Terakhir diperbarui Pada 27 Februari 2019 at 10:35 am
Indonesia merupakan negara produsen dan eksportir terbesar CPO di dunia. Sayangnya, ekspor CPO Indonesia dalam 2 tahun terakhir ini cukup tertekan karena dampak Bea Cukai CPO. Terutama sejak bea masuk CPO dan produk turunannya dinaikkan oleh India hingga 3x. Tak pelak hal itu menimbulkan dampak negatif bagi sejumlah emiten di sektor CPO… Lantas, kira-kira bagaimana perkembangannya sejauh ini ? Dan seperti apa dampak Bea Cukai CPO terhadap emiten di sektor CPO ?
Daftar Isi
Awal Mula Kenaikan Tarif Bea Masuk CPO Indonesia ke India
Di tahun 2017, tarif bea masuk CPO Indonesia ke India hanya sebesar 7.5% saja, namun pada saat itu India mulai menaikkan tarif bea masuk CPO Indonesia secara signifikan sebanyak 2x. Kenaikan pertama dilakukan pada Agustus 2017, di mana tarif bea masuk CPO naik dari 7.5% menjadi ke 15%. Kenaikan itu juga diiringi oleh bea masuk CPO olahan dari awalnya 15% naik menjadi 25%. Selain CPO, impor minyak nabati pun juga dinaikkan. Seperti halnya crude soybean oil dan sunflower yang naik dari 12.5% menjadi 17.5% Sedangkan, kenaikan bea masuk CPO yang kedua kalinya dilakukan oleh India pada November 2017 dari sebelumnya 15% naik menjadi 30%. Kenaikan yang kedua kalinya ini pun, kembali mengerek bea masuk CPO olahan dari 25% naik menjadi 40%.
Setelah kenaikan 2x pada 2017, India kembali menaikkan tarif bea masuk CPO Indonesia pada awal Maret 2018. Kenaikan ini merupakan kenaikan bea masuk CPO yang ketiga kalinya dari yang sebelumnya sebesar 30%, naik menjadi 44%. Demikian halnya dengan kenaikan bea masuk CPO olahan dari 40% menjadi sebesar 54%. Namun, untuk kenaikan yang ketiga kalinya ini tidak diiringi oleh kenaikan biaya impor minyak nabati lainnya, seperti soybean dan sunflower oil.
Dengan kata lain, dalam 2 tahun terakhir India telah menaikkan bea masuk CPO sebanyak 3x, dari 7.5% menjadi 44%, serta bea masuk CPO olahan, dari 15% menjadi 54%. Tentu saja kenaikkan tarif bea masuk CPO dan produk turunannya dari Indonesia ke India, sudah terlalu tinggi. Dampak Bea Cukai CPO itu pun, membuat kinerja ekspor komoditas CPO Indonesia menjadi tertekan. Hal ini tidaklah mengherankan, mengingat selama ini sekitar 80% nya sumber CPO India memang berasal dari Indonesia. Sehingga setelah tarif bea masuk CPO dinaikkan, membuat ekspor CPO dan produk turunan dari Indonesia ke India terus berkurang.
Seberapa besar dampak Bea Cukai CPO, terhadap penurunan ekspor CPO ke India pasca kenaikan bea masuk India ini ? Menurut GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia), jumlah ekspor CPO Indonesia mengalami penurunan, dan salah satu penurunan yang terbesarnya adalah ke India. Sebagai gambaran, pencapaian ekspor CPO Indonesia ke India di 2017 sempat mencapai 7.63 juta ton. Namun karena Bea Cukai CPO mengalami kenaikan, dampaknya pun ekspor Indonesia ke India mengalami penurunan 12% di tahun 2018, di mana Indonesia hanya mengekspor CPO sebesar 6.71 juta ton ke India. Sebagai gambaran jelasnya bisa dilihat pada data di bawah ini:
Indonesia Palm Oil Export Profile 2018 Full setelah terkena dampak Bea Cukai CPO naik. Source : gapki.id
Penyebab India Menaikkan Bea Cukai CPO
Tingginya kenaikan tarif bea masuk CPO dan produk turunannya asal Indonesia memang sudah cukup tinggi. Secara tidak langsung pun, kenaikan tarif bea masuk CPO ini membuat harga CPO asal Indonesia di India menjadi lebih mahal. Namun di sisi lain, penting untuk kita juga mengetahui hal apa saja yang menyebabkan India menaikkan tarif bea masuk CPO Indonesia hingga 3x kenaikan.
Penyebab utamanya kebijakan India yang menaikkan tarif bea masuk CPO pada saat itu, tidak lain adalah politik perdagangan India sendiri. Di mana waktu itu India telah mengalami defisit, akibat oversupply CPO dari Indonesia masuk ke India. Sehinggga mendorong pemerintah India, untuk menerapkan kenaikan tarif bea masuk untuk komoditas CPO dari Indonesia.
Penyebab kedua, adalah tidak lain agar India bisa melindungi petani oil seed yang sudah mengalami penurunan harga. Akibatnya para petani itu, mengalihkan penggunaan lahan taninya untuk komoditas lain.
Penyebab ketiga, dari sisi internal India sendiri pun berambisi mengembangkan perkebunan sawit sendiri. India ingin industri minyak sayur di negara nya turut maju, sehingga India bis mengurangi ketergantungan terhadap impor komoditas dari luar negeri.
Sementara penyebab keempat lainnya, berdasarkan kebijakan WTO (World Trade Organization) untuk India. Di mana India masih memiliki ruang gerak dalam menaikkan bea masuk sampai dengan batas bound rate (batas atas) yang sebesar 300%, di Organisasi Perdagangan Dunia / WTO. Akan tetapi, India hanya akan menerapkan kenaikan ataupun penurunan bea masuk yang disesuaikan dengan situasi permintaan dan suplai minyak nabati subsititusi di India (bila diperlukan).
Dalam menangani kenaikan tarif bea masuk CPO ke India, pemerintah Indonesia pun sudah mengupayakan negosiasi terhadap pemerintah India, salah satunya dengan mengadakan pertemuan secara bilateral dengan India. Seperti yang sudah dilakukan oleh pemerintah Indonesia yang pada sekitar Mei 2018, di mana pemerintah Indonesia melobi Perdana Menteri India Narendra Modi, dengan tujuan agar India mau meninjau kembali kebijakan kenaikan tarif bea masuk CPO dan produk turunannya dari Indonesia. Adapun alternatif lain yang bisa digunakan Indonesia pada saat itu, adalah skema kerja sama regional dalam forum Asean – India FTA, untuk menurunkan tarif bea masuk CPO Indonesia ke India.
Upaya pemerintah Indonesia ini, juga sudah pernah Penulis angkat dalam artikel yang terpisah sebelumnya. Anda pun bisa membacanya kembali melalui link di bawah ini :
[Baca lagi : Harga CPO Merosot ke-5 Tahun Terakhir, Bagaimana Prospek ke Depannya ?]
Update Bea Tarif Masuk CPO Indonesia di 2019
Memasuki tahun 2019, baru-baru ini India mulai merubah kebijakan bea masuk atas komoditas CPO dengan merealisasikan penurunan tarif bea masuk untuk komoditas CPO dan produk turunannya. Penurunan bea masuk CPO berlaku untuk sejumlah negara di Asia Tenggara, termasuk juga di Indonesia dan Malaysia yang sama-sama berperan sebagai produsen dan eksportir terbesar CPO..
Pemangkasan tarif bea masuk CPO dari Indonesia ke India sesuai dengan kesepakatan yang tertuang di dalam Asean – India Free Trade Area (AIFTA), yang turun dari 44% menjadi 40%. Demikian halnya dengan pemangkasan tarif bea masuk CPO dari Malaysia ke India sesuai Preferensi India-Malaysia Comprehensive Economic Cooperation Agreement (IM CECA) juga turun dari 44% menjadi 40%.
Sementara untuk tarif bea masuk CPO olahan dari Indonesia ke India, juga disesuaikan dengan kesepakatan di dalam AIFTA yang turun dari 54% menjadi 50%. Demikian pula, dengan tarif bea masuk CPO olahan dari Malaysia ke India yang turun dari 54% menjadi 45%.
Prospek Emiten CPO Ke Depan
Dengan India merealisasikan penurunan tarif bea masuk CPO, sedikit memberikan angin segar bagi sektor perkebunan kelapa sawit. Meskipun demikian, tantangan yang dihadapi oleh emiten CPO masih sangat besar ke depannya. Meskipun India baru saja mulai menurunkan bea masuk CPO dan CPO olahan, namun bea masuk CPO dan CPO olahan saat ini masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan awal tahun 2017 (Anda bisa baca lagi penjelasan di awal artikel).
Bukan hanya dipusingkan dengan masalah bea masuk CPO dan CPO olahan ke India yang masih relatif tinggi, Indonesia juga masih dipusingkan dengan masalah oversupply. Dengan penurunan tingkat ekspor CPO Indonesia ke India sebesar 12% di 2018, membuat Indonesia sendiri mengalami oversupply pada tahun 2018 kemarin (terutama di sepanjang Maret – Juli 2018). Sebagai gambaran, tingkat permintaan kelapa sawit hanya sekitar 90% dari total produksi sepanjang 2018, dengan tingkat produksi kelapa sawit sebesar 3.7 – 4.0 juta ton per bulan, namun permintaan hanya 3.4 – 3.7 juta ton per bulan.
However, dengan India memutuskan untuk memangkas bea masuk CPO dan CPO olahan. Cukup memberikan dampak bea cukai CPO terhadap harga acuan CPO itu sendiri. Setelah harga CPO sempat anjlok hingga ke level 1.800 MYR/metrik ton, kini per kuartal I-2019 harga CPO sedikit mengalami peningkatan hingga ke level 2.100 MYR/metrik ton, di mana harga komoditas CPO sendiri sudah mengalami penguatan berkisar 16.66% YTD.
Update harga CPO per kuartal I-2019. Source : tradingeconomics.com
Terlepas dari bea masuk ke India yang masih relatif tinggi dan oversupply yang terjadi sepanjang tahun 2018, katalis positif bisa muncul dari kebijakan B20 yang mulai diimplementasikan sejak September 2018. Untuk mengetahui lebih detail mengenai Kebijakan B20, dan dampaknya terhadap emiten CPO, Anda bisa baca lagi artikel nya di link berikut ini :
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, tarif bea masuk atas komoditas CPO dan produk turunannya asal Indonesia mulai diturunkan kembali oleh India. Setelah selama 2 tahun terakhir mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Adapun latar belakang penurunan tarif bea masuk CPO Indonesia, diputuskan berdasarkan Asean – India Free Trade Area (AIFTA).
Dengan demikian, tarif bea masuk CPO Indonesia mulai diturunkan dari 44% menjadi 40%. Sedangkan untuk produk CPO olahan dari 54% menjadi 50%. However, angka bea masuk ini masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan awal 2017, di mana tarif bea masuk CPO adalah 7.5%, dan tarif bea masuk CPO olahan adalah 15%. Penurunan bea masuk tersebut, sedikit memberikan dampak positif bagi harga komoditas CPO sudah mulai mengalami penguatan ke level 2.100 MYR/metrik ton.
Meskipun demikian, tantangan yang masih dihadapi oleh emiten CPO ke depannya masih sangat besar. Selain dampak bea cukai CPO dan CPO olahan ke India masih relatif tinggi, Indonesia juga masih dipusingkan dengan oversupply yang terjadi sepanjang tahun 2018 kemarin, sehingga harga jual CPO juga belum bisa dinaikkan secara signifikan. Di sisi lain, kebijakan B20 yang diterapkan oleh Pemerintah, diharapkan bisa menjadi katalis positif bagi emiten CPO itu sendiri.
###
Info:
untuk tahun ini tetap sama belum baguskah emiten cpo