Terakhir diperbarui Pada 23 April 2024 at 1:53 pm
Daftar Isi
Artikel telah ditinjau oleh: Stock Market Analyst RK Team
Skema holding BUMN farmasi yang sudah lama diwacanakan oleh pemerintah, akhirnya resmi terealisasikan di tahun ini. Sejalan dengan terbitnya beleid, terkait penyertaan modal ke holding BUMN Farmasi. Dalam holding tersebut, Bio Farma sebagai induk holding akan membawahi PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan PT Indofarma Tbk (INAF). Holding BUMN farmasi ini, diklaim mampu mencapai market share sekitar 7.5 – 10% untuk pasar obat-obatan dan alat kesehatan dalam negeri. Apakah dengan pembentukan holding BUMN farmasi ini, akan mendorong kinerja KAEF dan INAF ke depannya ? Dan bagaimana peluang sektor industri farmasi di tahun 2020 ini ?
Kronologi Pembentukan Holding BUMN Farmasi
Pada 19 Oktober 2019, Pak’De Jokowi sudah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 76 Tahun 2019 Tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara ke dalam saham Bio Farma. PP tersebut berisikan tentang penambahan penyertaan modal negara, dalam modal saham PT Bio Farma. Penambahan penyertaan tersebut, dilakukan dengan penyerahan saham pemerintah yang ada di KAEF dan INAF ke Bio Farma, sebagai penyertaan penambahan modal negara.
Selain itu, keputusan MenKeu Nomor 862/KMK.06/2019 Tentang Penetapan Nilai Penambahan Penyertaan Modal Negara ke dalam Modal Saham Bio Farma. Serta, ditandatanganinya akta pernyataan perjanjian pengalihan saham Nomor 37 pada 31 Januari 2020 juga sudah terbit.
Sehingga pada 5 Februari 2020 kemarin, holding BUMN farmasi resmi terbentuk. Di mana Bio Farma didaulat menjadi induk holding, dan akan membawahi PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan juga PT Indonesia Farma Tbk (INAF).
Source: industri.kontan.co.id
Keputusan tersebut, menyusul Kementerian BUMN yang juga menerbitkan surat persetujuan dari Menteri BUMN Erick Thohir. Terkait adanya pengalihan seluruh saham Seri B milik pemerintah, dari KAEF dan INAF ke Bio Farma. Rincinnya adalah sebagai berikut : saham Seri B milik pemerintah yang berada di KAEF sebanyak 4.99 miliar lembar saham, dan saham seri B milik pemerintah di INAF sebanyak 2.49 miliar lembar saham. Sehingga saham pemerintah di KAEF dan INAF sudah diserahkan seluruhnya ke Bio Farma, dengan nilai keseluruhan saham mencapai Rp 12.4 triliun. Sedangkan saham seri A dwi warna tetap dimiliki oleh negara. Demikian pula dengan status kedua perusahaan, status perseroan KAEF dan INAF, berubah menjadi non-persero. Sehingga saham KAEF dan INAF tersebut, akan tetap dikontrol oleh negara melalui kepemilikan saham Seri A.
Tujuan Holding BUMN Farmasi
Holding farmasi yang terealisasi tersebut tidak lain bertujuan, agar seluruh produk farmasi bisa tersebar merata ke seluruh pelosok. Dan masing-masing anggota holding, seperti KAEF dan INAF bisa lebih berinovasi menciptakan produk-produk baru. Tidak hanya itu saja, ke depannya holding farmasi ini juga untuk mempermudah akses mendapatkan produk farmasi. Karena selama ini aksesnya cenderung sulit, dengan jalur distribusi yang terbatas. Sehingga dampaknya, harga obat relatif mahal.
Selain itu, pembentukan holding farmasi ini juga bertujuan untuk bisa menurunkan impor bahan baku farmasi atau Active Pharmaceutical Ingredientd (API). Lantaran saat ini, sekitar 90% bahan farmasi masih harus diimpor dari luar negeri, yakni dari China sebesar 60% dan India sebesar 30%. Padahal sebelumnya, proporsi impor bahan farmasi dari China tercatat sebesar 80% dan India sebesar 20%. Adapun kenaikan impor yang signifikan dari India, karena harga bahan baku farmasi di sana lebih murah. Sebagai tambahan informasi, Indonesia masih mengimpor bahan baku obat senilai US$ 1.3 miliar (Rp 17.8 triliun), dan disusul dengan impor peralatan kesehatan hingga US$ 750 juta (Rp 10.3 triliun).
Tidak hanya untuk menghentikan ketergantungan impor bahan baku, holding farmasi ini juga dibentuk untuk mencegah terjadinya redundant (pengulangan) antar perusahaan, dalam hal pemasaran ataupun produksi obat-obatan dengan jenis yang sama.
Bahkan, Bio Farma akan mendorong KAEF dan INAF untuk menerapkan standar produksi farmasi yang memenuhi kualifikasi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO). Agar bisa menembus pasar global, sehingga bisa menyeimbangkan rantai bisnis Bio Farma. Lantaran sampai saat ini, produk Bio Farma sudah digunakan lebih dari 140 negara di dunia. Sehingga ke depannya bisa memperkuat kemandirian industri farmasi, dan semakin meningkatkan ketersediaan produk.
Hal itu tentu akan mendorong industri farmasi mampu menguasai pasar nasional, dengan target pasar hingga akhir tahun bisa mencapai 7.5% hingga 10%. Terkait target market share holding farmasi, hal lain yang juga perlu kita tahu adalah pangsa pasar yang sudah dimiliki oleh KAEF saat ini sebesar 3.5%, dan pangsa pasar INAF sebesar 0.5%. Dengan terbentuknya holding farmasi, pangsa pasar farmasi akan semakin besar antara Bio Farma, KAEF dan INAF.
Peran Masing-Masing Anggota Holding Farmasi
Pertanyaannya sekarang, bagaimana dengan peran masing-masing perusahaan ? Mengingat emiten KAEF dan INAF juga perusahaan farmasi besar…
Setelah resmi menjadi holding BUMN farmasi, masing-masing dari anggota holding akan tetap melaksanakan fokus bisnisnya. Misalnya saja, Bio Farma selaku induk holding akan tetap fokus pada bisnis utama. yakni memproduksi vaksin dan juga antisera. Selain itu, Bio Farma juga akan tetap fokus di sektor tersebut sebagai operation holding.
Demikian pula KAEF, yang akan fokus pada produk-produk farmasi di bidang industri kimia dan farmasi. Karena rantai bisnis yang dijalankan KAEF dari hulu ke hilir, seperti : retail farmasi (perdagangan dan jaringan distribusi), layanan kesehatan (laboratorium diagnostik dan klinik kesehatan). Sedangkan untuk INAF, tetap fokus di pengembangan produk natural extract dan alat-alat kesehatan (Medical Equipment). Terbaru ke depannya, INAF akan mengembangkan bisnis obat-obatan mengikuti tren penyakit seperti diabetes, jantung, kanker, stroke.
Sementara dari sisi operasional ketiga perusahaan ini, pabrik-pabrik produksi pun akan digabungkan sehingga total terdapat 13 pabrik. Tidak hanya itu saja, Bio Farma sudah menetapkan total capex sebesar Rp 2 triliun – Rp 3 triliun untuk kebutuhan operasional holding farmasi. Dengan skema pembagian dana, sebesar Rp 500 miliar untuk Bio Farma meningkatkan kapasitas pabrik. Kemudian sebesar Rp 2 triliun untuk KAEF meningkatkan kapasitas produksi pabrik, apalagi saat ini KAEF sedang membangun pabrik di Banjaran dan Pulogadung. Sementara sisanya sebesar Rp 300 miliar untuk INAF digunakan agar kebutuhan medical device dan herbal terpenuhi.
Prospek Pasca Holding
Di atas tadi kita sudah membahas mengenai latar belakang holding, dan juga tujuannya. Beserta dengan pembagian operasionalnya pasca holding. Pertanyaannya sekarang, bagaimana dengan prospek dari emiten KAEF dan INAF ke depannya ?
- PT Kimia Farma Tbk (KAEF), merupakan perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia dan juga sebagai perusahaan BUMN pada saat itu. Dalam kiprahnya, KAEF ini sudah banyak mengalami perkembangan yang terintegrasi di Indonesia. Khususnya dalam bidang pelayanan kesehatan (healthcare). Berdasarkan informasi yang Penulis dapat melalui hasil Public Expose KAEF di 2019 kemarin. Emiten ini sudah merancang rencana jangka panjangnya, salah satunya adalah mewujudkan misinya sebagai penyedia layanan kesehatan kelas dunia di tahun 2022 mendatang. Terkait dengan itu, pada semester I-2019 kemarin Penulis juga pernah membahas prospek KAEF yang mengakuisisi PEHA. Untuk review kembali artikelnya, melalui link di bawah ini :
[Baca lagi : Rencana KAEF Akuisisi 56% Saham PEHA, Bagaimana Progress Ekspansinya Sejauh Ini ?]
KAEF sendiri dari sisi Pendapatan, terbilang cukup baik meski tertekan dalam hal operasionalnya. Terlihat dari Pendapatan KAEF yang mengalami peningkatan sekitar 13.3% YoY, dari Rp 6.0 triliun di Kuartal III-2018 naik menjadi sebesar Rp 6.8 triliun per Kuartal III-2019. Sayangnya Beban Pokok Pendapatan juga mengalami kenaikan sekitar 19.4%, dari Rp 3.6 triliun di Kuartal III-2018 menjadi Rp 4.3 triliun per Kuartal III-2019.
Tidak hanya itu saja, Beban Usaha pun mengalami kenaikan sekitar 22.2%, dari Rp 1.8 triliun di Kuartal III-2018 menjadi Rp 2.2 triliun per Kuartal III-2019. Bahkan Beban Keuangan juga meningkat sampai 139.5% YoY, dari Rp 149.1 miliar di Kuartal III-2018 menjadi Rp 357.1 miliar per Kuartal III-2019. Sejumlah kenaikan beban tersebut, membuat Laba Bersih KAEF harus turun sekitar 81.45%, dari sebesar Rp 225.4 miliar di Kuartal III-2018 turun menjadi Rp 41.8 miliar per Kuartal III-2019. Sebagai gambaran jelasnya, seperti di bawah ini :
Pendapatan KAEF Kuartal III-2019. Source : Laporan Keuangan KAEF Kuartal III-2019
- PT Indofarma Tbk (INAF), berdiri sejak tahun 1918 dan terus meningkatkan layanan kesehatan bagi masyarakat. Bahkan INAF juga berhasil menjadi salah satu bagian BUMN. Awalnya INAF merupakan perusahaan farmasi spesialis obat-obatan generik yang dijual dengan harga murah. Namun setelah resmi melantai di BEI tahun 2001 silam, INAF beralih memproduksi berbagai macam obat. Mulai dari obat-obatan bermerk, dan juga herbal. Hingga ke suplemen makanan benutrisi, dan juga alat-alat kesehatan.
Adapun untuk di tahun ini, INAF akan memperkuat bisnisnya di alat-alat kesehatan dengan meluncurkan produk baru. Seperti disposable untuk kelompok benang bedah, dan kategori produk sterilisasi disposable. Kemudian Diagnostic and Medical Equipment (DME), dan juga bisnis Natural Extra. Serta obat-obatan untuk kanker payudara.
Dari sisi Pendapatan, INAF justru harus mencatatkan penurunan pada Kuartal III-2019. Di mana Pendapatan INAF harus turun sekitar 21.05% YoY, dari sebesar Rp 739.1 miliar di Kuartal III-2018 turun jadi Rp 583.5 miliar per Kuartal III-2019. Meskipun sejumlah beban seperti beban pokok penjualan dan beban operasional INAF menurun. Namun hal tersebut tidak mampu mengangkat Laba Bersih INAF. Di mana Laba Bersih INAF harus kembali terkoreksi sekitar 0.57% YoY, dari sebesar Rp 35.0 triliun di Kuartal III-2018 turun jadi Rp 34.8 triliun per Kuartal III-2019.
Bahkan untuk Beban Penjualan pun tercatat masih tinggi di Rp 100.0 miliar per Kuartal III-2019. Hanya turun sekitar 22.3% YoY, dari Beban Penjualan Rp 128.8 miliar di Kuartal III-2018. Demikian halnya dengan Beban Keuangan yang sebesar Rp 30.2 miliar per Kuartal III-2019. Hanya turun sekitar 17.9% YoY, dari Beban Keuangan Rp 36.8 miliar di Kuartal III-2018.
Pendapatan INAF per Kuartal III-2019. Source : Laporan Keuangan INAF Kuartal III-2019
Dari penjelasan di atas, kita dapat melihat bahwa baik KAEF maupun INAF tidak sedang dalam kinerja terbaiknya.
Peluang Industri Farmasi di 2020
Lantas bagaimana dengan peluang industri farmasi di sepanjang tahun ini ? Di tahun 2020 ini, nampaknya industri farmasi masih harus menghadapi sejumlah tantangan. Di mana tidak hanya disebabkan oleh, bahan baku farmasi yang masih harus diimpor dari luar negeri.
Industri farmasi juga harus tertekan oleh program BPJS yang sudah berjalan hampir 6 tahun belakangan ini. Lantaran saat ini pasar produk obat dari industri farmasi, semakin tersedot oleh peserta pengguna BPJS. Kondisi itu, membuat BPJS sebagai pembeli terbesar obat-obatan dalam negeri.
Sementara, industri yang menjadi penyedia layanan kesehatan harus tertekan karena tunggakan BPJS tersebut. Lantaran BPJS Kesehatan terus mengalami defisit dalam 2 tahun ini. Pemerintah sendiri hingga saat ini, masih berupaya menyelesaikan pembengkakan defisit BPJS Kesehatan di tahun 2019 yang sebesar ± Rp 17 triliun.
Namun kondisi tersebut justru semakin buruk. Lantaran kenaikan premi yang resmi diterapkan pada awal tahun ini, harusnya bisa menjadi solusi bagi defisitnya BPJS. Justru sebaliknya, mendorong naiknya jumlah peserta yang turun kelas. Belum lagi ditambah dengan peserta yang nonaktif, dan juga gagalnya pengendalian biaya.
Antrian turunkan kelas BPJS kesehatan. Source: mediaindonesia.com
Dan untuk mengatasi kondisi tersebut, pemerintah merealisasikan holding BUMN farmasi. Holding tersebut dinilai sebagai percepatan kemandirian produksi obat, dan dari sisi pengadaan bahan baku pun bisa lebih murah. Bahkan persaingan industri farmasi, bisa semakin berkurang. Sehingga dampaknya, industri farmasi diprediksikan akan memiliki peluang yang positif dari sisi pertumbuhan. Sayangnya, hasil positif dari holding farmasi tersebut baru bisa dirasakan hasilnya dalam jangka panjang ke depan.
Meski holding farmasi ini, akan memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan industri farmasi ke depannya. Terlebih lagi, khususnya bagi emiten KAEF dan INAF yang merupakan anggota holding. Namun, penulisan artikel ini bukanlah sebagai rekomendasi untuk Anda. Melainkan hanya untuk melihat bagaimana prospek industri farmasi, pasca pembentukan holding BUMN farmasi kemarin.
Kesimpulan
Secara overall, Penulis sendiri memandang holding BUMN farmasi ini adalah untuk bisa mengintegrasikan proses hulu mulai dari produksi bahan baku, sampai ke hilir yakni jaringan distribusi. Meski sudah bergabung dalam holding farmasi, ketiga perusahaan tersebut tetap fokus pada inti bisnis (business core) masing-masing. Pembentukan holding farmasi ini, memiliki target pangsa pasar mencapai 7.5% – 10% hingga akhir tahun.
Namun, hal tersebut tidak serta merta membuat saham industri farmasi seperti KAEF dan INAF layak untuk diinvestasikan. Mengingat kinerjanya di 2019 kemarin, masih kurang memuaskan. Terlebih lagi, ke depan industri farmasi juga harus menghadapi tantangan yang belum terselesaikan, seperti ketergantungan impor bahan baku dan juga defisitnya BPJS.
###
DISCLAIMER ON:
Tulisan ini bukan rekomendasi jual dan beli. Semua data dan pendapat pada artikel adalah bersifat informasi yang mengedukasi pembaca, berdasarkan sudut pandang penulis pribadi. Risiko investasi berada pada tanggung jawab masing-masing investor. Do Your Own Research!
Temukan Artikel Analisa dan Edukasi Saham lainnya di Google News.
Ya benar peluang berinvest di farmasi cukup bikin takut, apalg klo inget farmasi ini diandalkan bgt dlm program bpjs. Syukur2 klo bpjs bisa teratasi.. klo gak? Ga tau deh opsi2 apa lg kedepannya. Tx Pak pnjabarannya!!!
Bagaimana dengan kalbe dan sido muncul ?