Daftar Isi
Artikel telah ditinjau oleh: Stock Market Analyst RK Team
Inflasi AS naik ke level 3.5% YoY di Maret 2024, kembali menuai sorotan tajam dari para pelaku pasar. Setelah sebelumnya inflasi AS bulan Februari 2024 naik di 3.2% YoY. Adapun dampak langsung yang dirasakan Indonesia ialah pelemahan nilai tukar Rupiah hingga ke Rp16.200an per dolar AS. Lantas apa sebab naiknya inflasi AS? Dan apakah ada dampak lainnya terhadap Indonesia?
Pertumbuhan Inflasi AS 3.5% YoY di Maret 2024
Pada 10 April 2024 kemarin, Amerika Serikat (AS) telah merilis pertumbuhan inflasi bulan Maret 2024 yang tercatat melonjak ke level 3.5% YoY, menjadi yang tertinggi sejak per September 2023 lalu.
Inflasi AS 3.5% YoY di Maret ini, juga lebih tinggi dari pertumbuhan inflasi bulan Februari yang berada di level 3.2% YoY. Kenaikan inflasi tersebut, setidaknya membuat AS cukup sulit menurunkan inflasi ke targetnya di bawah 2%.
Bahkan kenaikan inflasi AS 3.5% YoY ini juga berada di luar prediksi pasar yang memperkirakan inflasi AS hanya mencapai 3.4% YoY.
Beberapa penyebab naiknya inflasi AS, antara lain:
- Kenaikan biaya energi sebesar 2.1% dan juga bensin yang naik 1.3%,
- Kenaikan kelompok transportasi sebesar 10.7%,
- Kenaikan biaya pakaian jadi sebesar 0.4%,
- Kenaikan indeks PMI Manufaktur AS yang menyentuh level 50.3 poin.
Khususnya untuk indeks PMI Manufaktur AS yang dirilis oleh Institue of Supply Management (ISM), mencatatkannya adanya peningkatan ke level 50.3 poin pada Maret 2024. Seperti berikut…
Indeks PMI Manufaktur AS. Source: tradingeconomics.com
Data di atas menunjukkan adanya pertumbuhan dan juga ekspansi di sektor manufaktur AS. Padahal dalam beberapa tahun terakhir manufaktur AS terkontraksi dan sulit bangkit. Tercatat pada Maret 2024 AS mendapatkan banyak permintaan, seperti yang terlihat pada komponen berikut:
Indeks PMI Manufaktur AS. Source: tradingeconomics.com
Dengan adanya pertumbuhan PMI Manufaktur tersebut, tidak heran jika kemudian konsumsi AS juga ikut meningkat. Yang pada gilirannya memicu kenaikan inflasi AS ke level 3.5% YoY di Maret 2024.
Apa Dampak yang Mungkin Timbul?
Kenaikan inflasi AS 3.5% di Maret 2024, setidaknya akan menimbulkan sejumlah dampak besar. Mengingat inflasi AS merupakan salah satu faktor yang berdampak signifikan terhadap situasi ekonomi global, termasuk ke Indonesia.
Dampak bagi AS:
- The Fed AS berpotensi melakukan penundaan pemotongan suku bunga (higher for longer rates), padahal sebelumnya para analis memprediksikan suku bunga mulai turun di Juni 2024. Namun dengan inflasi AS 3.5% di Maret bukan tidak mungkin akan mundur ke kuartal III-2024 atau bahkan bisa lebih lama dari prediksi.
Penundaan pemotongan suku bunga tersebut, mengakibatkan penguatan index USD dari yang sebelumnya di level 104 per akhir Maret 2024, saat ini berada di level 106. Penguatan dolar AS ini, secara tidak langsung telah mencerminkan adanya perpindahan arus dana global yang mulai membanjiri pasar keuangan AS.
Karena suku bunga yang tinggi dalam periode yang lama, mengindikasikan imbal hasil instrument obligasi AS yang menarik bagi investor.
Indeks dolar AS. Source: id.investing.com
- Yield Obligasi Pemerintah AS/Government bond yield tenor 10 tahun terus mengalami kenaikan mencapai level 4.6% pada Maret 2024.
US 10 Year Note Bond Yield. Source: tradingeconomics.com
Dampak bagi Indonesia:
Seperti yang sudah disebutkan di atas, bahwa dampak kenaikan inflasi AS 3.5% di Maret ini membuat potensi penurunan suku bunga The Fed semakin tertunda, alhasil suku bunga yang tinggi mengakibatkan demand untuk USD meningkat yang berpengaruh terhadap permintaan rupiah yang melemah. Sehingga Rupiah sempat menyentuh level Rp16.200an per dolar AS, per artikel ini ditulis.
USD to IDR. Source: www.xe.com
Grafik di atas menunjukkan bahwa pelemahan Rupiah masih terus berlanjut, bahkan mencapai level terendah sejak tahun 2020 yang lalu, tepatnya ketika pandemi Covid19 terjadi.
[Baca lagi: Potensi Ekonomi AS dan China Membaik di Tahun 2024]
Antisipasi bagi Indonesia
Adapun yang perlu diantisipasi oleh Indonesia saat ini, ialah berlanjutnya pelemahan Rupiah yang berujung pada timbulnya masalah-masalah baru seperti:
Daya beli yang menurun
Rupiah yang melemah dapat mendorong kenaikan inflasi. Terlebih lagi pada barang-barang kebutuhan pokok yang rentan dengan kenaikan harga komoditi. Jika inflasi terjadi, maka daya beli konsumsi akan menurun dan tertahan, apalagi bagi masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR.
Biaya impor lebih tinggi
Hal lain yang perlu diketahui saat ini, ialah kenaikan harga minyak dan juga biaya logistik imbas perang di wilayah Timur Tengah (Iran dan Israel). Sudah tentu ini akan memperburuk daya beli perusahaan yang membutuhkan barang-barang kelompok bahan baku yang harus di impor, dengan biaya pengeluaran yang lebih besar.
Menimbulkan ketidakpastian bagi dunia bisnis
Nilai tukar Rupiah yang melemah cenderung akan menimbulkan ketidakpastian bagi dunia bisnis. Utamanya dalam hal investasi maupun rencana strategi bisnis yang dilakukan dalam kurs mata uang asing.
Nikmati tools Cheat Sheet yang bisa bantu analisa laporan keuangan secara lebih cepat dan lengkap dengan Intrinsic Value Calculator untuk tahu nilai intrinsik dari saham tertentu! Yuk buruan!
Kesimpulan
Kenaikan inflasi AS 3.5% YoY di Maret 2024 setidaknya akan memberi tekanan pada Indonesia. Dengan salah satu dampak terbesarnya ialah terhadap pergerakan nilai tukar Rupiah yang cenderung melemah, bahkan sempat menyentuh level paling rendah ke Rp16.200an. Terlebih lagi dengan sedikitnya harapan penurunan suku bunga The Fed dalam waktu dekat, akibat kuatnya ekonomi AS yang juga mendorong dolar AS tetap kuat dalam beberapa hari terakhir.
Menanggapi kenaikan inflasi AS 3.5% YoY dan juga penguatan indeks dolar ke level 106, Bank Indonesia (BI) sendiri telah meresponnya dan berkomitmen melakukan sejumlah upaya konkrit. Seperti halnya dengan mendorong ekspor lebih banyak lagi, untuk mendatangkan permintaan akan Rupiah dan menguatkan nilai tukarnya.***
###
DISCLAIMER ON:
Tulisan ini bukan rekomendasi jual dan beli. Semua data dan pendapat pada artikel adalah bersifat informasi yang mengedukasi pembaca, berdasarkan sudut pandang penulis pribadi. Risiko investasi berada pada tanggung jawab masing-masing investor. Do Your Own Research!
Temukan Artikel Analisa dan Edukasi Saham lainnya di Google News.