Hedonisme

Ada ungkapan, ‘hidup cuma sekali, ayo senang-senang!’ sebuah kalimat ajakan untuk selalu menyenangkan diri. Sekilas ungkapan tersebut, benar adanya. Tetapi, apakah karena hidup cuma sekali, maka harus selalu dibuat untuk senang-senang? Jika ditelaah, maka ajakan itu lebih mengarah pada ajakan hidup secara hedonisme untuk selalu mengejar kesenangan. Semata-mata menghindarkan diri dari rasa sakit dan kesulitan. Lantas bagaimana dengan seorang investor, yang seringkali menahan diri dari sikap konsumtif? Apakah hedonisme adalah tantangan berat bagi investor dalam mencapai freedom financial?

 

Apa Itu Hedonisme?

Hedonisme – sebuah istilah yang berasal dari bahasa Yunani Kuno, dengan arti ‘kesenangan’. Dalam penggunaan bahasanya, masyarakat memiliki pengertian yang berbeda-beda pada kata hedonisme ini. Ada yang menyebutkan bahwa hedonisme motivasional, sebagai sebuah perilaku manusia yang mendorong untuk mengejar rasa senang, dan menghindari rasa sakit. Ada juga yang mengartikan, hedonisme etis bahwa kesenangan sebagai nilai tertinggi bagi manusia, sedangkan rasa sakit tidak memiliki nilai.

Dalam perkembangannya, hedonisme menjadi teori dalam pengambilan keputusan etis yang dapat menentukan hal baik dan benar untuk mencapai kesenangan tertentu, bagi sebagian besar orang. Alhasil hedonisme ini menjadi sebuah filosofi, bahwa rasa kesenangan dan bahagia merupakan tujuan utama manusia hidup. Lantaran hedonisme berfokus untuk mencapai kesenangan fisik, emosional hingga material untuk bisa memuaskan diri dan mencapai kenikmatan hidup.

Tidak heran, jika kemudian hedonisme di zaman sekarang ini sering dikaitkan pada gaya hidup yang ‘konsumtif’, semata-mata untuk mendapatkan kesenangan yang sifatnya instan. Padahal efeknya dapat menimbulkan dampak negatif, apabila hedonisme terjadi secara terus-menerus.

 

 

Contoh Budaya Hedonisme

Hedonisme yang terjadi di zaman sekarang ini semakin terlihat jelas, dan sangat mudah untuk ditemukan, beberapa contohnya seperti:

  • Perilaku Konsumtif Demi Bergaya Hidup Mewah

Seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, status sosial menjadi hal yang berperan penting dalam pengaruh kehidupan bermasyarakat. Sayangnya untuk mencapai status sosial yang tanpa kontrol, justru membuat banyak masyarakat berperilaku konsumtif. Banyak membeli barang maupun jasa tanpa memperhatikan kebutuhan, semata-mata hanya memprioritaskan keinginan untuk dapat dipandang mewah. Contohnya:

    • Belanja barang atau jasa mewah yang sebenarnya tidak butuh, hanya untuk mendapatkan pengakuan status sosial.
    • Gonta-ganti gadget terbaru, padahal gadget yang ada masih bisa berfungsi.
    • Menghabiskan gaji hanya untuk barang branded, tanpa peduli kondisi keuangan dalam jangka panjang.

Efek konsumtif ini adalah boros dan tidak punya tabungan atau bahkan investasi aset yang bertumbuh. Di waktu yang bersamaan, hal ini juga dapat memicu datangnya utang konsumtif demi mengejar gaya hidup yang diakui.

Seseorang yang menganut gaya hidup hedonisme ini, acapkali FOMO terhadap tren-tren sosial yang sedang ada dan/atau berkembang. Misalnya:

    • Ikut-ikutan nonton konser yang berbiaya mahal, makan direstoran mahal dan viral, atau bahkan liburan glamor.
    • Menghabiskan gaji hanya untuk mendapatkan pengalaman eksklusif, supaya dianggap kekinian.
    • Tidak perhitungan untuk mendapatkan kesenangan yang sesaat. Namun perhitungan untuk persiapan finansial dalam jangka panjang.

Efeknya dari sikap FOMO ini adalah tidak punya kontrol atas kendali keuangan, karena tujuan utama hidupnya adalah kesenangan dari pengalaman baru yang eksklusif. Dan buruknya, seseorang dengan tipekal ini hanya akan menggantungkan kebahagiaan yang bersifat sementara.

  • Prioritas Hidup Hanya untuk Mencapai Kesenangan Instan

Mencapai kesenangan instan memang lebih mudah, sekalipun mungkin hanya bertahan sesaat. Dan beberapa contohnya seperti:

    • Sering nongkrong, dibandingkan upgrade diri terhadap wawasan maupun keterampilan yang baru.
    • Lebih memilih buang-buang waktu untuk scroll, bermain dan menonton hiburan digital, seperti TikTok, dan/atau game online.
    • Cenderung menunda kewajiban atau pekerjaan, demi mendapatkan kesenangan sesaat.

Efek dari sikap ini adalah terciptanya kontraproduktif, yang berujung merugikan diri sendiri dan tidak mampu mencapai kesuksesan finansial dalam jangka panjang. Karena hidupnya berjalan tanpa adanya pencapaian positif atau prestasi dan tanpa perencanaan, serta pola hidup yang tidak seimbang.

  • Candu Berselancar Media Sosial

Sikap hedonisme juga erat kaitannya dengan zaman media sosial seperti sekarang, tidak heran jika kemudian banyak orang yang jadi kecanduan. Beberapa contohnya:

    • Lebih menjaga eksistensi online, demi mendapatkan validasi status sosial dengan cara mengunggah aktivitas yang berbau glamor di seluruh akun media sosial.
    • Mengejar penampilan yang sempurna, semata-mata mendapatkan banyak like dan menaikkan jumlah followers.
    • Memprioritaskan tren, daripada kehidupan nyata.

Efek dari kecanduan ini adalah timbulnya rasa tidak puas dan cenderung mudah membandingkan pencapaian diri dengan orang lainnya. Bahkan buruknya, lebih sering mengorbankan diri dan keuangan hanya untuk pencitraan online.

 

Investasi-Saham-untuk-Gaji-UMR

[Baca lagi: Investasi Saham untuk Gaji UMR, Apa Saja Tips dan Cara Memilihnya?]

 

Strategi Investasi Saham dalam Budaya Hedonisme

Sebagai seorang investor saham yang bertahan ditengah maraknya budaya hedonisme, memang bukan hal yang mudah. Tak jarang, prinsip sebagai investor seringkali dianggap remeh oleh sebagian orang yang lebih memilih untuk bersikap konsumtif dan banyak menghabiskan waktu untuk ‘hedon’.

Namun bukan hal yang tidak mungkin, seorang investor saham juga tetap bisa menikmati indahnya hidup saat ini, tanpa harus mengesampingkan masa depan finansial. Beberapa strategi tersebut antara lain:

  • Terapkan Pay Yourself First

Seorang investor yang bijak, akan lebih mendahulukan alokasi dana investasi dari sebagian pendapatannya. Jika kebutuhan investasi telah dipenuhi, maka barulah membelanjakan uang untuk kebutuhan hidup selama satu bulan. Termasuk untuk menyenangkan diri sendiri, sebagai bentuk apresiasi. Strateginya:

    • Alokasikan minimal 20% dari pendapatan untuk jatah investasi bulanan, sebelum berbelanja konsumtif.
    • Mengaktifkan fitur ‘auto debit’ bisa menjadi solusi, sebagai cara efektif untuk membeli saham secara disiplin setiap bulannya.
    • Jadikan investasi sebagai ‘pengeluaran bulanan wajib’, seperti halnya membayar tagihan.
  • Berinvestasi pada Saham yang Rajin Dividen

Jika ingin kesenangan berjalan secara bersamaan dengan investasi, maka berinvestasi pada saham dividen bisa menjadi alternatif. Strateginya:

    • Berinvestasi pada saham-saham dari kategori Blue Chip, bisa menjadi solusi karena pada umumnya saham-saham Blue Chip konsisten dalam membagikan dividen setiap tahunnya.
    • Revinvestasikan dividen yang diperoleh untuk dapat mempercepat pertumbuhan keuntungan dari aset.
    • Tetap kontrol penggunaan dividen yang sudah diterima, hindari untuk menghabiskan seluruh dividen. Tetap sisihkan sebagian dari dividen untuk diinvestasikan kembali.
  • Gunakan Strategi DCA

Dollar Cost Averaging juga bisa menjadi solusi, untuk tetap berinvestasi secara disiplin. Karena strategi DCA ini memungkinkan pembelian saham dalam jumlah yang tetap sama, tanpa terpengaruh oleh fluktuasi harga saham. Strateginya:

    • Tetapkan dana investasi bulanan, misalnya Rp2 juta per setiap bulannya.
    • Lakukan investasi berkala setiap bulannya pada saham-saham potensial.
  • Lakukan Pembatasan Pengeluaran

Paksa diri untuk selalu patuh pada alokasi keuangan yang sudah dibuat, misalnya dengan tetap menyisihkan sejumlah dana dengan nominal yang sama untuk berinvestasi saham. Strateginya dengan skema 1:1:

    • Jika membeli sepatu seharga Rp1 juta, maka investasi saham juga harus sebesar Rp1 juta.
    • Jika berlibur menghabiskan dana sebesar Rp2 juta, maka persiapkan juga dana investasi saham dengan nilai yang sama, yakni Rp2 juta.
  • Hindari Sikap FOMO dalam Berinvestasi maupun Gaya Hidup

Usahakan untuk selalu menambah wawasan mengenai berinvestasi saham. Agar lebih mudah dalam mengendalikan diri dan terhindar dari sikap FOMO maupun spekulan terhadap saham tertentu. Demikian halnya dengan tren konsumtif, hindari diri untuk tergoda ikut-ikutan tren yang berkembang. Strategi yang sebaiknya dilakukan:

    • Lakukan investasi saham dengan timeframe jangka panjang. Hindari keputusan investasi yang sekedar FOMO, karena berisiko tinggi.
    • Pastikan hanya memilih saham yang memiliki kinerja fundamental sehat dan kuat, serta prospek bisnis yang bertumbuh.
    • Jangan gunakan uang sampai habis, hanya untuk kesenangan sementara.

 

Gaya-Hidup-Minimalis-dengan-Prinsip-Investasi

[Baca lagi: Gaya Hidup Minimalis: Disukai Generasi Z dan Sangat Relevan dengan Prinsip Investasi]

 

Tantangan Investasi dalam Budaya Hedonisme

Sikap hedonisme yang mengutamakan rasa senang, kebahagiaan, dan kepuasan diri instan, berimbas pada sulitnya untuk berinvestasi. Adapun tantangan investasi ditengah maraknya budaya hedonisme sekarang ini, antara lain:

  • Sulit Menyediakan Dana untuk Berinvestasi

Hedonisme yang menyerap hampir seluruh pendapatan hanya untuk memenuhi tren gaya hidup. Seringkali berujung pada sulitnya menyediakan dana untuk berinvestasi, bahkan bukan tidak mungkin habis tidak ada sisa. Dan akhirnya berutang, hanya sekedar untuk menyambung kebutuhan sehari-hari.

  • Gampang untuk Tergoda Tren

Seseorang yang mudah tergoda dengan perkembangan tren terkini atau bisa dikatakan FOMO, seringkali akan terjebak dalam situasi merugikan. Lantaran semua keputusan hidupnya hanya karena mengikuti arus, bukan berdasarkan pada kebutuhan.

  • Preferensi Hidup Hanya untuk Kesenangan Sesaat

Orang yang sudah lekat dengan sikap hedonisme, cenderung akan lebih sulit dalam mengendalikan diri. Lantaran preferensi kehidupannya hanya berdasarkan rasa untuk bersenang-senang. Buruknya sikap hedonisme yang dipelihara ini hampir tidak pernah mempertimbangkan kehidupan di masa depan, dan/atau bagaimana cara untuk bisa mendapatkan keuntungan dalam jangka panjang. Karena yang terpenting baginya adalah kesenangan di hari ini.

  • Minimnya Literasi Keuangan

Sedikitnya pengetahuan akan keuangan, seringkali mendorong seseorang untuk mudah bersikap konsumtif. Di mana mereka sudah sangat terbiasa untuk membeli sebuah barang maupun jasa tanpa mempertimbangkan apa yang menjadi kebutuhannya. Hanya sekedar untuk mendapatkan status sosial yang diakui dan update terhadap tren yang ada. Pada akhirnya akan sulit untuk menyadari pentingnya berinvestasi sejak dini, yang dapat menjamin kebebasan finansial di masa depan nanti.

  • Sudah Ketergantungan pada Utang Konsumtif dan Candu Kartu Kredit

Orang dengan sikap hedonisme umumnya sudah mengalami ketergantungan terhadap utang konsumtif. Di mana mereka akan mudah berutang hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumtifnya. Bahkan cukup banyak diantaranya yang kecanduan menggunakan kartu kredit untuk bisa memuaskan diri. Jika hal ini terus terjadi, maka risiko besarnya adalah semakin menumpuknya jumlah utang di kemudian hari.

  • Mudah Emosi dan Serakah dalam Berinvestasi

Sikap hedonisme sangat lekat dengan hal-hal maupun tindakan yang serba instan. Padahal dalam menjalankan investasi yang dibutuhkan adalah rasa sabar dan disiplin. Pada akhirnya orang yang masih memiliki sikap hedonisme, cenderung mudah emosi dan bersikap serakah ketika berinvestasi.

 

Ingin menyusun investing plan, tapi memiliki waktu yang terbatas untuk mengolah informasi. Segera manfaatkan Monthly Investing Plan yang telah terbit!

BANNER-ARTIKEL-MIP-2024

Bagi teman-teman investor yang ingin berlangganan Monthly Investing Plan, bisa menggunakan voucher…

 

Studi Kasus investasi Saham dalam budaya hedonisme

Dalam studi kasus hedonisme ini, kita akan memakai contoh seperti berikut:

Kasus: Dian, seorang remaja yang memiliki gaya hidup ‘hedonis’. Namun sudah sadar pentingnya berinvestasi.

Profil Dian:

  • Umur: 28 tahun.
  • Bekerja sebagai Digital Marketing.
  • Pendapatan bulanan ±Rp15 juta per bulan.
  • Model gaya hidup, hobi nongkrong, traveling hampir setiap tiga bulan, belanja fashion barang branded, dan update tren masa kini di media sosial.
  • Permasalahan yang dihadapi, sulit mengalokasikan dana untuk berinvestasi dan pendapatan seringkali tidak cukup sampai ke akhir bulan.

Dian sendiri mulai memiliki ketertarikan untuk berinvestasi, agar tidak terjebak dalam kerugian dan utang akibat sikap hedonismenya. Tetapi Dian masih sulit melepaskan sikap hedonismenya, karena tidak mau mengorbankan gaya hidupnya.

Tantangan Dian saat Mau Berinvestasi

  • Masih konsumtif dalam berbelanja bulanan hingga 70% pendapatan bisa habis hanya untuk hiburan dan juga gaya hidup.
  • Sudah terbiasa hidup hedon dan boros. Efeknya Dian jadi tidak terbiasa untuk menyisihkan sebagian pendapatannya untuk berinvestasi. Karena setiap kali gajian, langsung habis untuk memuaskan diri dan membayar tagihan konsumtifnya.
  • Mudah FOMO terhadap tren masa kini. Alhasil Dian sangat mudah ikut pada tren belanja tertentu dan sangat impulsif ketika berbelanja. Bahkan ketika mulai berinvestasi Dina juga mudah tergiur untuk mengikuti spekulan yang ada dipasar, yang berujung membeli saham gorengan dan merugi.
  • Masih minim wawasan dalam berinvestasi. Dian juga masih sangat kurang ilmu dan wawasan untuk bisa berinvestasi, yang berimbas pada ketidaktahuan arah, harus mulai dari mana dan takut mengalami rugi.

Solusi yang Dapat Dilakukan oleh Dian

  • Mulai Menerapkan Kebiasaan Pay Yourself First
    • Mulai belajar alokasi keuangan, sekitar 20% dari pendapatannya atau Rp3 juta untuk kebutuhan investasi yang dijadikan prioritas. Sebelum kemudian melakukan pembayaran tagihan bulanan atau belanja konsumtif.
    • Mengaktifkan fitur auto debit, agar secara otomotis dana yang ada ditarik masuk ke akun investasi.
  • Menerapkan Strategi Dollar Cost Averaging atau DCA
    • Dian mulai membiasakan diri untuk membeli saham di setiap bulannya dengan jumlah yang sama, sehingga tidak khawatir terhadap fluktuasi harga aset. Misalnya: Rp1.5 juta untuk investasi di saham Blue Chip seperti halnya BMRI, BBCA, TLKM, ASII dan lainnya.
    • Mulai lakukan diversifikasi aset, sebesar Rp1 juta untuk berinvestasi di Reksa Dana.
    • Bisa juga diversifikasi aset ke emas logam mulai (LM) senilai Rp500 ribu.

 

 

  • Belajar Penyesuaian Gaya Hidup Tanpa Harus Ikut Tren

Pada tahap ini, ada baiknya Dian mulai melakukan penyesuaian gaya hidup, antara bersenang-senang dan memenuhi kebutuhan hidup. Caranya:

    • Terapkan skema 1:1, ketika mengeluarkan Rp1 juta untuk memuaskan diri, maka harus bisa mengalokasikan Rp1 juta untuk berinvestasi.
    • Mulai belajar mengendalikan sikap konsumtif, dengan cara belanja hanya sesuai kebutuhan, bukan karena keinginan atau ‘lapar mata’.
    • Mulai investasi leher ke atas, untuk upgrade diri ke yang lebih baik.
  • Jangan FOMO terhadap Tren

Mulai belajar untuk mengendalikan diri agar tidak mudah tergoda dan ikut-ikutan, baik itu pada tren gaya hidup maupun membeli saham tertentu. Caranya:

    • Mulai belajar psikologis investor untuk bisa mengedalikan diri.
    • Belajar melakukan analisa terhadap saham yang akan dibeli.
  • Investasi pada Saham Dividen, Supaya Keuntungannya bisa Memenuhi Gaya Hidup

Karena Dian tetap ingin mempertahankan gaya hidupnya yang nyaman tadi. Maka tidak ada salahnya, jika Dian berinvestasi pada saham-saham yang rajin membagikan dividen tahunan. Karena selain dividennya bisa direinvestasikan lagi, juga bisa digunakan untuk tetap memenuhi gaya hidupnya, tanpa perlu menganggu modal awal investas.

Hasil Investasi Dian Setelah Satu Tahun

  • Portfolio investasi saham bisa tumbuh hingga 15%, karena investasi dilakukan secara rutin hanya pada saham-saham potensial dan berfundamental baik.
  • Gaya hidup masih bisa dipenuhi, bersamaan dengan tetap jalannya aktivitas investasi.
  • Aset untuk masa depan sudah mulai terbangun. Misalnya dengan mulai disiapkannya dana darurat atau investasi jangka panjang lainnya.

 

Kesimpulan

Tidak ada yang salah dengan gaya hidup hedonisme yang terjadi pada era modern dan perkembangan teknologi seperti sekarang. Hanya saja perlu diingat, bahwa kehidupan ada pasang surutnya, terlebih lagi ketika situasi ekonomi berada dalam fase lemah. Di mana kemampuan daya beli secara keseluruhan akan mengalami pelemahan, namun kebutuhan hidup tetap tinggi dan harus dipenuhi. Sementara situasi finansial berada pada kondisi yang buruk, seperti terlilit utang, tidak punya dana darurat, terlebih-lebih tidak ada investasi yang dapat melindungi nilai aset. Pada akhirnya sikap hedonisme hanya membuat seseorang tidak mempunyai rencana keuangan dalam jangka panjang, hingga rentan depresi.

Lantas bagaimana dengan teman-teman investor menyikap sikap hedonisme di zaman sekarang?***

 

###

 

DISCLAIMER ON:
Tulisan ini bukan rekomendasi jual dan beli. Semua data dan pendapat pada artikel adalah bersifat informasi yang mengedukasi pembaca, berdasarkan sudut pandang penulis pribadi. Risiko investasi berada pada tanggung jawab masing-masing investor. Do Your Own Research!

 

Temukan Artikel Analisa dan Edukasi Saham lainnya di Google News. 

1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

reCaptcha v3
keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *