Cuan Emiten Farmasi dari Vaksin

Terakhir diperbarui Pada 23 April 2024 at 10:34 am

Artikel telah ditinjau oleh: Stock Market Analyst RK Team

Memasuki bulan ke-9 di tahun 2020, tidak terasa Covid-19 sudah berkeliaran di sekitar kita lebih dari setengah tahun. Sudah banyak sekali perusahaan farmasi yang sedang melakukan riset dan usaha terbaiknya untuk menciptakan vaksin Covid-19. Di Indonesia sendiri, tiga emiten farmasi yang tercatat di BEI – PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Indofarma Tbk (INAF), dan PT Kimia Farma Tbk (KAEF) sedang berupaya untuk memenangkan pasar di Indonesia melalui produksi vaksin Covid-19. Kira-kira apakah hal ini akan berdampak positif ke semua perusahaan farmasi, atau hanya ke perusahaan tertentu saja?

 

Company Profile KLBF, KAEF, dan INAF

1. PT Kalbe Farma Tbk (KLBF)

Berdiri pada tahun 1966, Kalbe Farma (Kalbe) telah berkembang dari awal yang sederhana di sebuah garasi menjadi perusahaan farmasi terdepan di Indonesia. Dan terus berkembang kehadirannya di pasar internasional. Melalui manajemen portfolio kami yang terarah: divisi obat resep, divisi produk kesehatan, divisi nutrisi, serta divisi distribusi & logistik. Ke empat divisi usaha ini mengelola portofolio produk obat resep dan obat OTC yang komprehensif, minuman energi, produk-produk nutrisi dan alat-alat kesehatan, dengan dukungan jaringan distribusi yang menjangkau lebih dari satu juta outlet di seluruh kepulauan Indonesia.

Segmen bisnis KLBF: Obat resep (22.1% dari pendapatan), nutrisi (17.9% dari pendapatan), produk kesehatan (27.7% dari pendapatan), dan distribusi dan logistik (32.4% dari pendapatan).


Portfolio Produk KLBF. Source : Annual Report KLBF 2019

 

2. PT Kimia Farma Tbk (KAEF)

Tahukah kamu, kalau KAEF itu adalah perusahaan farmasi pertama dan merupakan ciptaan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1817 ?

Yes, KAEF adalah perusahaan yang lahir dari kebijakan pemerintah untuk menasionalisasi perusahaan- perusahaan asing di Indonesia. Dan juga merupakan perusahaan farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda di tahun 1817. KAEF pada awalnya bernama “N.V. Chemicalien Handle Rathkamp & Co”. Berdasarkan kebijaksanaan nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda, pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan merger sejumlah perusahaan farmasi yaitu N.V. Pharmaceutische Handel Svereneging J. Van Gorkom & Co. (Jakarta); N.V. Chemicalien Handel Rathkamp & Co. (Jakarta), N.V. Bandungsche Kinine Fabriek (Bandung) dan N.V. Jodium Onderneming Watoedakon (Mojokerto) menjadi “Perusahaan Negara Farmasi (PNF) Bhinneka Kimia Farma”. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas. Sehingga nama perusahaan berubah menjadi “PT Kimia Farma (Persero)”. KAEF sendiri resmi melakukan IPO pada 4 Juli 2001.

Segmen usaha KAEF: Manufacture (28% dari total pendapatan), distribusi (27.6% dari total pendapatan), ritel (41.6% dari total pendapatan), dan jasa lainnya (2.8% dari total pendapatan)

Segmen Usaha KAEF. Source: Annual Report KAEF 2019

 

3. PT Indofarma Tbk (INAF)

INAF berdiri pada tahun 1918 yang bermula dari sebuah pabrik skala kecil, di lingkungan Rumah Sakit Pusat Pemerintah Kolonial Belanda. Di mana pada saat itu, hanya memproduksi beberapa jenis salep dan kasa pembalut, dengan nama Pabrik Obat Manggarai. Seiring dengan berjalannya waktu, usaha Perseroan berkembang dengan menambah tablet dan injeksi dalam rangkaian lini produksinya. Pada saat Indonesia dikuasai oleh Pemerintahan Jepang di tahun 1942, kegiatan usaha Indofarma terus berjalan di bawah manajemen Takeda Pharmaceutical. Kemudian setelah Indonesia meraih kemerdekaan, Indofarma diambil alih oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1950 melalui Departemen Kesehatan. INAF sendiri resmi melakukan IPO pada 17 April 2001.

Segmen bisnis INAF: Obat-obatan dan (59% terhadap total pendapatan perusahaan) dan alat kesehatan & produk medis lainnya (41% terhadap total pendapatan perusahaan).

Segmen Bisnis INAF. Source: Annual Report INAF 2019

 

Rencana Distribusi Vaksin Covid-19

1. KLBF

KLBF melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan Genexine, Inc., suatu perusahaan obat biologi dari Korea Selatan untuk mengembangkan vaksin Covid-19 pada Mei 2020 kemarin. KLBF dan Genexine sepakat untuk melakukan uji klinik GX-19 di Indonesia, yakni pengembangan vaksin DNA terhadap virus corona baru oleh konsorsium dengan beberapa institusi di Korea Selatan. KLBF juga mengambil bagian dalam uji klinis terhadap obat herbal biodiversitas Indonesia, sebagai produk imunomodulator herbal dalam penanganan pasien COVID-19, yang dikoordinasikan oleh konsorsium Covid-19 Ristek/BRIN. Dua produk yang akan mengikuti uji klinik ini yaitu produk berbahan dasar cordyceps militaris dan kombinasi ekstrak yang terbuat dari ekstrak jahe merah, meniran, sambiloto dan sembung.

Terkait harga jual, KLBF mengatakan bahwa target harga memang sangat bervariasi. KLBF sendiri berharap harganya tidak melewati US$10 (atau Rp150.000 dengan asumsi US$1=Rp15.000) per dosis, tapi semua masih bisa berubah. Perlu Anda ketahui juga bahwa komponen bahan baku impor mendominasi hampir 70% dari cost of goods sold (beban pokok pendapatan) pembuatan vaksin.

KLBF sekarang sedang menjalani uji coba fase satu vaksin Covid-19, dan diharapkan bisa dirampungkan pada Oktober tahun ini. KLBF juga bekerjasama dengan konsorsium nasional termasuk Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk menyusun protokol uji klinis yang benar dengan durasi 1 sampai 2 bulan.

Adapun, uji klinis fase kedua kemungkinan akan memakan waktu 6 bulan. Sehingga, jika semua proses berjalan sesuai dengan rencana, vaksin sudah dapat didistribusikan pada pertengahan tahun 2021.  CEO KLBF mengatakan bahwa KLBF memiliki kapasitas finish product yang cukup memadai,yakni berkisar 50 hingga 60 juta unit dosis per tahun. Namun di sisi lain, KLBF menghadapi tantangan berupa pemenuhan bahan baku karena semua negara kini sedang berebut ingin mendatangkannya ke negara mereka.

Jadi, dengan asumsi dalam satu tahun KLBF dapat menjual 50 juta – 60 juta vaksin Covid-19. Maka potensi penerimaan pendapatan perusahaan adalah sebesar Rp 150.000 x 50 juta = sekitar Rp 7.5 triliun. Perlu diingat, bahwa penerimaan ini masih penjualan kotor, bukan berupa laba / keuntungan yang diperoleh perusahaan.

 

2. KAEF dan INAF

KAEF sebagai salah satu Industri Farmasi BUMN di Indonesia, KAEF senantiasa mengikuti perkembangan teknologi untuk meningkatkan kesehatan di Indonesia. Antara lain kerja sama dengan RSCM–FKUI dalam Pengembangan produk Sel Punca dan metabolitnya. Perlu Anda ketahui, penelitian sudah memasuki Uji Klinis Fase III dan diharapkan dapat selesai pada kuartal III 2020. Terlebih lagi, uji klinis ini telah mendapat registrasi NCT 04457609 dari clinicaltrial.gov, dan mendapatkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinis dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Selain untuk Covid-19, beberapa kasus yang dapat diterapi sel punca mesenkimal, antara lain pengapuran sendi lutut dan tulang belakang, patah tulang gagal sambung, defek tulang Panjang dan tulang belakang, cedera syaraf tulang belakang, degenerasi diskus intervertebralis, stroke tipe infark, luka bakar, penurunan visus akibat glaucoma, diabetes mellitus,  mengatasi kerutan, kebotakan dan sebagainya.

Struktur Bisnis Kimia Farma. Source: Annual Report KAEF 2019

INAF telah menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan Group42 (G42) – perusahaan artificial intelligence. Dan juga cloud computing berbasis di Abu Dhabi – untuk mengimpor alat tes cepat Covid-19 pada akhir Agustus 2020 lalu. Alat tes cepat Covid-19 ini disebutkan lebih canggih, karena telah berbasis teknologi articial intelligence (AI) – dan “laser screening test” untuk Covid-19 ini juga telah memperoleh Emergency Use Authorization di Uni Emirat Arab dan telah digunakan untuk setiap warga yang ingin masuk ke Abu Dhabi. Dengan dilaksanakannya perjanjian kerja sama (PKS) ini, maka INAF dapat mendistribusikan alat ini ke Indonesia. Ini menjadi salah satu katalis unggulan bagi INAF dibandingkan kompetitor lainnya.

Perlu Anda ketahui, INAF dan KAEF berada dalam 1 holding group yang sama: Bio Farma. Nah, yang menarik adalah sekarang Bio Farma telah melakukan kerja sama dengan penyedia vaksin Covid-19, di mana untuk distribusi vaksinnya nanti akan dari INAF dan KAEF. Selain itu, Bio Farma sedang bekerjasama dengan Sinovac Biotech Ltd, untuk pengembangan vaksin Covid-19 di mana rencananya proses uji klinis bisa rampung pada Januari 2021 mendatang.

Hal yang menariknya, adalah proses distribusi akan dilakukan INAF bersama anak usaha Bio Farma lainnya, PT Kimia Farma Tbk. (KAEF). Selama ini, pembagian distribusi oleh keduanya dilakukan dengan besaran porsi 50:50. Bio Farma menjadi induk INAF dan KAEF dalam Holding BUMN Farmasi. Target pendapatan yang dibidik adalah senilai Rp16.8 triliun pada 2020. Bahkan, per Juli 2020 kemarin, Bio Farma tersebut telah menyiapkan sarana produksi dan pengiriman sebanyak 100 juta dosis per tahun. Dan ke depannya akan terus ekspansi untuk dapat produksi sebanyak 250 juta dosis per tahun. Namun untuk tahap pertama sesuai dengan penyelesaian uji klinis Januari 2021

 

Kesimpulan

Covid-19 menyebabkan dinamisme yang terjadi di tahun 2020. Ekonomi, bisnis – dan terutama sektor kesehatan. Ada tiga emiten yang tercatat di BEI yang berkemungkinan mencatatkan peningkatan kinerja di saat seperti ini: KLBF, KAEF, dan INAF di mana ketiga emiten ini bergerak di sektor farmasi dan dapat menjadi penyalur distribusi vaksin Covid-19.

KLBF melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan Genexine, Inc., suatu perusahaan obat biologi dari Korea Selatan untuk mengembangkan vaksin Covid-19 pada Mei 2020 kemarin. KLBF dan Genexine sepakat untuk melakukan uji klinik GX-19 di Indonesia. KLBF menargetkan harga vaksin tidak melewati US$10 (atau Rp150.000 dengan asumsi US$1=Rp15.000) per dosis, tetapi masih tentative. Dengan asumsi dalam satu tahun KLBF dapat menjual 50 juta – 60 juta vaksin Covid-19, maka potensi penerimaan pendapatan perusahaan adalah sebesar Rp 150.000 x 50 juta = sekitar Rp 7.5 triliun. Perlu diingatkan bahwa penerimaan ini masih penjualan kotor, bukan berupa laba / keuntungan yang diperoleh perusahaan.

Untuk INAF dan KAEF yang merupakan bagian dari holdings Bio Farma. Di mana Bio Farma sendirii  telah melakukan kerja sama dengan Sinovac terkait dengan produksi dan distribusi vaksin Covid-19. Pembagian distribusi oleh keduanya pun dilakukan dengan besaran porsi 50:50 dan menargetkan pendapatan senilai Rp16.8 triliun pada 2020.

Nah, menurut Anda, apakah saham emiten farmasi ini masih layak untuk dikoleksi ?

 

###

 

DISCLAIMER ON:
Tulisan ini bukan rekomendasi jual dan beli. Semua data dan pendapat pada artikel adalah bersifat informasi yang mengedukasi pembaca, berdasarkan sudut pandang penulis pribadi. Risiko investasi berada pada tanggung jawab masing-masing investor. Do Your Own Research!

 

Temukan Artikel Analisa dan Edukasi Saham lainnya di Google News.

1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

reCaptcha v3
keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *