Prabowo-Hapus-Pajak-Properti
Artikel telah ditinjau oleh: Stock Market Analyst RK Team 

Beberapa hari terakhir pasar diramaikan oleh wacana Prabowo hapus pajak properti. Wacana tersebut digadang-gadang akan membebaskan pengenaan biaya PPN dan BPHTB pembelian rumah sebesar 16%, dari total pajak sektor properti yang mencapai 21%. Dalam targetnya, penghapusan pajak properti ini akan dikhususkan pada segmen masyarakat berpenghasilan rendah alias MBR. Meski baru wacana, namun telah menimbulkan berbagai pro kontra. Lantas apakah penghapusan pajak properti ini menjadi katalis positif or negatif?

 

Wacana Prabowo Hapus Pajak Properti

Momentum pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih akan segera dilaksanakan pada 20 Oktober 2024 besok. Ini berarti dalam beberapa hari ke depan, akan ada realisasi dari sejumlah wacana yang telah direncanakan oleh Prabowo Subianto. Seperti kita tahu, Presiden Terpilih Prabowo Subianto mengusung sejumlah wacana besar, antara lain:

  • Swasembada pangan yang dilakukan melalui food estate.
  • Melanjutkan pengembangan ESG.
  • Mengembangkan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
  • Menyelenggarakan dan menjamin rumah murah, beserta sanitasi yang baik khusus segmen bawah.
  • Meningkatkan kekuatan Pendidikan.
  • Meningkatkan ketahanan nasional.

Dan salah satu wacana yang tengah ramai belakangan hari ini adalah untuk bisa menyelenggarakan dan menjamin rumah murah. Dengan cara Prabowo hapus pajak properti yang totalnya sebesar 16%, yang terdiri dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11% dan juga Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) 5%. Rencana tersebut akan dilakukan setidaknya sepanjang 1 – 3 tahun pertama pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Wacana Prabowo hapus pajak tersebut untuk pertama kalinya diungkapkan oleh Hashim Djojohadikusumo selaku Ketua Satuan Tugas (Satgas) Perumahan untuk Presiden Terpilih. Sekaligus sebagai adik dari Prabowo Subianto. Hashim mengungkapkan, bahwa usulan penghapusan pajak properti sudah direkomendasikan pada jajaran pemerintah terpilih dan akan direalisasikan.

Penghapusan pajak properti merupakan bagian dari stimulus perekonomian, sekaligus target untuk bisa menjalankan program pembangunan 3 juta rumah dalam setahun. Namun penghapusan pajak properti ini diperuntukkan bagi segmentasi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Tujuannya jelas untuk menjamin masyarakat berpenghasilan rendah tetap bisa memiliki rumah.

 

 

Benarkah Banyak Segmen MBR Belum Memiliki Rumah?

Salah satu permasalahan besar yang sedang dihadapi Indonesia saat ini adalah masih banyaknya masyarakat kelas bawah atau segmen MBR yang belum memiliki rumah tanggal pribadi. Situasi ini tercermin dari tingginya backlog perumahan sampai tahun 2023 di level 12.7 juta unit. Angka backlog ini naik sekitar 1.7 juta, dari tahun 2022 yang sebesar 11 juta unit dengan kontribusi mencapai 93% nya berasal dari segmen MBR. Artinya mengacu pada jumlah backlog tahun 2023, masih cukup banyak masyarakat di segmen MBR yang belum memiliki rumah tanggal pribadi. Padahal pembangunan rumah subsidi masih terbilang gencar sampai dengan saat ini.

Backlog yang masih tinggi tersebut, merupakan ‘pekerjaan rumah’ yang belum teratasi dari Program Sejuta Rumah yang diusung oleh Pakde Jokowi. Program ini dijalankan dengan skema FLPP dengan kuota yang relatif kecil, gambaran saja pada Agustus 2024 kuota yang disediakan sebesar 166.000. kemudian dinaikkan menjadi 200.000 kuota.

Dari penjelasan di atas, jelas mengapa permasalahan pemerataan rumah bagi segmen MBR ini masih akan menjadi fokus yang dilanjutkan Presiden Terpilih Prabowo. Yang semata-mata bukan hanya untuk mendorong perputaran ekonomi saja.

 

Mengenal Program Prabowo untuk Mendongkrak Kinerja Sektor Properti

  • Menghapus sebagian PPN dan BPHTB untuk pembelian rumah di segmen MBR.

Wacana penghapusan pajak properti ini hanya akan dilakukan sebagian dari total PPN dan BPHTB pembelian rumah yang sebelumnya mencapai 21%. Maka dengan adanya penghapusan pajak mencapai 16%, yang terdiri dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11% dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5%.

Di mana harapannya, beban pajak yang ditanggung pembeli menjadi lebih ringan dan berpotensi menurunkan harga jual rumah mencapai 16%. Pada gilirannya, akan mendatangkan permintaan rumah yang lebih tinggi, sehingga dapat mendorong penjualan unit properti.

 

  • Target pada program pembangunan rumah 3 juta unit dalam setahun.

Dalam program ini, rencananya FLPP (fasilitas KPR untuk segmen MBR) akan ditingkatkan menjadi 200.000 kuota, dari sebelumnya 166.000 di Agustus 2024. Jadi nantinya akan ada sekitar 200.000 unit rumah subsidi untuk segmen MBR. Target 3 juta unit rumah ini memang baik dan akan berdampak positif bagi perbankan yang memiliki eksposur tinggi pada penjualan KPR subsidi.

Bukan itu saja, batas pengajuan FLPP juga akan dinaikkan, dari sebelumnya berpenghasilan di bawah 8 juta per bulan, akan berubah menjadi Rp12 juta per bulan. Dengan harapan dapat meningkatkan FLPP, karena ada banyak penjualan rumah subsidi.

Namun di lain sisi juga dapat menimbulkan masalah, apabila rumah subsidi yang telah dibangun tersebut tidak terjual semua. Di mana nantinya akan diambil alih oleh developer untuk dijual dengan harga cukup mahal. Dengan begitu, sudah tentu tidak akan dapat dijangkau oleh segmen MBR yang telah menjadi target pemerintah.

 

  • PPN DTP berpotensi kembali dilanjutkan mulai tahun 2025.

Di masa pemerintahan Prabowo dan Gibran nanti, besar potensi PPN DTP sebesar 50% akan kembali dilanjutkan pada tahun 2025 untuk mendukung prospek perusahaan Properti.

Akan tetapi, perlu digarisbawahi intensif PPN DTP ini mungkin tidak terlalu berdampak besar pada emiten properti dengan produk rumah dengan nilai di kisaran Rp5 miliar ke atas. Contohnya seperti ASRI, BSDE, maupun PANI.

 

Apakah Wacana Prabowo Hapus Pajak Properti jadi Katalis Positif or Negatif?

Pertanyaannya berikutnya, dengan mengetahui situasi yang saat ini terjadi dari penjelasan di atas. Lantas apakah wacana penghapusan pajak properti ini menjadi bisa menjadi sepenuhnya katalis positif? Mari kita perbandingkan!

Katalis Positif

  • Sektor Properti

Sudah tentu adanya penghapusan pajak properti, berupa PPN dan BPHTB ini akan menjadi angin segar bagi emiten-emiten di sektor properti. Lantaran penghapusan pajak properti ini, akan membantu mendongkrak kinerja penjualan unit properti, yang pada gilirannya akan menumbuhkan marketing sales.

Namun, jika mengacu pada target peruntukan penghapusan pajak properti yang hanya menyasar segmen MBR, dengan produk perumahan subsidi. Maka belum dapat dipastikan bahwa ini akan menjadi katalis positif bagi seluruh emiten properti.

Jika benar Prabowo hapus pajak properti hanya untuk segmen MBR, maka saham berikut ini yang akan merasakan dampak positifnya:

Emiten Properti

Produk Rumah Subsidi dengan Harga Terjangkau

CTRACTRA melalui entitas anak usaha, melakukan pembangunan perumahan subsidi dengan segmen MBR.
PPROSebagai entitas anak usaha PT PP Tbk. PPRO ini juga banyak terlibat pada proyek pembangunan perumahan subsidi.
SMRAMeski produk propertinya didominasi oleh segmen atas. Namun SMRA juga memiliki program perumahan subsidi dengan segmen MBR.
ADHIDikenal sebagai perusahaan konstruksi milik negara. ADHI rupanya juga menjalankan unit bisnis pembangunan perumahan subsidi – yang turut mendukung Program Sejuta Rumah dari pemerintah.
WSKTMelalui entitas anak usaha PT Waskita Karya Realty yang melakukan proyek pembangunan rumah subsidi di wilayah Jabodetabek.

Sedangkan untuk emiten properti seperti PANI, BSDE, PWON, ASRI, hingga BSBK yang memiliki produk dengan harga cukup premium. Besar kemungkinan tidak diuntungkan oleh kebijakan penghapusan pajak properti. Oleh sebab itu, kita perlu tahu betul detail batasan-batasan dalam bagaimana kebijakan penghapusan pajak properti ini.

 

  • Sektor Perbankan

Angin segar dari wacana penghapusan pajak properti, juga dirasakan oleh emiten di sektor perbankan, terutama bagi emiten yang memiliki eksposur tinggi untuk menyediakan fasilitas KPR.

Adanya penghapusan pajak properti, sudah tentu akan meningkatkan permintaan nasabah terhadap akses KPR. Pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan kredit perusahaan. Salah satu emiten perbankan yang diuntungkan secara besar-besaran oleh adanya penghapusan pajak properti ini adalah PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) – sebagai bank penyedia KPR bagi rumah subsidi terbesar di Indonesia.

Mengacu pada hasil kinerja total kredit yang dicatatkan BBTN khusus di bidang subsidi adalah sebesar 48.6% dari seluruh total kredit 1H24 kemarin. Angka tersebut mengalami kenaikan 12.4% YoY, rinciannya di bawah ini…

Sedangkan dari sisi pertumbuhan DPK, pada 1H24 kemarin BBTN ini mendapatkan tambahan DPK yang cukup signifikan. Hal ini membuat total DPK BBTN di 1H24 mencapai Rp365 triliun, naik 16.6% YoY, dibandingkan DPK pada periode 1H23 yang sebesar Rp313 triliun. Artinya BBTN mampu secara likuiditas untuk menjalankan program perumahan subsidi di masa pemerintahan Prabowo nanti.

Sayangnya, NIM yang dicatatkan BBTN mengalami penurunan dari 4% ke 3% di 1H24. Padahal batas wajar NIM perbankan ada di level 5.0%. NIM yang turun ini menjadi risiko tersendiri bagi BBTN, dengan adanya skema FLPP.

LDR BBTN tercatat sebesar 96% di 1H24 setidaknya memang sejalan dengan pertumbuhan total penyaluran kredit sebesar Rp352.06 triliun. LDR tinggi tersebut membuat BBTN harus meningkatkan DPK supaya bisa memenuhi kebutuhan KPR.

Sementara untuk CASA di 1H24 mulai membaik dengan meningkat di atas 50%. Terlebih lagi CASA yang tinggi ini dapat menurunkan CoF perusahaan yang seharusnya lebih rendah. Mengingat skema FLPP bisa menurunkan margin perusahaan. Catatan: produk dengan margin kecil selayaknya diimbangi dengan beban yang juga kecil. Di bawah ini adalah rincian kinerja BBTN…

Bercermin dari kinerja BBTN di 1H24 tersebut, apakah BBTN mampu menangkap peluang dari program pembangunan 3 juta rumah dalam setahun?

Hal menarik dari perkembangan yang ada, rupanya BBTN sudah berkomunikasi intens dengan Satgas Perumahan untuk menetapkan strategi ekosistem perumahan. Baik itu dari sisi pasokan maupun permintaan. Salah satu strategi yang mungkin diterapkan BBTN adalah memperpanjang tenor KPR di kisaran 25 tahun – 30 tahun, sehingga cicilan rumah menjadi lebih murah dan meringankan konsumen.

Tidak tanggung-tanggung BBTN juga memberi usulan kepada Satgas Perumahan, untuk memberi subsidi tambahan khusus produk rumah urban, berupa premi asuransi maupun premi penjaminan.

 

Prospek-BBTN-snip

[Baca lagi: Prospek BBTN VS Program Pembelian Rumah di Bawah Rp2 Miliar Gratis PPN]

 

  • Sektor Semen

Emiten di sektor semen juga ikut mendapatkan angin segar dari wacana Prabowo hapus pajak properti. Terlebih lagi dengan adanya program Prabowo yang menargetkan pembangunan 3 juta rumah dalam setahun, yang diklaim akan mendorong pertumbuhan sektor properti. Hal tersebut setidaknya akan mendorong meningkatnya volume permintaan semen yang diperkirakan sampai sekitar 10 juta ton dalam setahun.

Tentu sangat menguntungkan para pemain di industri semen, seperti SMGR maupun INTP. Hanya saja dalam hal ini, tidak bisa berekspektasi tinggi mengingat kebutuhan semen untuk perumahan subsidi mungkin tidak akan terlalu besar. Mengingat ukuran rumah subsidi yang berukuran kecil, bahkan jumlahnya tidak sebanyak pada rumah non-subsidi (konvensional).

Jika diasumsikan, antara permintaan semen sekitar 10 juta ton per tahun tadi, dengan penjualan SMGR tahun 2023 sebesar 40 juta ton. Tentu permintaan 10 juta ton semen menjadi sangat signifikan. Apalagi kalau 10 juta ton, dikalikan dengan market share SMGR yang dikisaran 50% maka akan ada penambahan 5 juta ton atau setara 12% pertumbuhan penjualan SMGR.

Dari perhitungan di atas, setidaknya penghapusan pajak properti ini akan memberikan keuntungan pada emiten di sektor semen.

Secara keseluruhan wacana penghapusan pajak properti ini menjadi katalis positif, terutama di tiga sektor seperti di atas. Terlepas dari itu, Asosiasi Real Estate Indonesia (REI) turut menyambut positif wacana tersebut, lantaran dinilai akan membantu meringankan beban pembeli dan penjualan akan meningkat. Bahkan dilihat dari indeks properti, juga mengalami kenaikan sebesar 17.93% ytd…

 

Katalis Negatif

Meski tujuan dari penghapusan pajak properti ini adalah baik terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Terutamanya bagi prospek sektor properti dan mempermudah akses kepemilikan rumah untuk segmen MBR. Namun wacana hapus pajak properti pada PPN dan BPHTB bisa menjadi katalis negatif yang perlu dipertimbangkan, antara lain:

  • BPHTB sebagai salah satu bentuk pungutan pajak daerah, yang jika dihilangkan berarti sama saja menghilangkan pendapatan dari sektor properti bagi pemerintah pusat maupun daerah. Terlebih BPHTB ini merupakan pajak yang banyak dianggarkan untuk pembangunan hingga pelayanan publik.
  • Pasar secondary untuk segmentasi pasar kalangan menengah atas tidak dapat merasakan pembebasan PPN dan PBHTB ini. Mengingat kemungkinan besar penghapusan pajak properti ini memang dikhususkan bagi segmen MBR.
  • Tidak efektif dalam menjangkau segmen MBR. Bukan tidak mungkin adanya penghapusan pajak properti ini akan disalahgunakan oleh oknum yang memiliki dana besar, sehingga bisa membeli properti lebih banyak. Di lain sisi, biaya hidup yang terbilang tinggi juga masih menjadi kendali utama bagi MBR membeli rumah. Ditambah lagi dengan kebijakan suku bunga kredit yang mungkin mengalami kenaikan.
  • Lonjakan inflasi yang juga akan mempengaruhi rantai pasokan. Meski harga subsidi sudah ditentukan, namun jika permintaan meningkat. Bukan tidak mungkin akan menimbulkan Inflasi di sektor properti, dengan pertimbangan material bangunan, harga lahan dan juga tenaga bangunan yang naik.

 

 

Kesimpulan

Secara keseluruhan keputusan Prabowo hapus pajak properti dilakukan untuk dapat mendongkrak kembali daya beli masyarakat. Yang pada gilirannya mampu meningkatkan kesejahteraan di Indonesia. Penghapusan pajak properti ini dapat menurunkan beban biaya pembeli properti, salah satunya dengan tidak adanya PPN dan BPHTB yang harus dibayarkan secara cash. Dengan begitu maka konsumen akan tertarik untuk kredit perumahan.

Meski wacana Prabowo hapus pajak properti berhasil memberikan katalis positif. Sayangnya wacana ini masih akan menunggu keputusan dan persetujuan dari Kementerian Keuangan. Termasuk dengan keputusan apakah penghapusan pajak properti ini akan berlaku untuk seluruh produk properti. Mengingat target dari penghapusan pajak properti ini hanya menyasar produk untuk kalangan bawah, yakni MBR. Sedangkan tidak semua emiten properti di BEI mempunyai produk bagi segmen MBR.

Nah, bagaimana pandangan teman-teman investor terhadap prospek penghapusan pajak properti, seberapa jauh efektif dalam membantu MBR mempunyai rumah impian?***

 

###

 

DISCLAIMER ON:
Tulisan ini bukan rekomendasi jual dan beli. Semua data dan pendapat pada artikel adalah bersifat informasi yang mengedukasi pembaca, berdasarkan sudut pandang penulis pribadi. Risiko investasi berada pada tanggung jawab masing-masing investor. Do Your Own Research!

 

Temukan Artikel Analisa dan Edukasi Saham lainnya di Google News.

1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

reCaptcha v3
keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *