Terakhir diperbarui Pada 10 September 2024 at 12:59 pm
India sebagai importir CPO terbesar dari Indonesia, resmi kembali menurunkan tarif bea masuk CPO dan produk olahannya terhadap negara-negara ASEAN pada awal tahun 2020 ini. Setelah sebelumnya di tahun 2019, India pernah sekali memangkas tarif bea masuk komoditas CPO. Tentu realisasi penurunan tarif bea masuk komoditas CPO ini disambut positif oleh sejumlah negara, termasuk juga oleh Indonesia. Jika demikian adanya, apakah dengan turunnya tarif bea masuk CPO dan produk olahannya tersebut, menjadi peluang yang baik bagi perkembangan sektor CPO Indonesia khususnya di sepanjang tahun 2020 ini ?
Sebelum memasuki pembahasan lebih jauh, ada baiknya jika kita review kembali pada topik India yang menaikkan tarif bea masuk CPO dan produk olahannya sejak tahun 2017 lalu…
[Baca lagi : Perkembangan Bea Cukai CPO ke India, Dan Apa Dampaknya Bagi Emiten CPO?]
Daftar Isi
India Resmi Turunkan Tarif Bea Masuk CPO
Awal tahun 2020 ini, India kembali menurunkan tarif bea masuk CPO dan produk olahannya. Sehingga impor CPO yang mulanya sebesar 40%, turun menjadi 37.5%. Sedangkan untuk impor produk olahan CPO dari sebesar 50%, turun menjadi 45%. Penurunan bea masuk itu berlaku bagi seluruh impor CPO India, yakni di sejumlah negara ASEAN. Termasuk juga untuk Indonesia dan Malaysia, di mana India mengimpor sebagian besar CPO dari kedua negara ini.
Di bawah ini ada beberapa faktor penyebab yang membuat India memutuskan untuk menurunkan tarif bea masuk CPO dan produk olahannya, di antaranya adalah :
Pertama, meningkatnya permintaan dari pemasok komoditas CPO (minyak sawit mentah) dan RDB (minyak sawit olahan), baik dari dalam maupun luar negeri. Para pemasok komoditas CPO tersebut, meminta India untuk segera merealisasikan penurunan tarif bea masuk CPO beserta dengan produk olahannya.
Kedua, pemangkasan tarif bea masuk CPO juga merupakan bagian dari perjanjian bilateral India dengan Negara lain, di Asia Tenggara dalam hal perdagangan internasional. Di mana tarif bea masuk yang baru tersebut efektif pada 1 Januari 2020 kemarin.
Ketiga, India ingin menyetarakan tarif bea masuk antar Negara. Di mana sebelumnya, ada perbedaan pengenaan tarif impor CPO. Sebagai informasi, sebelum ini Malaysia mendapatkan tarif bea masuk lebih rendah 5% daripada tarif bea masuk CPO Indonesia yang lebih tinggi.
Keempat, secara tidak langsung India sedang berupaya mengamankan pasokan CPO, lantaran volume produksi CPO di pasar global disinyalir akan semakin ketat di tahun 2020. Hal ini terlihat dari mulai naiknya harga CPO belakangan ini. Sehingga India dan negara lainnya harus mengamankan pasokan CPO. Apalagi India juga bersaing dengan Uni Eropa untuk memperoleh pasokan CPO.
Kelima, India juga melihat implementasi nyata penggunaan biodiesel B30 di Indonesia. Secara tidak langsung program itu, dianggap mengancam volume impor CPO India dari Indonesia. Apalagi pemerintah Indonesia menargetkan konsumsi CPO sebesar 3 juta ton per tahunnya.
Benarkah Tarif Bea Masuk CPO ke India Sudah Murah ?
India memang sudah menurunkan tarif bea masuk CPO nya, namun cukup disayangkan karena penurunan tarif bea masuk CPO itu rasanya belum cukup besar. Seperti diinformasikan di atas, penurunan tarif bea masuk CPO tersebut hanya turun 2.5% saja (dari 40% menjadi 37.5%). Dan bahkan jika harus dibandingkan dengan tarif bea masuk CPO di tahun 2017 yang hanya sebesar 7.5%, tentu tarif bea masuk CPO 37.5% di tahun 2020 ini masih sangat jauh di atas tariff tahun 2017 tersebut.
Agar lebih jelasnya perubahan tarif bea masuk CPO yang ditentukan India, baik kenaikan maupun penurunan dalam 3 tahun ini adalah sebagai berikut ini :
Bea Masuk CPO Indonesia | 2017 | 2018 | 2019 | 2020 | ||
Januari | Agustus | November | Maret | Maret | Januari | |
CPO | 7.5% | 15% | 30% | 44% | 40% | 37.5% |
Produk Olahan | 15% | 25% | 40% | 54% | 50% | 45% |
Perbandingan Tarif Bea Masuk CPO di India
Dari table di atas, Anda bisa melihat dengan jelas bahwa tarif bea masuk CPO di India (dan produk turunan nya), meskipun sedikit mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2018 dan 2019, namun masih sangat jauh di atas tahun 2017.
Dengan India kembali menurunkan tarif bea masuk CPO untuk hampir seluruh negara ASEAN, memang sedikit memberikan angin segar khususnya untuk emiten sektor CPO Indonesia. Karena memberikan peluang untuk meningkatkan kembali volume ekspor komoditas CPO Indonesia ke India. Hanya saja, kita sebagai investor perlu mencermati lebih lanjut apakah penurunan harga CPO yang hanya sebesar 2.5% ini akan mampu mengangkat kinerja ekspor CPO Indonesia ke India.
Sebagai informasi, India sendiri saat ini masih merupakan tujuan ekspor terbesar minyak sawit Indonesia. Adapun sebagai gambarannya, ialah seperti berikut :
Negara Tujuan Ekspor Minyak Sawit Indonesia. Source : databoks.katadata.co.id
Dari grafik di atas, Anda bisa melihat bahwa permasalahan muncul ketika India mulai menaikkan bea masuk di 2017. Dari grafik di atas terlihat bahwa volume ekspor CPO Indonesia ke India dalam tiga tahun belakangan terus menyusut, bahkan tidak sampai ke angka 2 juta ton di tahun 2019 kemarin. Padahal seperti diinformasikan sebelumnya, India adalah negara pengimpor CPO Indonesia dengan jumlah yang banyak.
Menurut Penulis pribadi, meskipun India sudah menurunkan “sedikit” bea masuk dari 40% menjadi 37.5%, namun hal tersebut belum tentu mampu mendorong ekspor CPO Indonesia ke India di tahun 2020 nanti. Jadi, sebaiknya Anda tidak terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa penurunan bea masuk CPO di India akan membuat permintaan ekspor ke India menjadi jauh lebih besar.
Katalis Positif Emiten CPO : B30
Loh Pak, tapi kan belakangan ini banyak beredar kabar bahwa penerapan B30 akan mampu mendorong kinerja emiten CPO, bener gak ?
Betul bahwa belakangan ini emiten CPO mendapatkan katalis positif yaitu penerapan B30. Program penggunaan Biodiesel B30 ini sudah mulai diimplementasikan pada 1 Januari 2020, sebagai langkah lanjut pemerintah untuk menyebarluaskan penggunaan CPO, dan juga sebagai perluasan penggunaan B20 pada September 2018 yang lalu…
[Baca lagi : Kebijakan Beleid B20, Opportunity atau Tantangan Bagi Emiten CPO?]
Biodiesel B30 ini sendiri merupakan bahan bakar campuran, antara 30% minyak sawit dan 70% minyak diesel. Penggunaan B30 ini diproyeksikan akan mampu menggenjot penggunaan CPO untuk konsumsi domestik, sehingga nantinya kebutuhan CPO domestik dinilai akan ikut menguat.
Dan belakangan ini, sentiment penerapan B30 turut membuat pergerakan harga CPO pun setahun belakangan mulai meningkat. Pada grafik di bawah, Anda dapat melihat pergerakan harga komoditas CPO mulai mengalami kenaikan saat memasuki tahun 2019, di mana saat itu harga CPO masih berada di kisaran 1,800 MYR/metrik ton. Memasuki awal tahun 2020, kenaikan komoditas CPO ini mencapai harga tertinggi di 2.770 MYR/metrik ton. Artinya selama 1 tahun belakangan, harga CPO sudah mengalami kenaikan hampir 50%. Adapun sebagai ilustrasinya seperti di bawah ini :
Pergerakan harga komoditas CPO disepanjang 2019 – awal 2020. Source : https://tradingeconomics.com/commodity/palm-oil
Penurunan Konsumsi CPO Ekspor VS Kenaikan Konsumsi CPO Domestik
Nah dari pembahasan di atas, seharusnya Anda bisa menangkap intinya : Dalam beberapa tahun terakhir, konsumsi CPO ekspor mengalami penurunan dan konsumsi domestik mengalami kenaikan. Nah pertanyaan nya sekarang, mana yang lebih menentukan ? Konsumsi Ekspor atau Konsumsi Domestik ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, silahkan Anda lihat grafik di bawah ini :
Source : Data Statistik CPO Indonesia – Gapki.id
Dari table di atas, kita akan mendapatkan jumlah konsumsi CPO dan produk olahannya yang terbesar ialah untuk kebutuhan ekspor yang jika dirata-rata mencapai 70% dari total konsumsi. Sedangkan untuk konsumsi domestik hanya sekitar 30% dari total konsumsi. Jadi, jelas bahwa penggunaan CPO di Indonesia lebih banyak untuk ekspor ketimbang konsumsi domestik.
Nah jadi, sebagai investor tugas Anda sekarang adalah :
- Proyeksikan apakah penurunan bea masuk CPO di India bisa kembali meningkatkan jumlah ekspor yang sudah terjun bebas selama beberapa tahun belakangan ini ?
- Proyeksikan berapa kenaikan permintaan CPO domestik karena penerapan B30 ?
- Coba kombinasikan keduanya, apakah kenaikan permintaan CPO domestik bisa mengimbangi penurunan CPO ekspor ?
Jika kenaikan permintaan CPO domestik akibat B30 bisa menutupi penurunan ekspor (selain issue tariff bea masuk India, ekspor juga terkendala akibat kampanye anti sawit di Uni Eropa). Jika kenaikan permintaan CPO domestic akibat B30 bisa menutupi penurunan ekspor, maka Anda bisa masukkan emiten CPO ke dalam watchlist.
Namun kalau menurut proyeksi Anda, kenaikan permintaan CPO domestik belum cukup untuk menutupi penurunan ekspor, maka sebaiknya Anda wait and see dulu…
Kesimpulan
Hingga sejauh ini Penulis masih memandang peluang sektor CPO di tahun 2020 belum terlalu meyakinkan untuk dimasuki. Mengingat penurunan tarif bea masuk yang ditetapkan oleh India terbilang kecil yakni hanya sekitar 2.5% saja, dari yang mulanya sebesar 40% turun menjadi 37.5%. Ditambah lagi penurunan tarif bea masuk CPO ke India ini dibuka untuk hampir seluruh Negara di ASEAN, termasuk juga untuk Malaysia. Sehingga meski volume ekspor komoditas CPO Indonesia akan meningkat ke India, namun kedepannya Indonesia akan bersaing dengan Malaysia dalam hal ekspor komoditas CPO.
Perlu diingat bahwa ekspor masih lebih mendominasi konsumsi CPO ketimbang konsumsi domestik. Sehingga menurut pandangan Penulis, konsumsi ekspor masih lebih menentukan ketimbang konsumsi domestik. Apalagi implementasi B30 di dalam negeri, belum bisa dipastikan berapa besaran permintaan CPO untuk B30. Lantaran bukan hal yang tidak mungkin, jika dalam hal pemerataan distribusinya masih terkendala.
Dari sejumlah kondisi diatas, Penulis lebih cenderung bersikap wait and see, sambil melihat apakah penurunan bea masuk India bisa benar-benar memulihkan volume ekspor CPO Indonesia ke India.
###
Info:
semoga di 2021 konsumsi domestic akan lebih besar dari ekspor.
namun apakah kedepan masih ada kemungkinan untuk India menurunkan bea cukai seperti pada 2017?