Terakhir diperbarui Pada 5 September 2023 at 6:02 pm
Kuartal II-2023, BEI kedatangan emiten produsen makanan ringan yang menggunakan komposisi bahan dasar akar tropis, PT Maxindo Karya Anugerah Tbk (MAXI). Kedatangannya sebagai emiten baru dalam pasar saham, sempat dihebohkan dengan harga saham yang dibuka tembus Auto Reject Bawah (ARB) yang membuatnya bergerak di kisaran Rp65 – Rp67 per lembar saham. Pertanyaannya, bagaimana sepak terjang dan apa yang jadi target MAXI?
Daftar Isi
Profil dan Sepak Terjang MAXI
PT Maxindo Karya Anugerah Tbk atau yang familiar disebut MAXINDO ini, hadir untuk pertama kalinya pada tahun 1977 yang bermula dari bisnis rumahan di daerah Bogor – Jawa Barat dengan memproduksi kerupuk singkong mentah. Selang 25 tahun kemudian, akhirnya di Juli 2002 resmi berdiri sebagai perusahaan yang memproduksi makanan ringan yang menggunakan bahan-bahan dasar akar tropis atau umbi-umbian yang antara lain: singkong, talas, ubi merah, ubi ungu dan ubi oranye.
Sejalan dengan perkembangan teknologi dan semakin meningkatnya permintaan pasar, akhirnya di tahun 2006 perusahaan melakukan inovasi dengan menciptakan lini produksi keripik jajanan goreng.
Dan sepanjang kiprahnya, MAXI setidaknya memiliki dua jenis produk, yakni produk keripik siap makan dan produk keripik mentah (siap masak).
Seluruh produk makanan ringan milik MAXI diklaim sebagai kerupuk dan/atau keripik goreng yang berkualitas tinggi. Pemasarannya bahkan sudah tembus di lebih 27 negara, beberapa lainnya seperti Singapura, Korea, China dan negara lainnya. Adapun untuk persentase pemasaran mencapai 80% produk didominasi oleh Belanda, Australia, dan Amerika Serikat.
Posisinya sebagai eksportir kerupuk dan/atau keripik, berhasil mengantarkan MAXI memperoleh Sertifikasi Rainforest Alliance karena menggunakan bahan baku singkong. Sertifikasi ini kian menguatkan posisi MAXI sebagai produsen makanan ringan yang berbahan dasar umbi-umbian. Sekaligus jadi faktor yang memengaruhi minat konsumen di luar negeri.
Tidak jarang MAXI ikut berbagai acara World Food Expo sebagai bagian strategi pemasaran produk. Beberapa Expo yang diikuti MAXI antara lain Yumex Etalase di Dubai – UEA hingga Foodex di Jepang, di mana MAXI menghadirkan seluruh produknya di etalase yang sudah disediakan untuk menyasar lebih banyak pelanggan di luar negeri.
IPO MAXI
Untuk Perluas Pasar:
12 Juni 2023, MAXI resmi IPO senilai 1 miliar saham atau sebanyak-banyak sebesar 10.41% dari modal ditempatkan dan disetor setelah IPO, dengan harga penawaran umum Rp100 per lembar saham. Adapun nilai nominal saham MAXI Rp10 per saham. Sehingga MAXI meraup dana segar hasil IPO senilai Rp110 miliar.
Bukan hanya IPO, MAXI bahkan menerbitkan 1 miliar Waran Seri I yang menyertai saham dalam IPO sebanyak 10.92% dari total jumlah saham yang ditempatkan dan disetor penuh.
Seluruh dana yang diraih baik itu hasil IPO dan Waran Seri I akan dialokasikan untuk kebutuhan modal kerja:
Source: Prospektus MAXI
Bukan hanya modal kerja, MAXI juga akan terus menggenjot perluasan pasar, terutama ekspor. Bahkan belum lama ini, MAXI baru mendapatkan permintaan ekspor dari Jepang, Yordania dan Arab Saudi.
Permintaan ini membuka peluang pasar MAXI untuk tembus pasar Timur Tengah yang tidak memiliki sumber umbi-umbian tropis, didukung dengan ketertarikan pasar yang besar terhadap makanan ringan kelas premium. Maka optimisme MAXI begitu besar untuk merambah pasar Uni Emirat Arab dan juga Qatar. Terlebih lagi, porsi ekspor MAXI mencapai 99% sampai akhir tahun ini.
Jika melihat pada prospek bisnis MAXI maka sebenarnya bisnis makanan ringan ini masih cukup positif. Terlebih target pasar utama MAXI adalah ekspor ke luar negeri. Bersamaan dengan menggenjot penjualan produk ke pasar domestik.
Akan Bangun Pabrik Baru:
Belum lama, MAXI juga mengungkapkan keinginannya untuk ekspansi pabrik baru di Kendal – Jawa Tengah. Di mana untuk pembangunannya diperkirakan dapat memakan waktu sekitar satu tahun ke depan, dengan target operasional efektif di akhir tahun 2024 mendatang.
Pabrik baru itu diperkirakan akan berdiri di atas lahan seluas 35 ribu m² di Kawasan Industri Kendal (KIK). Adapun untuk sekarang ini sudah dalam proses land improvement dan akan dilanjutkan dengan proses pembangunan konstruksi.
MAXI mengklaim penambahan pabrik baru ini sangat diperlukan untuk menambah kapasitas produksi yang sudah ada, terutama untuk menggenjot pasar domestik secara lebih masif lagi. Sekaligus untuk mendorong diversifikasi pengembangan produk-produk baru dengan berbagai varian, MAXI menargetkan ada sekitar 5 – 6 produk baru
Kinerja Keuangan MAXI Kuartal II-2023
Untuk melihat bagaimana kinerja MAXI, maka langsung saja masuk pembahasan kinerjanya…
Secara pendapatan MAXI mengalami penurunan sekitar -15.39% YoY dari sebelumnya Rp55.087 miliar di kuartal II-2022, turun menjadi Rp46.606 miliar di kuartal II-2023. Berikut ini adalah rincian pos pendapatan MAXI kuartal II-2023:
Pos Penjualan MAXI. Source: Laporan Keuangan kuartal II-2023
Jika dilihat turunnya penjualan MAXI secara umum terjadi dikarenakan oleh penurunan demand yang terjadi selama kuartal II-2023. Bahkan dalam pendapatan kuartal II-2023 ini tidak tercatat adanya potongan penjualan yang dilakukan MAXI.
Meski terjadi penurunan pendapatan, tetapi dari sisi gross profit juga mengalami peningkatan sekitar 17.22% YoY, dari sebelumnya Rp13.255 miliar di kuartal II–2022, naik menjadi Rp15.538 miliar kuartal II-2023. Peningkatan gross profit disebabkan oleh penghematan MAXI dalam melakukan pembelian bahan baku, ditambah tidak adanya biaya pengiriman sepanjang kuartal II-2023.
Hal ini tercermin dalam beban pokok penjualan perusahaan yang mencatatkan pembelian dari semula sebesar Rp21.917 miliar di kuartal II-2022, turun menjadi Rp15.052 miliar per kuartal II-2023 ini. Bahkan dalam pos yang lebih deep, kita juga melihat MAXI tidak mencatatkan adanya biaya pengiriman alias nihil. Padahal di periode yang sama tahun 2022 lalu, MAXI mencatatkan adanya biaya pengiriman mencapai Rp2.297 miliar.
Pos Beban Pokok Penjualan MAXI. Source: Laporan Keuangan Kuartal II-2023
Dari bertumbuhnya gross profit MAXI, mengindikasikan bahwa perusahaan tengah menjalankan efisiensi biaya. Bahkan efisiensi tidak hanya terjadi pada gross profit saja, melainkan juga terjadi pada operating expenses MAXI. Tercatat pada kuartal II-2023 ini MAXI berhasil menurunkan opex sebesar -9.30% YoY, dari sebelumnya sebesar Rp11.7 miliar di kuartal II-2022, jadi lebih rendah di Rp10.626 miliar.
Pos Beban Usaha. Source: Laporan Keuangan Kuartal II-2023
Keberhasilan MAXI menurunkan biaya COGS dan OPEX pada akhirnya mampu mendukung tingkat pertumbuhan laba bersih perusahaan. MAXI berhasil mencatatkan tingkat pertumbuhan laba periode berjalan yang tumbuh positif sebesar Rp2.538 miliar per kuartal II-2023. Sedangkan di periode yang sama tahun 2022, MAXI justru mencatatkan rugi periode sekitar Rp81.8 juta di kuartal II-2022.
Pos Laba Rugi. Source: Laporan Keuangan Kuartal II-2023
Sekilas kinerja operasional MAXI sepanjang kuartal II, memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan kinerja keuangan perusahaan.
Namun, cukup disayangkan karena MAXI masih tergolong sebagai emiten pendatang baru di BEI. Maka kita belum bisa melihat jelas kestabilan kinerja keuangannya, baik itu secara pendapatan dan juga labar bersih yang dihasilkan.
Untuk itu, kita masih perlu memantau kembali kinerja keuangan MAXI dalam beberapa kuartal ke depan. Sebelum akhirnya memutuskan MAXI sebagai saham pilihan investasi dalam portfolio.
Perbandingan Kinerja MAXI Sebelum IPO
Kalaupun dibandingkan dengan kinerja MAXI di tahun-tahun sebelum IPO adalah berikut…
Kinerja MAXI sebelum IPO. Source: Laporan Keuangan Kuartal II-2023
Terlihat bahwa kinerja pendapatan MAXI masih belum stabil, bahkan jika dibandingkan secara full year pendapatan tahun 2022 harus turun sekitar -29.12% YoY dari sebelumnya Rp105.85 miliar, di tahun 2021 menjadi Rp149.34 miliar.
Jelas hal ini menjadi ‘pekerjaan rumah’ bagi MAXI meningkatkan penjualannya, tidak hanya untuk mengejar penjualan ekspor. Tetapi juga untuk penjualan di domestik.
Kesimpulan
Singkat kata, bercermin dari hasil capaian penjualan sampai kuartal II-2023, mengindikasikan bahwa MAXI harus menggenjot kembali penjualannya yang tercatat menurun dari Rp55.087 miliar di kuartal II-2022, menjadi Rp46.606 miliar di kuartal II-2023. Penurunan penjualan secara umum terjadi karena penurunan demand selama kuartal II-2023.
Bukan hanya pendapatan yang turun, MAXI rupanya tengah menerapkan efisiensi pada operasionalnya. Terlihat dari meningkatnya gross profit dari Rp13.255 miliar di kuartal II–2022, naik menjadi Rp15.538 miliar kuartal II-2023. Sebagai imbas dari efisiensi biaya MAXI dalam pembelian bahan baku dan tidak adanya biaya pengiriman atau ongkos yang dikeluarkan MAXI untuk.
Akibatnya, MPMX berhasil mencatatkan kenaikan laba periode berjalan, dari sebelumnya Rp13.255 miliar di kuartal II–2022, naik menjadi Rp15.538 miliar kuartal II-2023.
Namun kembali lagi pada penjualan MAXI yang masih tercatat negatif pasca IPO. Tidak heran kalau MAXI membutuhkan dukungan modal usaha untuk melangsungkan bisnis makanan ringan.
Berkaitan dengan raihan dana IPO sebesar Rp100 miliar di Juni 2023 lalu, MAXI pun menetapkan sejumlah strategi bisnis yang diyakini dapat mencapai target penjualan optimal, antara lain:
Pertama, diversifikasi produk makanan ringan, di mana MAXI akan menyasar segmen medium-high dan pasar lokal. Hal ini memungkinkan MAXI untuk menggenjot pemasaran dan penjualan produk di pasar domestik melalui pengembangan ragam produk baru dengan varian rasa baru, yang tentu diterima oleh konsumen.
Kedua, rambah pasar Timur Tengah, seperti yang disebutkan di atas bahwa MAXI telah menerima permintaan produk makanan ringan dari Yordania dan Arab Saudi. Permintaan tersebut membuka peluang ekspor MAXI ke sejumlah negara di wilayah Timur Tengah, seperti halnya pasar Uni Emirat Arab dan Qatar yang dalam beberapa waktu ke depan akan dijajaki.
Nah gimana dengan prospeknya?
Penulis sendiri menilai prospek industri makanan ringan masih akan terbuka luas. Apalagi Indonesia tergabung dalam Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), yang didalamnya ada China, Australia, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, hingga India. Kondisi tersebut berpotensi meningkatkan permintaan industri makanan dari Indonesia untuk meramaikan pasar RCEP.
Prospek kedua, juga didukung oleh penerapan industri 4.0 oleh industri makanan dan minuman yang dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan industri makanan dan minuman Indonesia. Sekaligus mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain.
So, apakah layak beli? Jawabannya, tunggu dulu ya sampai kinerja keuangan di kuartal berikutnya. Jangan mudah tergiur dengan capaian kinerja singkatnya dari perusahaan-perusahaan yang baru IPO.***
DISCLAIMER : Tulisan ini bukan bersifat rekomendasi beli atau jual. Tulisan ini bersifat untuk edukasi berdasarkan sudut pandang penulis pribadi. Do Your Own Research sebelum memutuskan untuk membeli atau menjual saham.