Terakhir diperbarui Pada 8 Mei 2019 at 2:19 pm
Selama kurang lebih 3 – 4 bulan terakhir (November 2018 – Februari 2019), IHSG naik cukup signifikan dari 5800 an ke 6500 an. Kenaikan IHSG sebesar ±12% selama 3 bulan terakhir, membuat kebanyakan harga saham pun ikut melambung tinggi. Hal tersebut agak menyulitkan seorang value investor dalam mencari “mutiara terpendam”.
Setelah melakukan penelitian lebih lanjut, Penulis kemudian menemukan sebuah emiten yang harga sahamnya terus tertekan di tengah kenaikan IHSG itu sendiri. Emiten yang Penulis maksudkan adalah PT Cikarang Listrindo, atau dengan kode emiten : POWR.
Menurut pengalaman Penulis, ada 2 kemungkinan jika harga sebuah saham mengalami penurunan di tengah kenaikan IHSG. Kemungkinan pertama, memang emiten tersebut memiliki fundamental yang sangat jelek sehingga kenaikan IHSG tidak mengangkat kinerja harga saham itu sendiri, atau yang kedua adalah market belum menyadari bahwa saham tersebut masih “salah harga”. Lalu, di antara kedua kemungkinan tersebut, masuk ke dalam kategori manakah POWR ini ? Dan apakah POWR layak dikoleksi ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dalam artikel ini Penulis akan mencoba untuk melihat lebih dalam kinerja fundamental POWR.
Daftar Isi
Sekilas Tentang POWR
Source : Annual Report POWR 2017
POWR merupakan perusahaan produsen listrik swasta terlama di Indonesia yang bergerak di bidang pembangkitan dan penyaluran tenaga listrik di Indonesia, sekaligus sebagai Perusahaan penyedia listrik pertama yang tercatat dalam Bursa Efek Indonesia, ketika di Juni 2016 POWR berhasil melakukan IPO / Penawaran Umum Perdana, dengan nilai IPO sebesar Rp 2.41 triliun di Bursa Efek Indonesia, menjadikan POWR sebagai penerbit terbesar selama di 2016 yang menawarkan sebesar 1.6 miliar saham dengan harga Rp 1.500 per lembar saham. Adapun sekitar 84% kepemilikan saham POWR dipegang oleh PT Udinda Wahanatama, PT Brasali Industri Pratama, dan PT Pentakencana Pakarperdana, dan 16% kepemilikan saham POWR dipegang oleh Publik. Untuk lebih jelasnya Anda dapat melihat pada gambar di bawah ini..
Pemegang Saham POWR. Source : Annual Report POWR 2017
Sejak perusahaan berdiri, POWR hanya mempunyai satu produk yakni listrik. Di mana dalam operasionalnya, penjualan listrik POWR tersebut dibagi ke dalam dua segmentasi usaha : penjualan ke pelanggan di lima kawasan industri (kontribusi sekitar 75% dari total penjualan), dan penjualan ke PLN (kontribusi sekitar 25% dari total penjualan).
Hingga saat ini, POWR memiliki sekitar lebih dari 2.400 pelanggan industri. Pelanggan industri tersebut meliputi perusahaan manufaktur lokal maupun asing, yang sebagian di antaranya merupakan perusahaan blue chip. Adapun perusahaan manufaktur tersebut, bergerak dalam sejumlah sektor industri : otomotif, elektronik, plastik, makanan, dan kimia.
Kinerja Fundamental POWR
Kembali kepada pertanyaan awal, mengingat harga saham POWR saat ini berada dalam the lowest in five years / terendah dalam lima tahun terakhir, di mana harga saham POWR terjun bebas dari Rp 1500 saat IPO, hingga menyentuh Rp 850 per artikel ini ditulis. Pertanyaannya, apakah memang kinerja POWR sejelek itu sehingga harga sahamnya terdiskon hampir 50% dari harga IPO nya ? Let’s take a look..
Harga Saham POWR. Source : RTI Business
Customer Loyalty and High Barriers of Entry
POWR ini memiliki daya tarik tersendiri, khususnya bagi Penulis, karena karakteristik POWR ini cukup berbeda bila dibandingkan dengan perusahaan lain. Bergerak dalam bidang penyediaan tenaga listrik yang telah memiliki captive market, bisa dikatakan POWR memiliki economic moat yang cukup tinggi, karena POWR relatif tidak memiliki tingkat kompetisi yang ketat dan memiliki barrier of entry yang tinggi. Saat ini POWR memiliki sekitar 2400 pelanggan industri di 5 kawasan industri utama : Kawasan Industri Jababeka, Lippo Cikarang, Hyundai, East Jakarta Industrial Park (EJIP) dan MM2100 Industrial Town.
Dari 2.400 pelanggan industri tersebut, 66% di antaranya merupakan pelanggan yang telah memanfaatkan jasa yang disediakan POWR selama lebih dari 10 tahun. Hal tersebut membuat tingkat loyalitas pelanggan terhadap POWR menjadi sangat tinggi, bahkan bisa dikatakan cenderung bergantung kepada POWR. Tingginya tingkat loyalitas ini membuat POWR memiliki tingkat churn rate yang sangat rendah. Churn rate di sini artinya jumlah pelanggan yang berhenti berlangganan layanan listrik dari POWR.
POWR sendiri adalah salah satu perusahaan yang memiliki tingkat churn rate yang sangat rendah. Di tahun 2018, churn rate POWR hanya berada di kisaran level 0.1%. Artinya dari sekitar 2.400 Pelanggan Industri POWR, hanya sekitar 2 atau 3 Perusahaan yang memutuskan untuk berhenti berlangganan listrik ke POWR.
Bukan hanya memiliki churn rate yang sangat rendah, tingginya tingkat loyalitas pelanggan di Kawasan industri terhadap POWR juga terlihat dari rendahnya jumlah Bad Debt Expense POWR. Bad Debt yang dimaksudkan di sini adalah risiko terjadinya gagal bayar oleh sejumlah pelanggan POWR. Per tahun 2018, jumlah bad debt POWR nyaris mendekati 0 %, alias nyaris semua pelanggan industri POWR tidak pernah terlambat dalam membayar tagihan ke POWR.
Pembayaran pelanggan Kawasan industri pada umumnya dilakukan tepat waktu, dengan rata-rata 97% pelanggan membayar dalam waktu 12 hari dari tanggal jatuh tempo. Untuk mengurangi risiko pelanggan gagal melakukan pembayaran (default), POWR menerapkan kebijakan penyetoran uang jaminan bagi pelanggan kawasan industri di awal kontrak sebesar estimasi biaya listrik selama 2 bulan. Hal itu lah yang menyebabkan Cash Flow POWR tetap stabil dan terjaga, sehingga POWR terhindar dari risiko kerugian seperti gagal bayar.
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai tingkat churn rate dan bad debt POWR, Anda dapat melihat gambar di bawah ini :
Tingkat churn rate POWR. Source : Public Expose POWR 2018
Perjanjian Jangka Panjang Dengan PLN
Tidak hanya mensupply listrik ke 2.400 Pelanggan Industri di 5 kawasan industri utama, POWR juga menjadi pemasok listrik untuk jaringan listrik nasional yang dimiliki PLN (PT Perusahaan Listrik Negara Persero). Dengan kapasitas sebesar 300 MW, untuk wilayah Jawa – Bali. Banyak investor yang salah persepsi berpikir bahwa POWR ini adalah kompetitor dari PLN, namun faktanya justru POWR dan PLN telah menjadi mitra selama lebih dari 20 tahun.
Kemitraan antara POWR dan PLN terjalin sudah sejak tahun 1996, dan tertuang dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL) untuk jangka panjang. Hingga saat ini, POWR dan PLN memliki dua PJBTL. Penandatangan PJBTL pertama antara POWR dan PLN, dilakukan pada tahun 1996 untuk jangka waktu 20 tahun dengan kapasitas 150MW tenaga listrik, dan berlaku hingga 26 Januari 2016. Dan PJBTL pertama pun sudah diperpanjang lagi sampai Januari 2019 (saat ini sedang tahap negosiasi lagi). Sedangkan, penandatanganan PJBTL yang kedua dilakukan pada 2011, dengan jangka waktu yang sama sekitar 20 tahun dan kapasitasnya pun masih dilevel 150MW tenaga listrik, berlaku sampai 1 Juni 2031.
Dalam PJBTL tersebut, POWR berkewajiban menyediakan fasilitas listrik ke PLN secara bulanan, sebaliknya pun PLN memiliki kewajiban untuk membayarkan tagihan listrik ke POWR yang juga dilakukan secara bulanan. Namun, jika dalam praktiknya ada perbedaan jumlah pemakaian listrik yang disediaka dengan jumlah tagihan listrik POWR, maka PLN wajib melunasinya di akhir tahun.
Dengan PJBTL di atas, mengindikasikan bahwa setidaknya selama 12 tahun ke depan, POWR akan menjadi penyuplai tetap bagi PLN, apalagi dengan adanya Proyek 35 ribu MW PLN yang ditargetkan rampung di 2024, kebutuhan untuk mensupply tenaga listrik ke PLN juga akan terus meningkat.
Stabilnya Harga Bahan Baku Gas Bumi dan Batubara
Dalam operasionalnya mengalirkan listrik kepada dua segmen usahanya itu, POWR membutuhkan pasokan bahan baku utama yaitu : gas bumi (natural gas), dan batubara (Coal). Dalam hal ini POWR mendapat pasokan gas bumi dari Pertamina EP dan PGN. Pertamina EP sendiri adalah entitas anak dari PT Pertamina (dan baru saja sudah menjadi satu di bawah PGN). Di tahun 2018 kemarin, POWR menerima pasokan gas sekitar 52% dari Pertamina dan 48% dari PGN dari seluruh total kebutuhan gas bumi.
POWR dan Pertamina sendiri memiliki perjanjian jual beli gas bumi dalam jangka panjang (terhitung sejak 18 Agustus 1994, hingga 31 Desember 2018). Berdasarkan perubahan perjanjian di tahun 2016, POWR setuju untuk membeli harga gas di harga AS$7 per MMBTU untuk pasokan listrik ke kawasan industri dan AS$4,54 per MMBTU untuk pasokan listrik ke PLN dari Pertamina, yang berlaku efektif pada tanggal 1 Juli 2016.
Tangki bahan bakar milik POWR. Source : Annual Report POWR 2017.
Demikian pula, POWR juga memiliki Perjanjian Jual Beli untuk pasokan Gas Bumi dari PGN sejak tahun 2007, yang kemudian diperbaharui pada 20 Mei 2013. Perjanjian ini sendiri berlaku sampai dengan Maret 2023. Dalam perjanjian tersebut, para pihak setuju bahwa harga gas bumi yang disepakati adalah USD 7.56 per MMBTU.
Tidak hanya membutuhkan gas bumi sebagai bahan bakar utama pembangkit listrik, namun POWR pun membutuhkan persediaan batubara. Supply batubara itu, diperolehnya melalui penandatanganan perjanjian pasokan dengan PT Antang Gunung Meratus (perusahaan tambang batubara di Kalimantan Selatan). PT Antang Gunung Meratus (AGM) sendiri adalah anak usaha dari PT Baramulti Suksessarana Tbk (BSSR), yang terdaftar di BEI sebagai perusahaan tambang batubara. Adapun perjanjian itu berlaku selama sampai tahun 2022. Sayangnya, di dalam Laporan Keuangan POWR tidak disebutkan berapa harga batubara yang disepakati dalam perjanjian.
Dengan berbagai Perjanjian di atas, maka bisa kita simpulkan bahwa dengan kemudahan POWR dalam mendapat pasokan bahan bakar gas bumi dan batubara dari perjanjian kerjasama tersebut, membuat kinerja POWR cenderung stabil karena tidak akan terfluktuasi oleh pergerakan harga gas bumi maupun oleh pergerakan harga batubara. Hal itu pun sangat membantu POWR menjaga beban pokok penjualannya, termasuk ketika harga gas bumi dan harga batubara melonjak di tahun 2016 – 2018 kemarin. Adapun sebagai gambarannya, Anda bisa lihat pada gambar berikut ini :
Beban Pokok Penjualan POWR. Source : Annual Report POWR 2017
Hutang Terkendali dengan Beban Bunga Rendah
Dari sisi liabilitas, POWR relatif memiliki hutang yang cukup terkendali. Meskipun DER POWR saat ini mencapai 1.19 x, namun secara praktis POWR hanya memiliki hutang wesel sebesar 538.5 juta USD per 2018 kemarin, sementara sisanya hanya berupa hutang dagang dan hutang tidak berbunga lainnya. Yang menarik adalah, hutang wesel POWR ini memiliki bunga yang relative rendah, yaitu hanya sekitar 4.95% per tahun yang jatuh tempo di tahun 2026. Dengan bunga yang rendah, relatif beban bunga yang ditanggung oleh POWR adalah sebesar USD 26 juta per tahun. Jika dibandingkan dengan Operating Profit POWR yang mencapai USD 138 juta per tahun (Interest Coverage Ratio : 5.3x), maka tentunya beban bunga tersebut tidak mempengaruhi profitabilitas POWR sama sekali.
Rendahnya bunga utang wesel POWR salah satunya dikarenakan refinancing yang dilakukan oleh POWR di tahun 2016. Dengan melakukan refinancing surat utang, POWR mendapat keuntungan dari segi penurunan tingkat bunga yang sebesar 2.0% terhadap surat utang sebelumnya.
Prospek POWR Ke Depan ?
Dengan perjanjian jangka Panjang antara POWR dengan PLN yang berlangsung sampai dengan 2031. Serta tingginya loyalitas pelanggan industri yang terlihat dari Churn Rate hanya 0.1% dan Bad Debt yang nyaris 0 % di tahun 2018 kemarin. Membuat prospek POWR ke depannya masih cerah. Ke depannya, kebutuhan tenaga listrik industri akan bertumbuh sebesar 7 – 9 % per tahunnya, termasuk kebutuhan pasikan listrik ke PLN terkait proyek kebutuhan tenaga listrik sebesar 35 ribu MW di tahun 2024.
Bukan hanya pertumbuhan yang positif ke depan. POWR juga mengantisipasi fluktuasi harga komoditas bahan baku (gas bumi dan batubara). Dengan mengikat harga beli bahan baku yang tertuang dalam kerjasama jangka Panjang dengan PGN, Pertamina, dan AGM.
POWR juga memiliki hutang yang terkendali, dengan refinancing yang dilakukannya pada tahun 2016. Membuat POWR menikmati bunga hutang wesel yang relative rendah, yaitu sekitar 4.95% saja.
Sebagai informasi tambahan, POWR pun telah melakukan aksi buy back sebanyak 2% saham atau sebesar 321.7 juta lembar saham. Adapun biaya yang akan disisihkan untuk melakukan buyback ini adalah dengan sebesar USD 20 juta, atau setara dengan Rp 295 miliar.
Di tahun 2019 ini POWR pun kembali menyiapkan belanja modal sebesar US$ 40 juta – US$ 50 juta. Nantinya dana itu akan digunakan untuk perawatan pembangkit listrik, dan juga untuk membangun jalur distribusi perusahaan. Khususnya untuk mengembangkan pilot project pembangkit listrik baru dan energi terbarukan (EBT), yakni Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Setelah sebelumnya, POWR hanya memiliki Pembangkit Listrik Berbahan Bakar Gas (PLTG), Pembangkit Listrik Berbahan Bakar Gas dan Uap (PLTGU), serta Pembangkit Listrik Berbahan Bakar Batubara (PLTU). Tentu itu menjadi prospek menarik bagi kelangsungan kinerja POWR ke depannya.
Kesimpulan
Meskipun harga saham POWR turun cukup signifikan, POWR tetap mampu menorehkan kinerja perusahaan yang baik. Dengan kata lain, Penurunan harga saham POWR dari Rp 1500 ketika IPO menuju Rp 850 ketika artikel ini ditulis di Februari 2019, tidak diikuti dengan penurunan fundamental nya.
Pada saat artikel ini ditulis, POWR diperdagangkan pada PER 12.1x dan PBV 1.5x. Jika Anda melihat bahwa harga saham POWR saat ini sudah cukup terdiskon, Anda bisa mempertimbangkan POWR untuk menjadi bagian dari investasi Anda. Namun jika Anda melihat POWR ini belum cukup murah, Anda bisa menunggu kesempatan untuk membeli sahamnya di harga yang lebih rendah.. However, the choice is yours..
Lalu kapan harga sahamnya akan mulai naik Pak ? Hmm, let time answer the question..
Disclosure : POWR telah menjadi bagian dari portfolio Penulis pada average 910. Perubahan posisi dana average dapat terjadi sewaktu-waktu. Pembahasan ini bukan bersifat rekomendasi beli atau jual. Do Your Own Research.
###
Info:
- Monthly Investing Plan Maret 2019 sudah terbit. Anda dapat memperolehnya di sini.
- Cheat Sheet LK Q4 2018 akan segera terbit, Anda dapat memperolehnya di sini.
- E-Book Quarter Outlook LK Q4 2018 akan segera terbit. Anda dapat memperolehnya di sini.
- Jadwal Workshop :
- Workshop & Advance Value Investing (Jakarta, 16 – 17 Maret 2019) dapat dilihat di sini.
Tags : Apakah POWR Layak Dikoleksi | Apakah POWR Layak Dikoleksi | Apakah POWR Layak Dikoleksi | Apakah POWR Layak Dikoleksi | Apakah POWR Layak Dikoleksi | Apakah POWR Layak Dikoleksi | Apakah POWR Layak Dikoleksi | Apakah POWR Layak Dikoleksi | Apakah POWR Layak Dikoleksi | Apakah POWR Layak Dikoleksi |Apakah POWR Layak Dikoleksi
wow kesempatam nih.. mantap pak hehehe
Halo, terima kasih Pak Rivan untuk ulasan saham POWR. Saya termasuk orang awam mengenai dunia value investing dunia saham. Karena tulisan ini saya mencoba membaca laporan keuangan POWR di tahun 2018. Pertanyaan saya:
1. Saya bisa melihat laporan keuangan Q1, Q2, dan Q3 2018 dan bisa mendapatkan data keuntungan, ekuitas, dan liabilitas. Dimana saya bisa melihat laporan keuangan Q4 2018 saja (bukan full year 2018).
2. Saya mencoba mendapatkan nilai intrinsik saham ini. Apakah cukup dengan cara menjumlahkan (Ekuitas 2018) + (5x Laba Bersih 2018)/ (listed share)?
Terima kasih
POWR skrg 600, saya baru masuk dan avg di 607
Tolong bahas lagi dong mas update prospek POWR ini mas untuk 2020 ? Trims mas.
apa skrg masih pegang barang mas? atau udah keluar di 1125?
Terima kasih mas rivan sudah membahas emiten POWR. Sangat membantu sekali terhadap pemahaman saya di bidang energi ini.