resesi Italia resesi Jepang

Italia dan Jepang Jatuh ke Dalam Resesi, Bagaimana Prospek Ke Depan ?


Terakhir diperbarui Pada 25 April 2019 at 1:00 pm

Belakangan ini kita banyak mendengar berita mengenai resesi Italia dan resesi Jepang.. Banyak investor yang kemudian khawatir bahwa resesi Italia dan resesi Jepang ini akan mempengaruhi IHSG ke depannya.. Hal ini tidak terlepas dari pelemahan perekonomian global yang cukup menorehkan sejumlah dampak bagi sejumlah negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Seperti yang sudah kita ketahui, pada tahun 2018 kemarin sejumlah negara seperti Turki, Argentina, dan Venezuela sudah lebih dulu mengalami krisis ekonomi. Kini giliran sejumlah negara maju juga mulai memasuki masa resesi, dan yang terbaru ini adalah resesi Italia dan resesi Jepang.

Setelah Italia yang belum lama ini lebih dulu masuk ke jurang resesi, negara maju seperti Jepang juga diprediksikan akan segera mengalami resesi Jepang. Apakah dampak ke depannya bagi Indonesia dari resesi yang dialami sejumlah negara ini ?

Sebelum masuk pada pembahasan inti mengenai resesi Italia dan resesi Jepang, Penulis kembali ingin mengingatkan bahwa di tahun 2018 kemarin, Penulis pun sudah pernah menguraikan krisis Turki ke dalam artikel. Untuk itu, Anda bisa membacanya kembali melalui link berikut ini :

 

[Baca lagi : Bagaimana Pengaruh Krisis Turki Mempengaruhi Pergerakan IHSG ?]

 

Latar Belakang Pelemahan Ekonomi Global

Melemahnya perekonomian secara global, menimbulkan ekspektasi bahwa pertumbuhan ekonomi sejumlah negara akan melambat di tahun 2019 ini bahkan hingga ke 2020 mendatang.

Bahkan, belum lama ini IMF sendiri memprediksikan pertumbuhan ekonomi global tahun ini akan melambat menjadi 3.5%. Angka ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 3.7%, yang disampaikan IMF dalam laporan World Economic Outlook di Bulan Oktober 2018.

Adapun perlambatan ekonomi global ini tidak terlepas dari sejumlah faktor, salah satunya adalah imbas dari Perang Dagang antara AS dan China yang menjadi gesekan negatif bagi iklim ekonomi global. Ditambah lagi dengan adanya faktor lain seperti penutupan sebagian (partial shutdown) pemerintahan AS, yang membuat sekitar 800.000 karyawan tidak memperoleh penghasilan. Sementara itu di Eropa sendiri saat ini diramaikan oleh perseteruan Brexit, di mana hingga kini belum ada kepastian dari negosiasi Brexit terkait proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa.

Kondisi-kondisi di atas semakin meningkatkan ketidakpastian, yang akibatnya pun justru meningkatkan proteksionisme perdagangan. Tak pelak hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi para pelaku pasar, termasuk pasar keuangan.

 

Resesi Italia Di Awal Tahun 2019

Setelah Turki, Argentina, dan Venezuela yang lebih dahulu memasuk periode resesi, kini Italia juga resmi memasuki periode resesi. Terhitung sejak per kuartal IV-2018 Italia sudah masuk ke masa resesi, dengan pertumbuhan GDP yang hanya sebesar 0.1%.

 

 

Angka pertumbuhan GDP Italia ini adalah yang terendah dalam 5 tahun terakhir. Sebagai gambaran, dalam 5 tahun terakhir pertumbuhan GDP Italia berada di sekitar 1.0 – 1.5%. Dan di tahun 2019 ini, diprediksi kontraksi ekonomi Italia akan berpotensi berlanjut sepanjang tahun ini. Bahkan jika terus melemah, Italia bisa berpotensi mencatatkan pertumbuhan ekonomi negatif, seperti yang terjadi pada 2012 – 2013 yang lalu.

Gambaran pertumbuhan ekonomi Italia, bisa dilihat pada screenshot di bawah ini :

GDP Annual Growth Rate Itali 2016 – 2018. Source : tradingeconomics.com

 

Resesi ekonomi yang kini dihadapi Italia tidak terlepas dari melemahnya perekonomian negara di kawasan Eropa. Berdasarkan data Lembaga Statistik Eurostat, pertumbuhan ekonomi di 19 negara anggotanya memang masih dalam kondisi melemah. Pada kuartal IV-2018, pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa hanya mencapai 0.2%.

Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi, Italia pun menunjukkan pertumbuhan inflasi yang tertekan, di kisaran 0.9% per Januari 2019. Angka ini berada di bawah rata-rata inflasi sebesar 1.5% di sepanjang semester I 2018 lalu. Untuk lebih jelasnya, Anda juga dapat melihat screenshot di bawah ini :

Inflation Rate Italy. Source : tradingeconomics.com

 

Sementara untuk jumlah pengangguran di Italia, meskipun dalam beberapa tahun terakhir ini tengah dalam tren menurun, namun angka pengangguran di Italia masih relatif tinggi. Setelah sebelumnya sempat mencatatkan angka pengangguran tertinggi di level 12.5% di tahun 2015, kini angka pengangguran di Italia berada di kisaran 10.3% per Desember 2018.

Bila dibuat dalam skala perbandingan, maka 1 dari 10 orang di italia memegang status pengangguran. Angka tersebut masih cukup jauh di atas rata-rata dari tingkat pengangguran di Uni Eropa yang secara keseluruhan sebesar 7.9% di akhir 2018. Negara tetangga seperti Jerman,  memiliki tingkat pengangguran yang jauh lebih rendah, yaitu hanya sebesar 3.3% per akhir 2018. Dari perbandingan tersebut, jelas angka 10.3% dari penggangguran di Italia masih relatif tinggi. (terutama pengangguran usia muda antara 15 tahun – 24 tahun yang sebesar 31.9%).

 

Jepang dan Potensi Resesi

Bukan hanya Italia yang memasuki masa resesi, Jepang yang termasuk negara maju di Asia, dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia pun tak luput dari potensi resesi di 2019. Adapun resesi di Jepang diprediksikan akan terjadi di rentang tahun fiskal periode April 2019 – April 2020.

 

 

Jepang menjadi salah satu dari sejumlah negara, yang ikut terpukul akibat perseturuan perang dagang antara AS dan China sejak awal tahun 2018 kemarin, sehingga menghambat belanja modal Chinamelalui perlambatan ekspor barang modal.

Sebagai gambaran, China sendiri merupakan mitra dagang terbesar bagi Jepang, dengan nilai ekspor Jepang ke China mencapai 15.8% dari total ekspor Jepang ,  atau sebesar 14.89 triliun Yen.

Dampaknya pun perekonomian Jepang mulai tumbuh melambat hingga mencapai 0.6% per kuartal III-2018, padahal sebelumnya produk domestik bruto/GDP Jepang masih tumbuh sebesar 2.4% di tahun 2017. Kondisi itu akhirnya memunculkan prediksi Jepang akan segera memasuki resesi, lantaran perekonomian Jepang yang sudah mengalami perlambatan dalam waktu kurang lebih 3 kuartal terakhir. Adapun sebagai gambaran jelasnya, seperti berikut :

GDP Annual Growth Rate Jepang. Source : tradingeconomics.com

 

Tidak hanya pertumbuhan ekonomi saja yang melambat, tercatat inflasi Jepang pun sudah mengalami perlambatan Sebagai gambaran, inflasi Jepang turun secara signifikan dari sekitar 1.4% di Oktober 2018, menjadi 0.3% di Desember 2018, seperti berikut ini :

Inflation Rate Jepang. Source : tradingeconomics.com

 

Tanda kedua adalah Balance of Trade Jepang yang cukup terganggu, lantaran Jepang mengalami defisit perdagangan di tahun 2018 kemarin yang mencapai sebesar JPY 1,329 miliar. Sebagai berikut ini :

Defisit Perdagangan Jepang. Source : tradingeconomics.com

 

Dampak Resesi Italia dan Jepang Terhadap Indonesia

Setelah kita tahu kondisi saat ini dan juga penyebab dari resesi yang terjadi Itali dan Jepang, Lantas bagaimanakah dampak ke depannya bagi Indonesia ?

Meskipun Italia sudah resmi mengalami resesi, namun Penulis melihat dampaknya tidak terlalu berpengaruh secara signifikan terhadap Indonesia. Terlebih untuk mitra kerja sama dalam perdagangan, Italia bukanlah mitra dagang besar bagi Indonesia (seperti: Jepang, China, India). Dengan catatan jumlah ekspor Indonesia ke Italia hanya sebesar US$ 1.94 miliar di 2017. Angka itu cukup jauh bila dibandingkan dengan jumlah ekspor Indonesia ke China (US$ 23.05 miliar), Jepang (US$ 17.79 miliar), atau AS (US$ 17.78 miliar) per tahun 2017.

 

Source : Badan Pusat Statistik – Litbang Januari – Oktober 2018

 

Berbeda dengan resesi Italia yang tidak berdampak signifikan, jika ternyata ekspektasi resesi Jepang benar terjadi, maka akan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap Indonesia.

Jika resesi Jepang terjadi, maka akan mempengaruhi jumlah ekspor Indonesia ke Jepang, mengingat Jepang adalah sasaran potensial tujuan ekspor utama bagi perdagangan Indonesia. Tidak hanya jumlah ekspor yang akan terpengaruh, volume investasi dari Jepang di Indonesia pun akan ikut turun, karena Jepang merupakan investor di sektor riil (Foreign Direct investment/FDI) yang terbesar kedua, dengan nilai US$ 3.75 miliar di sepanjang Januari – September 2018.

 

Kesimpulan

Indonesia tetap harus waspada, meskipun kini Indonesia secara fundamental bisa dikatakan cukup sehat, dengan GDP yang bertumbuh hingga 5.18% hingga Kuartal IV 2018. Demikian pula pertumbuhan inflasi masih terjaga di level 2.82%. Akan tetapi sentimen-sentimen negatif yang muncul di tengah memanasnya perekonomian global saat ini bisa saja mempengaruhi ekonomi Indonesia.

Resesi ekonomi yang terjadi di Italia tidak terlalu mempengaruhi Indonesia secara keseluruhan, karena Italia bukan mitra dagang utama bagi Indonesia. Namun beda ceritanya dengan Jepang, di mana Jepang memiliki hubungan dagang yang cukup signifikan dengan Indonesia.

 

###

 

Info:

  • Monthly Investing Plan Februari 2019 sudah terbit. Anda dapat memperolehnya di sini.
  • Cheat Sheet LK Q4 2018 akan segera terbit, Anda dapat memperolehnya di sini.
  • E-Book Quarter Outlook LK Q4 2018 akan segera terbit. Anda dapat memperolehnya di sini.
  • Jadwal Workshop :
    • Workshop Ultimate Value Investing (Medan, 23 – 24 Februari 2019) dapat dilihat di sini.

1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

2 Comments

  • Ridwan Suta
    13 February 2019 at 10:51 AM

    Thanks admin untuk artikelnya,, topik ini sangat membantu investor untuk memantau pasar modal, karena Indonesia memiliki hubungan kerjasama yang besar dengan Jepang

  • Belimbing
    18 April 2020 at 8:41 PM

    Artikel yang bagus, tetapi lebih menarik kalau ada refrensinya.

Komentar

Artikel Lainnya

Youtube Update

Our Social Media

Arsip Artikel