Pemerintah Menerbitkan Surat Utang Negara Bertenor 50 Tahun, Buat Apa Sih ?


Belum lama ini pemerintah baru saja menerbitkan surat utang negara (SUN) berdenominasi dolar AS. Namun penerbitan utang pemerintah kali ini, justru menarik perhatian banyak pihak. Pasalnya penerbitan utang pemerintah ini menjadi utang yang terbesar dalam sejarah Indonesia, bahkan Indonesia menjadi negara pertama di Asia yang berani menerbitkan surat utang negara sejak terjadinya pandemi virus corona belakangan ini. Kira-kira seberapa besar nominalnya dan apa yang menjadi tujuan dari penerbitan surat utang negara ? Dan bagaimana dampak yang akan mungkin timbul ke depannya ?

 

Penerbitan Surat Utang Negara Bertenor 50 Tahun

Pada tanggal 6 April 2020 kemarin, pemerintah Indonesia telah menerbitkan surat utang atau obligasi berdenominasi dolar AS dengan nilai yang tidak sedikit. Bahkan surat utang negara tersebut tercatat sebagai surat utang global yang memiliki waktu pelunasan atau tenor terpanjang dalam sejarah penerbitan global bonds Indonesia. wahhh… emangnya berapa besar sih dana yang dipinjam sama negara kita ?

Sejauh yang Penulis cari tahu terkait penerbitan utang ini, Indonesia telah menerbitkan surat utang sebesar USD 4.3 miliar atau setara Rp 112 triliun dengan asumsi kurs Rp 16.000 per dolar AS. Utang negara tersebut dipecah menjadi tiga seri :

  • Pertama seri RI1030, sebesar USD 1.65 miliar dengan tenor 10.5 tahun yang jatuh tempo pada Oktober tahun 2030 dan yield 9%.
  • Kedua seri RI1050, sebesar USD 1.65 miliar dengan tenor 30.5 tahun yang jatuh tempo pada Oktober tahun 2050 dan yield 25%.
  • Ketiga seri RI0470, sebesar USD 1 miliar dengan tenor 50 tahun jatuh tempo pada April tahun 2070 dan yield 5%.

 

 

Dari ketiga seri surat utang di atas, hanya seri RI0470 la yang memiliki tenor terpanjang sekitar 50 tahun ke depan. Menjadi surat utang negara yang terbesar dalam penerbitan global bond Indonesia. Sekaligus menjadikan Indonesia sebagai negara pertama yang menerbitkan global bond sejak pandemi virus corona mulai mewabah pada Maret 2020 kemarin. Lantaran mulai dari bulan Februari sampai ke Maret 2020, tidak ada satu negara mana pun di Asia yang masuk ke global bond. Adapun pada saat penerbitannya, surat utang ini dilakukan secara elektronik tanpa tatap muka secara langsung.

Tujuan penerbitan surat utang ini sendiri, sebenarnya tidak lepas dari melemahnya aktifitas ekonomi yang belakangan ini terjadi. Dengan demikian, pemerintah bisa memenuhi kebutuhan dan pembiayaan APBN secara umum. Termasuk juga biaya untuk penanganan dan pemulihan pasca pandemi virus corona. Sehingga mau tak mau, pemerintah kembali menerbitkan surat utang untuk memenuhi kebutuhan tambahan belanja yang ditaksir bisa mencapai Rp 405 triliun. Nah… melihat angka sebesar Rp 405 triliun, kira-kira masih ingat dengan stimulus yang akan disebarluaskan ?

 

[Baca lagi : Jokowi Mengucurkan Stimulus Rp 405 Triliun, untuk Mengatasi Pandemi Corona. Bagaimana Dampak ke Depannya ?]

 

 

Apa itu Surat Utang Negara ?

Sebelum masuk dalam pembahasan lebih jauh, kira-kira sudah paham betulkah tentang surat utang negara ? Untuk itu sebelum masuk pada pembahasan dampak penerbitan surat utang, Penulis ingin membahas sekilas tentang surat utang negara atau yang sering disebut SUN….

Ya… seperti namanya, surat utang negara ialah surat pernyataan hutang yang dibuat dan diterbitkan oleh pemerintah, dan kemudian di jual. Pembeli surat utang ini nantinya, bisa berasal dari dalam maupun luar negeri, atau bahkan para investor. Dalam surat utang, pemerintah telah menjamin pembayaran pokok dan persentase bunga akan diberikan pada saat jatuh tempo. Atau sederhananya, surat utang negara ini bisa disebut sebagai utang yang diajukan dan dimiliki pemerintah kepada investor umum baik dalam maupun luar negeri, untuk menutupi kekurangan anggaran.

Dari sisi penggunaannya, surat utang bertujuan untuk membiayai defisit APBN, di saat yang bersamaan kebutuhan dan pembangunan tetap harus dijalankan. Bahkan hingga digunakan untuk menutupi kekurangan kas jangka pendek dalam satu tahun anggaran. Berdasarkan jangka waktu pembayaran, surat utang negara terbagi menjadi dua di antaranya :

  1. Surat Perbendaharaan Negara, memiliki jangka waktu paling lama sekitar 12 bulan.
  2. Obligasi Negara, memiliki jangka waktu lebih dari 12 bulan.

 

Alasan Kenapa tenornya panjang ?

Kembali ke topik, Penerbitan surat utang pemerintah ini ramai diperbincangkan publik lantaran memiliki waktu pelunasan yang sangat lama, yakni sekitar 50 tahun ke depan. Meski demikian, pemerintah ternyata memiliki alasannya tersendiri. Salah satu alasannya adalah untuk menekan beban angsuran, dan mempertimbangkan waktu jatuh tempo surat utang lain yang memiliki tenor pendek.

Di sisi lain, penerbitan surat utang ini menggunakan dolar AS yang diklaim juga akan membantu penambahan cadangan devisa Indonesia. Seperti yang kita tahu, posisi cadangan devisa kita saat ini tengah menurun menjadi sebesar USD 121 miliar per bulan Maret 2020. Penurunan tersebut lantaran digunakan salah satunya untuk pembayaran utang pemerintah yang jatuh tempo. Gambarannya seperti di bawah ini :

 

Cadangan Devisa Maret 2020.

Source : https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/04/08/cadangan-devisa-maret-turun-72

 

Selain itu, utang ini juga dinilai akan membantu pembiayaan APBN. Bahkan pemerintah juga menilai, tenor tersebut juga cukup kuat sehingga negara bisa mendapatkan yield lebih besar dari investor. Sehingga bisa menyeimbangkan rata-rata waktu jatuh tempo surat utang. Untuk ke depannya pun, tenor panjang tersebut menjadi acuan tenor baru bagi Indonesia.

 

Dampak Penerbitan Surat Utang Bertenor 50 Tahun

Dampak positif

Penerbitan surat utang negara yang dilakukan secara berkala oleh pemerintah sebenarnya memiliki dampak positif. Di mana setidaknya dampak tersebut akan berimbas pada pemerintahan, selaku pembuat kebijakan dan sekaligus penerbit surat utang. Nah di bawah ini adalah beberapa dampak positifnya :

Seperti yang sudah dibahas di atas, penerbitan surat utang ini akan membantu pemerintah untuk bisa memenuhi anggaran negara yang mengalami defisit. Apalagi surat utang sudah diakui oleh pemerintah, sebagai salah satu sumber pendapatan negara. Di mana dana yang diperoleh dari penjualan surat negara, bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan negara. Maka tidak heran, jika surat utang negara diklaim sebagai hutang produktif, karena dana yang diperoleh bisa disalurkan kembali untuk mendapatkan output yang lebih besar.

Selain itu, alasan lainnya juga karena pemerintah yakin surat utang bertenor 50 tahun akan bisa membantu penambahan cadangan devisa. Berkenaan dengan itu, pemerintah sendiri telah memprediksikan pertumbuhan cadangan devisa bisa mencapai USD 125 miliar. Sehingga bisa mendongkrak kembali perekonomian.

Tidak hanya itu saja, melalui penerbitan surat utang pemerintah juga berharap bisa meningkatkan kembali iklim investasi. Hal ini dikarenakan, surat utang ini bisa dibeli oleh pihak manapun baik dari dalam maupun luar negeri, hingga ke para investor di Indonesia. Sehingga bisa kembali meningkatkan optimisme para pelaku pasar, atau bahkan melakukan diversifikasi investasinya melalui surat utang negara. Bahkan meningkatkan kembali derasnya aliran modal yang masuk ke pasar domestik. Pasalnya rasio utang Indonesia yang berada di level 34% – 35% terhadap PDB masih cukup terkendali, angka itu masih di bawah batas aman yang ditetapkan UU yakni 60%. Sehingga diklaim akan menambah minat investor global terhadap global bond Indonesia.

 

Dampak negatif

Meskipun penerbitan surat utang akan berdampak positif, namun sebaiknya kita juga harus tau apa saja dampak negatif yang mungkin terjadi di antaranya adalah :

Salah satu dampak yang mungkin dihadapi adalah Indonesia mengalami peningkatan utang sehingga lebih rentan terhadap aliran modal yang tiba-tiba keluar (sudden capital inflow). Hal ini bisa saja terjadi, karena dengan penambahan surat utang ini berarti utang yang dimiliki pemerintah juga mengalami peningkatan. Di saat yang sama, dominasi kepemilikan asing terhadap surat utang negara juga jadi lebih banyak. Tercatat dominasi kepemilikan asing saat ini berada di kisaran 35% – 40%. Angka tersebut jumlahnya lebih besar dari Thailand, Malaysia, ataupun China. Sehingga tentu Indonesia harus lebih berhati-hati, karena setidaknya akan berimbas pada defisitnya anggaran jika banyak arus modal yang keluar.

Bahkan, negara juga berisiko menghadapi imbal hasil atau yield yang semakin besar. Hal itu sebagai akibat dari tingginya bunga utang, yang harus dibayarkan dalam periode yang sangat panjang. Terlihat dari besaran yield yang diberikan 3.9%, 4.25%, dan 4.5%. Sehingga yield yang diberikan pemerintah Indonesia dalam penjualan surat utang tentu lebih besar, dibandingkan dengan negara lainnya di Asia. Jadi meski surat utang ini menarik minat investor untuk berinvestasi, namun bagi pemerintah akan membutuhkan jumlah dana yang lebih besar juga untuk yield yang meningkat. Di bawah ini adalah gambaran tenor dan yield surat utang pemerintah per saat artikel in ditulis :

Tenor SBN RupiahYield (%)

Kenaikan Sepanjang Tahun

(YTD)

2 Tahun6.3861.6
5 Tahun7.3289.0
10 Tahun7.9184.7

Source : https://asianbondsonline.adb.org/economy/?economy=ID

 

Dan secara tidak langsung, pemerintah jadi terlalu mengandalkan surat utang negara. Bukan hal yang tidak mungkin, bila akhirnya surat utang selalu diandalkan dan dijadikan sebagai solusi oleh pemerintah untuk memenuhi anggaran dan kebutuhan negara. Apalagi sampai saat ini, sebagian besar utang Indonesia memang berasal dari penerbitan surat berharga termasuk salah satunya SUN. Padahal sebenarnya masih ada hal-hal produktif lainnya, yang bisa dilakukan oleh pemerintah. Meski surat utang merupakan hutang produktif, namun tetap saja statusnya adalah hutang dan akhirnya menjadi beban.

 

Kesimpulan

Penerbitan surat utang sebesar USD 4.3 miliar atau setara Rp 112 triliun, yang kemudian  dipecah menjadi tiga seri : Pertama seri RI1030, sebesar USD 1.65 miliar dengan tenor 10.5 tahun dan yield 3.9%. Kedua seri RI1050, sebesar USD 1.65 miliar dengan tenor 30.5 tahun dan yield 4.25%. Ketiga seri RI0470, sebesar USD 1 miliar dengan tenor 50 tahun dan yield 4.5%. Dari ketiga seri tersebut, hanya seri RI0470 lah yang memiliki waktu pembayaran terpanjang selama 50 tahun.

Tenor yang panjang tersebut, dipertimbangkan dari sejumlah hal mulai dari untuk menekan beban angsuran, dan mempertimbangkan waktu jatuh tempo surat utang lain yang memiliki tenor pendek. Dan juga akan membantu penambahan cadangan devisa Indonesia. Seperti yang kita tahu, posisi cadangan devisa kita saat ini tengah menurun menjadi sebesar USD 121 miliar per bulan Maret 2020 kemarin. Selain itu, utang ini juga akan membantu pembiayaan APBN. Bahkan untuk ke depannya pun, tenor panjang tersebut menjadi acuan tenor baru bagi Indonesia.

Kendati demikian, penerbitan surat utang tersebut memang memiliki dampak positif dan negatif yang harus dihadapi. Dengan begitu, bisa disimpulkan bahwa penerbitan surat utang negara bertenor 50 tahun ini, akan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah di masa mendatang. Mengingat statusnya yang tetap utang, dan sudah tentu menjadi beban bagi negara.

 

###

 

Info:

 

Tags : Surat Utang Negara | Surat Utang Negara | Surat Utang Negara | Surat Utang Negara | Surat Utang Negara | Surat Utang Negara | Surat Utang Negara | Surat Utang Negara | Surat Utang Negara | Surat Utang Negara  Surat Utang Negara | Surat Utang Negara | Surat Utang Negara

1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

Komentar

Artikel Lainnya

Youtube Update

Our Social Media

Arsip Artikel