Terakhir diperbarui Pada 3 Juli 2024 at 1:24 pm
Daftar Isi
Artikel telah ditinjau oleh: Stock Market Analyst RK Team
Pasang surut perkembangan sektor properti di tanah air cukup menyita perhatian investor. Kalau dahulu bisnis di sektor properti dianggap selalu menguntungkan, namun beberapa tahun belakangan ini pertumbuhan sektor properti justru sangat rentan dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti perlambatan pertumbuhan ekonomi. Apalagi, tantangan di tahun 2019 ini cukup besar lantaran sektor properti di 2019 juga akan dihadapkan dengan agenda Pemilu… Bagaimana peluang investasi saham di sektor properti di 2019 ini ?
Penulis pun pernah mereview bagaimana kinerja sektor properti di tahun 2017, di mana sejumlah emiten mulai mencatatkan perbaikan dalam kinerjanya. Anda bisa membaca kembali artikelnya pada link berikut ini :
[Baca lagi : Kinerja Sektor Properti Semester I-2017]
Siklus Pertumbuhan Sektor Properti
Sebelum Penulis membahas lebih lanjut mengenai prospek sektor property, Penulis ingin mengajak Anda untuk melihat siklus sektor property selama beberapa tahun terakhir terlebih dahulu.
PHASE 1 : The Best Moment of Property.
Jika kita flashback, pertumbuhan sektor properti berhasil mencapai puncaknya di tahun 2011 – 2013. Tahun tersebut menjadi masa yang menguntungkan bagi para pelaku usaha di sektor properti. Tidak hanya properti di perkotaan saja, namun properti di berbagai daerah pun mampu mendulang keuntungan. Keuntungan itu tidak lepas dari sejumlah hal.
Pertama, penduduk Indonesia mengalami peningkatan pendapatan yang cukup signifikan dari tahun 2011 – 2013. Tak pelak hal itu, turut mendorong peningkatan pendapatan masyarakat yang naik status ke Middle Income, termasuk di dalamnya Indonesia. Di tahun tersebut pula, GDP per kapita untuk Indonesia pertama kalinya menembus > USD 3000/tahun. Dengan munculnya sejumlah penduduk kelas menengah, daya beli masyarakat pun meningkat cukup signifikan, sehingga mendorong sektor property juga ikut bertumbuh.
Kedua, tingkat pertumbuhan ekonomi cukup tinggi sekitar 6.8%. Tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia di saat itu cukup tinggi termasuk jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di tahun 2018 yang sebesar 5.2%. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi sangat mempengaruhi sektor properti pada saat itu, dengan semakin meningkatnya permintaan pasar terhadap kebutuhan properti.
Ketiga, nilai tukar Rupiah pun pada saat itu masih stabil di Rp 9.000,-an sampai Rp 10.000,-an. Penguatan Rupiah pada saat itu menjadi keuntungan tersendiri bagi sektor properti. Dengan nilai tukar Rupiah yang stabil, para pelaku bisnis juga memperoleh kepastian dalam usahanya, sehingga lebih berani untuk mengambil keputusan dalam mengambil property.
PHASE 2 : Slow Down Phase of Property.
Sayangnya puncak kejayaan sektor properti mulai memudar. Di sekitar tahun 2014 – 2016, secara perlahan sektor properti mengalami penurunan. Mulai dari pengetatan kredit properti, dan kebijakan pemerintah mengeluarkan rasio loan to value / LTV yang tinggi membuat para pelaku property, terutama para spekulan harus ekstra berhati-hati. LTV diketatkan maksimal 70%, saat pemberian kredit. Sehingga pembeli harus memberi down payment minimal 30% dari harga rumah. Tentunya itu cukup memberatkan masyarakat, terutama bagi yang baru membeli rumah pertama.
Penurunan sektor properti juga semakin tertekan karena pertumbuhan ekonomi terus menurun, hingga mencapai pertumbuhan ekonomi terendah 4.8% di tahun 2015. Selain itu, nilai tukar Rupiah pun melemah dari Rp 11.000 / USD ke Rp 14.000,-an / USD. Hal-hal tersebut membuat pertumbuhan sektor properti cukup flat, sebagai imbas dari berlakunya pengetatan kredit properti / LTV pada saat itu. Kendati begitu, harga properti secara umum masih mengalami kenaikan meskipun tidak setajam harga properti di tahun 2012 – 2013.
PHASE 3 : Recovery Phase of Property.
Selepas 2015, pertumbuhan ekonomi mulai berangsur pulih. Namun tampaknya tahun 2017 – 2018 menjadi momentum pemulihan sektor properti. Terdorong oleh sejumlah hal yang juga kembali pulih. Pertama, kebijakan pemerintah yang melonggarkan kredit properti / LTV, hasilnya pun industri perbankan memiliki kewenangan mengatur jumlah kredit properti / LTV. Bersamaan dengan pelonggaran LTV itu, juga dicantumkan Down Payment untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di bank umum. Adapun rinciannya Down Payment nya sebagai berikut : untuk rumah pertama sebesar 15%, rumah kedua sebesar 20%, dan untuk rumah ketiga sebesar 25%.
Kedua, pulihnya sektor properti juga terdongkrak oleh pengurangan pajak PPh22 & PPnBM. Pasalnya kedua pajak tersebut akan dihapuskan, namun akhirnya pemerintah justru mengubah threshold / batas bawah harga rumah mewah yang akan dikenakan PPnBM. Sehingga kini objek PPh22 menjadi 5% untuk rumah yang harga jualnya lebih dari Rp 5 miliar, dan juga apartemen yang harga jualnya lebih dari Rp 5 miliar. Sedangkan PPnBM berlaku untuk rumah dan townhouse dengan harga jual lebih dari Rp 20 miliar. Adapun untuk apartemen dengan harga jual minimal Rp 10 miliar.
Ketiga, sektor properti juga mendapatkan dorongan dari sektor infrastruktur. Di mana pembangunan infrastruktur dalam 4 tahun terakhir ini sangat masif. Pasalnya pembangunan infrastruktur menjadi salah satu kunci siklus industri properti. Mengingat saat ini sudah banyak properti yang dibangun dengan menawarkan berbagai kemudahan akses yang strategis. Tentunya itu sebuah hasil dari pembangunan infrastruktur.
Peluang Sektor Properti di 2019
Meskipun sejumlah pengamat ataupun analis berpendapat bahwa tahun 2019 sektor property, terlebih lagi tantangan sektor properti di 2019 ini berhadapan dengan tahun politik. Namun Penulis memiliki pandangan yang sedikit berbeda. Penulis sendiri melihat bahwa cepat atau lambat potensi sektor properti di 2019 masih bisa bertumbuh, meskipun belum terlalu agresif.
Hal yang Memengaruhi Pertumbuhan Sektor Properti 2019
Lantas, hal-hal apa saja yang bisa mempengaruhi pertumbuhan sektor properti di 2019 ini ? Mengingat sektor properti sangat rentan terhadap volatilitas ekonomi. Sedangkan akibatnya cukup mempengaruhi minat masyarakat untuk membeli properti.
–> Pertumbuhan Ekonomi Yang Stabil
GDP atau Produk Domestik Bruto Indonesia. Source : tradingeconomics.com
Pertumbuhan ekonomi saat ini cenderung stabil di kisaran 5.2% – 5.3%. Meskipun belum setinggi di tahun 2011 silam (6.8%), namun cukup mengindikasikan bahwa kondisi Indonesia kini sedang dalam perekonomian yang membaik. Angka ini juga sudah jauh lebih baik ketimbang pertumbuhan ekonomi sebesar 4.8% di tahun 2015 lalu.
GDP Per Kapita Indonesia. Source : tradingeconomics.com
Demikian halnya dengan GDP/Income per Kapita, di mana ketika di tahun 2011 silam menembus USD 3000 / tahun, saat ini terus bertumbuh dan sudah mencapai kisaran > USD 4,000 / tahun. Dengan pendapatan per kapita yang lebih besar, diharapkan akan semakin mendorong keberanian masyarakat kita untuk berinvestasi di properti.
–> Kebijakan Kelonggaran Rasio LTV
Peluang pertumbuhan sektor properti di 2019, juga masih bisa tercover dengan adanya kebijakan BI yang memberikan kelonggaran aturan rasio LTV. Kebijakan tersebut resmi berlaku terhitung 1 Agustus 2018, dan mengutamakan perlindungan konsumen. Adapun kriteria pelonggaran rasio LTV adalah pertama, pelonggaran rasio LTV untuk kredit properti dan rasio FTV (financing to value) untuk pembiayaan properti. Kedua, pelonggaran jumlah fasilitas kredit atau pembiayaan melalui mekanisme indent. Ketiga, penyesuaian pengaturan tahapan dan besaran pencairan kredit atau pembiayaan.
Pelonggaran rasio LTV ini bisa mendorong kembali daya beli masyarakat terhadap properti. Hal ini yang semakin menguatkan peluang sektor properti di 2019. Apalagi dengan kondisi pengetatan ekonomi, di mana BI tetap mempertahankan suku bunga acuannya di 6.0%. Selain itu, BI juga mempertahankan suku bunga deposit facility di 5.25%, dan juga suku bunga lending facility sebesar 6.75%.
Seiring dengan berlakunya kebijakan pelonggaran rasio LTV, nilai down payment (DP) yang harus dibayarkan oleh nasabah/konsumen juga menjadi lebih rendah. Rincian penurunan down payment ini sudah Penulis jelaskan dibagian atas..
–> Pembangunan Infrastruktur
Seperti yang sudah Penulis jelaskan di bagian atas, pembangunan infrastruktur adalah kunci untuk pertumbuhan sektor properti di 2019. Sejumlah proyek infrastruktur yang telah dibangun secara massif selama beberapa tahun terakhir ini, diharapkan berpengaruh positif untuk sektor properti di 2019. Sejumlah pembangunan infrastruktur yang mendukung sektor property di antaranya pembangunan akses Jalan Tol dan Non Tol, serta pembangunan transportasi massal MRT & LRT. Nantinya fasilitas infrastruktur tersebut akan semakin mempermudah konektivitas masyarakat, dari satu tempat ke tempat lain dengan waktu tempuh yang lebih cepat.
–> Sejumlah Bank Masih Mempertahankan Kredit Murah
Kita tahu bahwa BI menaikkan suku bunga acuan dari 4.25% menjadi 6.0% sepanjang tahun 2018. Kenaikan suku bunga acuan tersebut memungkinkan perbankan juga menaikkan suku bunga kreditnya. Apalagi kenaikan suku bunga acuan BI itu membuat bank juga harus menaikkan bunga deposito. Namun faktanya, sejumlah bank masih tetap mempertahankan suku bunga kredit (termasuk KPR) murah.
Dengan sektor properti di 2019 terbantu oleh Perbankan diharapkan sektor property akan segera bangkit. Bank diharapkan yang ikut menyediakan fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR) dengan harga yang terjangkau. Mayoritas fasilitas KPR tidak hanya untuk kalangan menengah atas, melainkan juga kisaran harga Rp 500 juta ke bawah cenderung lebih laku di pasar.
Potensi sektor properti di 2019 terdongkrak oleh KPR Murah. Source : CNBC & Market Outlook 2019 by RK
Kesimpulan Peluang Sektor Properti di 2019
Penulis percaya bahwa sektor properti di 2019 akan lebih baik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Apalagi pencapaian marketing sales beberapa emiten property di tahun 2018 meningkat cukup signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, meskipun tidak semuanya.
Oleh karena itu, Anda tetap dapat mulai berinvestasi di saham sektor property. Namun beberapa tips yang dapat Penulis bagikan kepada Anda adalah : tetap perhatikan kinerja perusahaan yang bersangkutan. Perhatikan apakah perusahaan tersebut memiliki pencapaian marketing sales yang baik, perhatikan juga apakah perusahaan memiliki land bank yang cukup besar, dan perhatikan apakah perusahaan tersebut memiliki recurring income dalam porsi yang cukup besar.***
###
DISCLAIMER ON:
Tulisan ini bukan rekomendasi jual dan beli. Semua data dan pendapat pada artikel adalah bersifat informasi yang mengedukasi pembaca, berdasarkan sudut pandang penulis pribadi. Risiko investasi berada pada tanggung jawab masing-masing investor. Do Your Own Research!
Temukan Artikel Analisa dan Edukasi Saham lainnya di Google News.
Saya masih kurang yakin di tahun ini untuk invest di sektor properti, karena pilpres tahun ini