Artikel telah ditinjau oleh: Stock Market Analyst RK Team  

Pasar saham saat ini tengah tengah bernafas lega. Lantaran mendapatkan momentum positif atas pengumuman Trump tunda reciprocal tariffs selama 90 hari ke depan. Kabar baik tersebut ditetapkan oleh Trump terhadap banyak Negara, termasuk Indonesia yang dibebankan tarif 32%. Sayangnya hanya China yang dikecualikan dari penundaan reciprocal tariffs. Pertanyaannya, apakah situasi ini akan benar-benar menjadi angin segar bagi Indonesia? Atau hanya semata-mata taktik baru bagi AS untuk menenangkan pasar sementara?

 

Trump Tunda Reciprocal Tariffs selama 90 Hari

Di tengah riuhnya pasar global dan tingginya kekhawatiran atas ekonomi dunia. Secara mengejutkan, Trump tunda reciprocal tariffs selama 90 hari kepada berbagai Negara yang menjadi mitra dagangnya. Keputusan penundaan ini, juga berlaku bagi Indonesia yang dibebankan tarif bea masuk sebesar 32%. Melalui adanya penundaan ini, maka seluruh Negara mitra dagang AS akan mengalami penurunan kembali ke tarif bea masuk dasar sebesar 10%.

Tujuan dari Trump tunda reciprocal tariffs sampai selama 90 hari ini, adalah sebagai relaksasi waktu bagi Negara-negara mitra melakukan negosiasi perdagangan dengan Pemerintahan AS. Mengingat ada banyak Negara mitra yang beritikad baik melakukan negosiasi tarif perdagangan dengan AS.

Source: instagram-ussfeeds

Adapun alasan Trump, turut menjadikan Indonesia sebagai Negara yang mendapatkan penundaan waktu ini. Salah satunya, karena Indonesia tidak termasuk ke dalam kelompok Negara yang menentang kebijakan Trump. Indonesia bahkan tidak menunjukkan sikap protes berlebihan, berkenaan dengan tarif bea masuk impor yang ditetapkan Trump. Sebaliknya, Indonesia masih dapat menghargai hubungan kemitraan dagang dengan AS.

Di samping itu, sejumlah Negara-negara yang ada di kawasan ASEAN juga kompak untuk memilih jalan negosiasi perdagangan dengan AS. Dibandingkan melakukan retaliasi dan/atau menyerang AS dengan tarif balasan extra, seperti halnya yang dilakukan China, Kanada, hingga Uni Eropa.

 

Subscribe Monthly Investing Plan terbaru dapatkan Portfolio Update, ikuti Meet The Company, dan Live Discussion! Buruan!

 

Penundaan Reciprocal Tariffs Tidak Berlaku bagi China

Sayangnya, kabar baik tersebut tidak berlaku bagi China – yang merupakan musuh bebuyutan bagi AS sejak lama. Khusus untuk China, Trump tetap membebankan tarif bea masuk yang tinggi, bahkan nilainya pun ditambahkan dari yang semula 104%, kini justru menjadi 125%. Hal itu terjadi, usai China membalas menyerang AS dengan tarif bea masuk mencapai 84%. Tak ayal, Trump kian meradang!

Melansir kemendag.go.id, “Kurangnya rasa hormat yang ditunjukkan China terhadap pasar dunia, dengan ini saya menaikkan tarif yang dibebankan ke China oleh AS menjadi 125%, berlaku segera” ungkap Trump pada 9 April 2025 kemarin.

Selain China, masih ada Meksiko dan juga Kanada yang akan menerima penanganan khusus. Keputusan ini terungkap dari salah satu pejabat Gedung Putih, bahwa barang-barang dari Meksiko dan Kanada tetap dikenakan tarif bea masuk sebesar 25%. Terkecuali dua Negara tersebut patuh terhadap Perjanjian AS – Meksiko – Kanada. Bahkan itu pun, tidak berlaku bagi tarif khusus sektor yang ditetapkan oleh Trump.

Negara yang Membalas Kenaikan Tarif Trump
NegaraTarget KomoditasTarif yang Dikenakan
ChinaMenaikkan tarif yang berlaku pada seluruh produk asal AS.84%
KanadaMenkeu Kanada membalas kenaikan tarif kepada industri otomotif AS, seperti mobil buatan AS pada 9 April 2025.

Tarif tersebut diluar yang termasuk dalam perjanjian dagang USMCA.

25%
Uni EropaBalasan kenaikan tarif dilakukan pada berbagai macam produk impor asal AS yang akan berlaku pada 15 April 2025. Tapi tarif ini dapat dihentikan, ketika Uni Eropa dan AS mencapai kesepakatan.25%

 

Tarif balasan ini belum berlaku, karena dalam masa penundaan reciprocal tariffs.

 

Apakah Penundaan Reciprocal Tariffs ini Angin Segar?

Sampai dengan munculnya kebijakan Trump tunda reciprocal tariffs untuk selama 90 hari. Pemerintah Indonesia lebih memilih untuk melakukan negosiasi tarif bea masuk dengan Trump, yang rencananya akan dilakukan secara bertahap. Dan juga diplomasi yang dapat menguntungkan Indonesia maupun AS.

Tentu penundaan reciprocal tariffs ini, sudah berhasil memberikan angin segar terhadap situasi perekonomian global. Di AS sendiri, penundaan reciprocal tariffs ini berhasil mengembalikan kinerja positif indeks-indeks yang ada pada bursa saham AS pada 9 April 2025, seperti berikut ini:

Sayangnya, reboundnya indeks di bursa saham AS tersebut tidak berlangsung lama. Sejalan dengan meradangnya amarah Trump terhadap China, sehingga mengenakan tarif bea masuk yang lebih tinggi mencapai 125%. Maka penurunan di indeks Nasdaq, S&P, hingga Dow Jones tidak terhindari, bahkan sampai per hari ini…

Perbandingan tiga indeks bursa saham AS. Source: id.tradingview.com

Tetapi, tidak bagi Indonesia – angin segar atas keputusan Trump tunda reciprocal tariffs, justru menjadi katalis positif, antara lain:

  • Khususnya bagi pasar saham Indonesia yang kembali menunjukkan penguatan IHSG. Setelah sebelumnya IHSG sempat anjlok ke kisaran 5.900an per 8 April 2025. Namun setelah adanya kebijakan Trump tunda reciprocal tariffs selama 90 hari, IHSG kembali rebound ke level 6.200an dan masih berlanjut sampai artikel ini ditulis.

Source: google.com/search

Diharapkan adanya penundaan reciprocal tariffs ini, juga dapat membantu meredakan tantangan ekonomi Indonesia yang sekarang terjadi. Perekonomian Indonesia sempat melemah pada bulan Februari 2025 hingga deflasi di level -0.09%, artinya daya beli masyarakat mengalami penurunan tajam. Deflasi yang dialami Indonesia pada bulan Februari kemarin, menjadi yang pertama kalinya dalam 25 tahun terakhir. Meski kemudian pada bulan Maret 2025, ekonomi Indonesia menunjukkan perbaikan ke level 1.03% terdorong oleh momentum Ramadan dan Lebaran. Namun angka tersebut masih lebih rendah dari konsensus pasar yang sebesar 1.16%.

Pertumbuhan inflasi Indonesia. Source: tradingeconomics

Namun dilihat secara historical pada data di atas, perekonomian Indonesia berada dalam tren menurun. Dan salah satu penyebab terbesarnya adalah maraknya gelombang PHK yang cukup banyak dari sejumlah perusahaan besar. Yang akhirnya membuat roda ekonomi masyarakat tertahan, seperti cicilan yang membengkak, kredit bermasalah, hingga naiknya jumlah pengguna ‘pinjol’.

Selain itu, Indonesia juga secara langsung terhindar dari potensi penurunan volume ekspor, karena tarif bea masuk kembali ke dasar, yakni 10%. Setidaknya kinerja ekspor Indonesia tidak akan terbebani selama 90 hari kedepan. Lantaran Indonesia masih akan memiliki peluang untuk memaksimalkan ekspor barang ke AS, seiring dengan masih berlangsungnya masa negosiasi dengan China. Hal ini juga direspon positif oleh Benny Soetrisno – selaku Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), yang dilansir dari ekonomi.bisnis.com…

“Kesempatan untuk kirim barang selama penundaan reciprocal tariffs. Salah satu keuntungannya untuk Indonesia ialah bisa mengirim barang dengan tarif 10% terhadap harga cost and freight (CNF) atau eksportir menanggung biaya transportasi barang cargo sampai ke pelabuhan tujuan,” kata Benny.

Bahkan, Indonesia berpeluang untuk melakukan penyesuaian skema negosiasi perdagangan dengan AS. Di mana hal ini dapat memperkuat kembali posisi tawar menawar tarif bea masuk antar Indonesia dan AS. Terutamanya dalam menciptakan keseimbangan hubungan kerja sama perdagangan dan investasi yang seimbang bagi keduanya. Salah satunya melalui percepatan penyelesaian perjanjian perdagangan (trade agreement) yang sebelumnya tertunda, hingga memperbesar kembali impor dari AS.

 

 

Rencana Negosiasi dan Strategi yang Ditawarkan Pemerintah

Berkenaan dengan angin segar yang diberikan oleh Trump saat ini, Pemerintah Indonesia pun bersiap mengambil beberapa rencana strategis untuk memanfaatkan momentum dari kebijakan Trump tunda reciprocal tariffs selama 90 hari ke depan.

Di mana untuk jadwal terdekat, negosiasi akan dilakukan pada 17 April 2025. Dalam delegasi yang pertama ini, nantinya akan dihadiri oleh Kemenko Perekonomian, lalu Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, hingga Dewan Ekonomi Nasional. Delegasi juga akan didukung dengan proposal negosiasi kebijakan reciprocal tariffs kepada AS. Lalu delegasi berikutnya, akan ada dihadiri oleh Menteri Keuangan dan juga Pemerintah AS. Dengan beberapa poin strategi Pemerintah Indonesia:

  • Pertama, meningkatkan volume produk impor asal AS

Ke depan, Indonesia akan membuka peluang lebih besar terhadap penambahan volume sejumlah komoditas impor produk-produk dari AS. Penambahan volume impor dari AS ke Indonesia ini, sebagai bentuk upaya mencapai keseimbangan neraca perdagangan. Terlebih lagi, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo – Indonesia akan meningkatkan kembali volume impor, utamanya dari produk di sektor agrikultur yang belum dimiliki Indonesia. Misalnya saja seperti, soya bean (kedelai), wheat (gandum), hingga kapas.

Di samping itu, Pemerintah Indonesia juga memiliki rencana untuk membeli elpiji (Liquid Petroleum Gas/LPG) dan juga gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) dari AS. Sebagai bentuk realokasi pembelian dan juga tidak akan mengganggu APBN.

  • Kedua, memberi insentif baik itu fiskal maupun nonfiskal

Strategi lain yang juga akan ditawarkan adalah pemberian insentif baik fiskal maupun nonfiskal untuk AS. Yang antara lain: Keringanan tarif bea masuk dan juga untuk berbagai pungutan perpajakan.

  • Ketiga, relaksasi pada Tingkat Komponen dalam Negeri (TKDN)

Pemerintah Indonesia juga tengah mempertimbangkan untuk bisa melakukan deregulasi Non-Tariff Measures (NTMs). Yang dapat dilakukan melalui relaksasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN), khususnya pada sektor Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT) dari AS. Misalnya seperti General electric (GE), Apple, Oracle, dan Microsoft. Termasuk untuk menegosiasikan penawaran untuk melakukan percepatan sertifikasi halal dan juga evaluasi larangan terbatas (Lartas).

 

Kesimpulan

Jadi saat ini bisa dikatakan Indonesia berada dalam posisi yang beruntung, karena tidak terburu-buru dalam mengambil tindakan untuk membalas tarif bea masuk yang tinggi terhadap AS. Sampai kemudian, ada kebijakan baru yang membuat Trump tunda reciprocal tariffs selama 90 hari ke depan. Tentunya ini sudah memberikan angin segar bagi Indonesia, baik dari sisi situasi ekonomi maupun kondisi pasar saham.

Namun perlu diantisipasi, tidak ada yang tahu apakah dengan Trump tunda reciprocal tariffs selama 90 hari ini merupakan sebuah taktik baru. Mengingat ini hanya bersifat sementara yang berlaku dalam 90 hari. Artinya setelah lebih dari 90 hari, maka keputusan tarif bea masuk akan sepenuhnya berada di tangan Trump. Dan tidak ada yang tahu apa yang akan dilakukan Trump selanjutnya, ketika ia merasa tidak puas terhadap penawaran yang dinegosiasikan para mitra dagangnya. Potensi Trump menaikkan lebih tinggi tarif bea masuk kepada para mitra dagangnya, bisa saja terjadi dan tanpa pandang bulu.

Oleh sebab itu, sebagai bentuk antisipasi Pemerintah Indonesia juga mulai memperkuat diversifikasi pasar ekspor Indonesia. Dengan melirik potensi yang ada di kawasan Eropa, yang merupakan pasar terbesar kedua, di bawah China dan AS. Kawasan Eropa menjadi daya tarik tersendiri bagi Indonesia, untuk mengalihkan lebih banyak ekspor ke Negara tersebut.***

 

###

 

DISCLAIMER ON:
Tulisan ini bukan rekomendasi jual dan beli. Semua data dan pendapat pada artikel adalah bersifat informasi yang mengedukasi pembaca, berdasarkan sudut pandang penulis pribadi. Risiko investasi berada pada tanggung jawab masing-masing investor. Do Your Own Research!

 

Temukan Artikel Analisa dan Edukasi Saham lainnya di Google News.

1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

reCaptcha v3
keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *