia dengan harga yang lebih murah. Bahkan berpotensi merugikan para peternak lokal.

 

Tantangan yang dihadapi Brazil Untuk Mengekspor Daging Ayam ke Indonesia

Meskipun Brazil dinyatakan memenangkan gugatan di WTO, nampaknya hal tersebut tak serta merta membuat produk ayam ras impor Brazil masuk dengan mudah ke Indonesia, karena Brazil masih harus berjuang menghadapi beberapa situasi yang berlaku di Indonesia, seperti :

Pertama, masalah distribusi yang terlalu jauh. Ayam ras impor mana pun termasuk dari Brazil biasanya akan masuk ke Indonesia dalam bentuk daging beku atau olahan turunan. Seperti halnya nugget ataupun sejenis frozen food lainnya. Hal itu terjadi karena permasalahan jarak yang terlalu jauh, sehingga tentu menyulitkan produsen ayam di luar negeri untuk menyediakan ayam yang masih segar. Tentu kondisi itu tidak sejalan dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang lebih dominan senang membeli ayam segar yang baru dipotong. Secara market share, sekitar 85% pasar ayam di Indonesia menyediakan produk ayam dalam bentuk fresh yang baru dipotong. Sedangkan sekitar 15% nya adalah daging ayam beku dan produk olahan turunannya.

Kedua, sertifikasi halal. Setiap emiten yang bergerak di sektor poultry di Indonesia sejatinya sudah memiliki senjata untuk mengatasi serbuan ayam-ayam impor dari negara lain. Di mana setiap produk yang dihasilkan oleh emiten sektor poultry di Indonesia sudah dilengkapi dengan sertifikasi halal, dan itu berlaku untuk menjamin lisensi kehalalan produk ayam yang dihasilkan. Apalagi jika melihat mayoritas penduduk Indonesia yang muslim, tentu lisensi halal menjadi hal yang sangat sensitif. Demikian pula, proses pemotongan daging ayam juga harus sesuai dengan syariat Islam. Misalkan salah satu syarat pemotongan halal adalah menyayat 3 saluran, yaitu saluran nafas, saluran makan, dan pembuluh darah. Hal ini menjadi Pekerjaan Rumah tersendiri bagi Brazil, yang notabene mayoritas penduduknya bukan beragama Muslim.

 

Ayam Brazil Lebih Murah, Ancaman Bagi Indonesia ?

Meskipun menghadapi beberapa tantangan di atas, Brazil sendiri memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan emiten Poultry di Indonesia. Seperti yang kita tahu bahwa sektor poultry di Indonesia masih sangat banyak menemui hambatan, seperti perlambatan pertumbuhan di tahun 2017 lalu yang diakibatkan oleh kebijakan pemerintah, di mana Kementerian Pertanian (Kemtan) sudah tidak lagi mengeluarkan rekomendasi impor jagung untuk pakan ternak. Anda juga bisa mereview kembali artikelnya melalui link di bawah ini :

[Baca lagi : Lesunya Sektor Pakan Ternak di 2017]

 

               

Hal tersebut membuat supply menjadi terbatas, dan membuat harga jagung merangkak naik. Permasalahan harga jagung cukup mempengaruhi pertumbuhan sektor poultry, mengingat bahan baku pakan ternak yang mahal adalah salah satu faktor utama yang mengakibatkan biaya produksi ayam ras lokal juga menjadi lebih tinggi sehingga tidak seunggul ayam ras impor. Apalagi hal tersebut diiringi dengan harga bibit ayam alias day old chick yang juga mahal. Dengan kondisi yang demikian, besar kemungkinan Indonesia ayam ras lokal akan menghadapi persaingan ketat dengan ayam ras Brazil. Lantaran industri unggas di Brazil sudah sangat efisien, sehingga harga ayamnya akan lebih murah.

Tidak hanya itu saja, persaingan ini akan berdampak negatif pada harga jual ayam. Rata-rata jumlah produksi ayam ras lokal adalah sebesar 60 juta ton – 65 juta ton. Sedangkan kebutuhan konsumsi masyarakat terhadap ayam hanya sekitar 55 juta ton per/tahun. Artinya, jumlah produksi ayam ras lokal melebihi kebutuhan konsumsi ayam. Ditambah lagi dengan masuknya ayam ras impor secara berlebih, akan memicu oversupply di pasar. Supply meningkat, permintaan tetap. Akibatnya akan menurunkan harga ayam.

Di samping itu, sebaiknya pemerintah juga belajar dari kejadian di tahun 2015 lalu. Di mana berdasarkan data dari Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli), di tahun 2015 tercatat sebanyak 3.600 peternak ayam lokal yang tersebar di Sumatera hingga Sulawesi mengalami kebangkrutan, dengan total kerugian sekitar Rp 200 miliar. Kondisi itu terjadi karena terdapat selisih harga biaya produksi di peternakan dengan harga jual yang semakin jatuh.

 

Antisipasi Emiten Sektor Poultry Di tengah Tantangan Serbuan Ayam Import Brazil

Dengan mengetahui sejumlah kondisi yang akan mempengaruhi pasar ayam lokal di Indonesia, penting bagi kita untuk mengetahui juga seperti apa antisipasi yang dilakukan emiten sektor poultry menghadapi serbuan ayam impor ras Brazil untuk beberapa waktu ke depan. Secara umum, sejumlah emiten Poultry tidak gentar dan tetap optimis menghadapi serbuan ayam dari Brazil.

Misalkan saja PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA). Meskipun berada ditengah ketidakpastian pertumbuhan sektor poultry, langkah JPFA dalam berekspansi sangat optimis. Terhitung sejak Juni 2019 saja, JPFA sudah melakukan akuisisi terhadap perusahaan pengeringan jagung yakni PT Celebes Agro Semesta. Adapun akuisisi tersebut dilancarkan melalui dua anak usahanya PT Ciomas Adisatwa dan PT Santosa Utama Lestari. Akuisisi yang dilakukan JPFA di bidang industri pengeringan jagung adalah untuk mengantisipasi kenaikan harga jagung akibat musim kering.

Sedangkan pada Juli 2019 ini JPFA juga melakukan ekspansi bisnis melalui peresmian anak usahanya PT Indojaya Agrinusa (Indojaya) di Kawasan Industri Modern 4 Deli Serdang – Sumatera Utara. Pabrik Indojaya tersebut adalah perluasan dari pabrik sebelumnya yang berada di wilayah Tanjung Morawa – Deli Serdang. Pabrik ini sebagai solusi kebutuhan pasokan pakan ternak di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Pekanbaru, dan Riau dengan kualitas produk berstandar internasional. Melalui pabrik ini JPFA memperoleh peningkatan kapasitas produksi dari 20 ribu ton/bulan menjadi 40 ribu ton/bulan. Bahkan di area yang sama juga sedang dilakukan proses pembangunan Pabrik Pakan Ikan dan Udang dengan kapasitas produksi pakan ikan apung sebesar 9.500 ton/bulan, pakan ikan tenggelam sebesar 2 ribu ton/bulan, dan pakan udang sebesar 700 ton/bulan. Tentu langkah yang dilakukan JPFA melalui anak usahanya ini adalah untuk menyiasati serbuan produk-produk impor, sehingga kualitas produknya akan lebih unggul.

 

Demikian halnya dengan PT Charoen PokPhand Indonesia Tbk (CPIN), yang berencana memperbesar divisi pakan ternaknya melalui pembangunan dua pabrik anyar di tahun ini. Adapun pembangunan pabrik tersebut sudah dilakukan sejak tahun kemarin dan ditargetkan rampung pada kuartal III-2019 nanti, dengan lokasi berada di Semarang dan Padang. Melalui pabrik ini kapasitas produksi pakan ternak CPIN akan meningkat dari 5.5 juta ton/tahun menjadi 6.5 juta – 7 juta ton/tahun.

 

Sementara langkah berbeda lain, ditempuh oleh PT Sierad Produce Tbk (SIPD) yang lebih memilih untuk memaksimalkan kapasitas dan kemampuannya saat ini. Salah satunya dengan lebih banyak menjalin kemitraan dengan para peternak tradisional. Di mana hal itu akan lebih menguatkan brand porduk olahan Bellfoods dan juga akan menguatkan supply chain.

 

 

 

Penanganan yang perlu dilakukan Pemerintah

Setelah kita mengetahui apa saja dampak dari adanya serbuan ayam impor ras Brazil ke depannya dan bagaimana emiten Poultry mengantisipasi serbuan ayam impor ras Brazil ini, kita juga perlu meninjau kembali langkah pemerintah dalam mengatasi tantangan ayam impor ini. Apalagi jika serbuan ayam ras impor ini sudah tidak mungkin dapat dihindari, itu berarti pemerintah perlu membatasi jumlah ayam ras impor yang masuk ke pasar-pasar modern. Dalam waktu yang bersamaan, pemerintah juga harus menjaga pasar tradisional agar secara mayoritas produk yang dijual lebih didominasi oleh ayam ras lokal ketimbang impor. Bahkan pemerintah perlu mengupayakan peningkatan efisiensi produksi ayam nasional, salah satunya yang bisa dilakukan adalah dengan menyediakan pakan ayam yang stabil murah.

Berkaitan dengan kebutuhan pakan ayam yang sekitar 70% komposisinya masih berasal dari jagung, maka itu artinya pemerintah harus mampu menstabilkan harga komoditas jagung. Apalagi untuk bisa menjaga stok ketersediaan jagung yang habis, tidak ada salahnya pemerintah melakukan impor jagung, asal dilakukan secara terbatas. Jika tujuan pemerintah tidak lagi melakukan impor jagung untuk menjaga petani lokal, maka sebenarnya pemerintah bisa memberlakukan bea masuk bagi impor jagung yang nantinya bisa digunakan untuk meningkatkan produktivitas petani jagung lokal.

 

Kesimpulan

Pasar daging ayam lokal Indonesia saat ini tengah menghadapi ketidakpastian kondisi pasar lantaran Indonesia yang kalah telak dalam sidang World Trade Organization (WTO) pada Juli 2019 ini. Kekalahan Indonesia ini memicu terbukanya peluang ayam ras impor asal Brazil masuk ke Indonesia dalam jumlah yang tidak sedikit, bahkan diprediksikan memiliki harga yang lebih murah daripada ayam ras lokal. Tentu hal itu menjadi kekhawatiran tersendiri bagi pertumbuhan sektor poultry di Indonesia.

Kendati dinilai dapat mengancam pertumbuhan, emiten yang bergerak di sektor poultry seperti JPFA, CPIN, dan SIPD lebih memilih fokus untuk mengembangkan bisnisnya dan tetap optimis akan pertumbuhan positif kedepannya meskipun harus menghadapi tantangan serbuan ayam ras impor dari Brazil.

Sementara kita juga mengharapkan pemerintah juga turut membantu baik sektor usaha kecil maupun sektor usaha besar untuk bisa memenangkan persaingan perdagangan ayam di pasar. Di mulai dari menyediakan bahan baku utama pakan ternak yang terjangkau yakni jagung. Hal demikian mampu meningkatkan kualitas dari ayam ras lokal, sehingga tidak kalah saing dengan ayam ras impor dari negara manapun, termasuk Brazil.

 

###

 

Info:

  • Monthly Investing Plan Agustus 2019 akan segera terbit. Anda dapat memperolehnya di sini.
  • Cheat Sheet LK Q2 2019 akan segera terbit, Anda dapat memperolehnya di sini.
  • E-Book Quarter Outlook LK Q2 2019 akan segera terbit. Anda dapat memperolehnya di sini.
  • Jadwal Workshop :
    •  Workshop & Advance Value Investing (Jakarta, 3 – 4 Agustus 2019) dapat dilihat di sini.

 

Tags : Diserbu Ayam Import Brazil | Diserbu Ayam Import Brazil | Diserbu Ayam Import Brazil | Diserbu Ayam Import Brazil | Diserbu Ayam Import Brazil | Diserbu Ayam Import Brazil | Diserbu Ayam Import Brazil | Diserbu Ayam Import Brazil | Diserbu Ayam Import Brazil | Diserbu Ayam Import Brazil | Diserbu Ayam Import Brazil

1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

1 Comment

  • -Robi
    31 July 2019 at 3:06 PM

    kenapa Indonesia tidak bisa menang dalam gugatan tersebut? apalagi indonesia sendiri sudah over supply..

Komentar

Artikel Lainnya

Youtube Update

Our Social Media

Arsip Artikel