Price vs Value dalam Berinvestasi Saham

Sebagai seorang investor, salah satu hal yang cukup mendasar namun sangat penting untuk dipahami adalah pemahaman mengenai konsep Price dan Value. Konsep yang sederhana namun powerful ini lah yang sepatutnya di ingat oleh investor, setiap kali hendak membuat keputusan beli dan jual dalam berinvestasi saham. Lantas, apa itu Price dan apa itu Value ? Dan apa kaitannya dalam hal berinvestasi di saham ?

 

Apa perbedaan Price dan Value ?

Pemaparan mengenai Price VS Value telah dijelaskan dengan sangat baik oleh Warren Buffett dalam Annual Letter kepada Shareholders di tahun 2008. Dalam Annual Letter tersebut, Warren Buffett menyebutkan bahwa :

“Price is What You Pay, Value is What You Get” – Warren Buffett

 

Dalam bahasa Indonesia, pemahamannya kurang lebih berbunyi Price adalah apa yang Anda bayarkan, Value adalah apa yang Anda dapatkan”. Untuk memahami ungkapan tersebut, coba perhatikan contoh berikut ini.

Katakanlah Anda sedang membangun sebuah rumah, dan Anda sedang mencari batu bata dari sebuah toko yang ada di dekat rumah. Anda mendapatkan penawaran Rp 1000 dari toko tersebut untuk per batu bata yang akan Anda beli. Karena di hari tersebut Anda sedang tidak membawa uang cash, maka Anda memutuskan untuk kembali esok hari. Keesokan harinya, Anda datang ke toko yang sama namun kali ini Anda mendapatkan penawaran Rp 1500 untuk per batu bata yang akan Anda beli. Pertanyaannya, apakah kualitas dari batu bata tersebut berubah ? Kemungkinan besar jawabannya adalah tidak. Jadi, jika Anda kemudian memutuskan untuk membeli batu bata tersebut, maka artinya Anda membayar harga (price) yang lebih mahal untuk sebuah kualitas (value) batu bata yang sama.

 

 

Jika Anda membayar batu bata dengan harga lebih mahal, apakah kualitasnya berubah ?

Dari contoh sederhana tersebut, kita dapat memahami bahwa ketika harga (Price) meningkat, maka tidak selalu kualitas (Value) ikut meningkat. Seringkali kita keliru memahami dan menganggap bahwa price sama dengan value. Pada tingkatan yang lebih tinggi kita juga seringkali menganggap bahwa semakin mahal harga sebuah barang dan jasa, maka kualitas nya juga semakin baik. Dalam istilah marketing hal tersebut dikenal dengan istilah price perceived value, dan seringkali teknik tersebut digunakan oleh para professional marketer. Mau tahu contohnya? Oke sekarang coba Anda perhatikan gambar berikut ini. Anda pasti tahu produk apakah di bawah ini..

            

Yup ! Gambar tersebut adalah parfum. Bukan sembarang parfum, parfum tersebut adalah keluaran Elie Saab, perancang busana terkenal di dunia. Dengan teknik marketing yang sophisticated, dengan menampilkan model dan perpaduan desain yang terkesan mewah (plus biasanya packaging nya pun juga tidak kalah mewah), jadilah parfum tersebut dibanderol dengan harga Rp 1.000.000.

Advertising Parfum Elie Saab membuat kesan mewah

 

Pertanyaannya, apakah harga (price) yang Anda keluarkan untuk membeli Parfum tersebut (Rp 1.000.000), sebanding dengan value yang didapat? I’m not a perfume expert, namun kita percaya bahwa cost yang dikeluarkan untuk membuat parfum tersebut mungkin tidak sampai Rp 100.000 (CMIIW). Jadi, dilihat dari sudut pandang value investor maka harga tersebut terbilang overpriced.

Ilustrasi Value dan Price

 

Price VS Value dalam Investasi Saham

Lalu, apa hubungannya antara pemahaman price dan value ini dengan berinvestasi di pasar saham?

Sama seperti beberapa contoh di atas, kebanyakan investor seringkali menganggap bahwa ketika harga saham naik dan dihargai lebih mahal ketimbang sebelumnya, maka saham tersebut dianggap memiliki kinerja lebih bagus. Sebaliknya, ketika harga saham turun dan dihargai lebih murah ketimbang sebelumnya, maka saham tersebut dianggap memiliki kinerja tidak bagus. Tidak heran, banyak investor retail yang lebih suka mengejar saham-saham yang menunjukkan pola uptrend, bahkan mengejar saham yang naiknya cepat (baca : terbang) karena menganggap kinerja perusahaannya bagus. Dengan kata lain, kebanyakan investor menganggap bahwa harga saham telah secara efisien menggambarkan kinerja perusahaan secara keseluruhan (Efficient Market Hypothesis). Padahal Warren Buffett pernah mengatakan :

“I’d be a bum on the street with a tin cup if the markets were always efficient”  -Warren Buffett

Warren Buffett (dan rata-rata value investor lainnya) percaya bahwa pasar saham tidaklah efisien. Bahkan, seringkali investor berlaku secara irasional, karena mengambil keputusan berdasarkan fear dan greed nya. Hal ini lah yang membuat harga saham bisa naik sampai ke harga yang tidak masuk akal, dan bisa juga sebaliknya membuat harga saham bisa turun sampai ke harga yang tidak masuk akal.

 

 

Ikuti Stock Market Mastery (Februari – Maret 2021) dapat dilihat di sini.

 

 

Beberapa Kesalahan yang Dilakukan Investor Menilai Harga Saham

Berikut ini adalah beberapa kesalahan yang sering dilakukan oleh investor dalam menilai harga sebuah saham :

  1. Menjadikan nominal harga saham sebagai patokan

Kesalahan yang paling umum terjadi adalah seorang investor berpatokan pada nominal harga saham yang ditawarkan oleh Mr Market saat ini. Misal, harga saham A Rp 1000 per lembar saham, dan harga saham B Rp 700 per lembar saham. Banyak investor berpikir bahwa saham B lebih murah, karena nominal harga sahamnya yang lebih murah.

 

  1. Membandingkan harga saham saat ini dengan periode sebelumnya

Kesalahan kedua yang sering dilakukan investor adalah membandingkan harga saham saat ini dengan periode sebelumnya (minggu lalu, bulan lalu, atau tahun lalu). Misalkan harga sebuah saham turun dari harga Rp 2000 di tahun lalu, menjadi saat ini diperdagangkan di harga Rp 1000. Seringkali seorang investor menganggap ketika harga sahamnya turun cukup jauh dibandingkan periode sebelumnya, maka harga sahamnya dianggap sudah murah.

 

Market Tidak Efisien = Opportunity !

Seperti disampaikan pada bagian sebelumnya, Warren Buffett dan rata-rata Value Investor memahami bahwa pasar saham tidak bergerak secara efisien, dan pasar saham lebih banyak dikendalikan oleh Fear dan Greed dari orang-orang yang berada di dalamnya. Oleh karena itulah, akan selalu ada saham-saham yang menjadi salah harga. Menemukan saham-saham yang sedang salah harga ini lah yang kemudian menjadi opportunity bagi para Value Investor.

Untuk menilai apakah sebuah harga saham disebut mahal atau murah, sebuah harga saham tidak dapat dibandingkan dengan melihat nominal harga sahamnya. Dalam kesalahan pertama di atas, harga saham A (Rp 1000) justru bisa menjadi lebih murah dibandingkan saham B (Rp 700) apabila nilai intrinsic saham A ternyata adalah Rp 1500, dan nilai intrinsic saham B ternyata Rp 500. Dalam kasus seperti ini, harga saham A justru dapat dikatakan lebih murah (undervalued) ketimbang saham B.

Demikian pula dalam kesalahan yang kedua di atas, meskipun benar secara nominal harga sahamnya lebih murah, kita perlu cek terlebih dahulu apakah harga sahamnya kemudian menjadi undervalue di harga Rp 1000? Bisa jadi perusahaan mencatat penurunan laba, atau fundamental perusahaan berubah karena regulasi pemerintah, ataupun hal lainnya yang membuat harga Rp 1000 tadi pun sebenarnya belum layak disebut undervalue. Namun, jika ternyata perusahaan tersebut kinerjanya tetap baik dan harga sahamnya turun hanya karena sentimen negatif sesaat, maka bisa jadi penurunan harga saham tersebut merupakan opportunity, karena setelah dilakukan valuasi harga sahamnya saat ini berada di bawah nilai intrinsik nya (undervalue).

 

Kesimpulan

Sekarang Anda telah memahami bahwa price tidak sama dengan value. Price adalah apa yang kita bayarkan dan Value adalah apa yang kita dapat. Sebagai investor saham yang bijak, maka kita harus mengetahui cara untuk menilai harga wajar (nilai intrinsic) sebuah saham. Sehingga kita dapat mengetahui apakah harga yang kita bayarkan untuk sebuah lembar saham (price) sebanding atau berada di bawah dari nilai (value) yang kita dapatkan. Semoga dengan memahami konsep price dan value ini, kita tidak terjebak untuk membeli harga saham yang lebih tinggi dibandingkan nilainya (overvalued).

 

 

E-Book Quarter Outlook Q4 2020 telah terbit, dengan E-Book Quarter Outlook ini Anda bisa mengetahui saham apa saja yang memiliki fundamental bagus dan harganya masih terdisko (undervalued). Yuk, dapatkan segera di E-Book Quarter Outlookhttps://member.rivankurniawan.com/ebook-quarter-outlook

###

 

Info:

 

Tags : Price VS Value | Price VS Value | Price VS Value | Price VS Value | Price VS Value | Price VS Value | Price VS Value | Price VS Value | Price VS Value | Price VS Value | Price VS Value | Price VS Value | Price VS Value 

1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

reCaptcha v3
keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *