November 2020 ini, menjadi momentum yang sangat menentukan keberlanjutan negara yang dijuluki “Uncle Sam” tersebut. Bagaimana tidak, sejumlah negara bagian di Amerika Serikat saat ini tengah menyelenggarakan Pemilihan Umum, menjelang pergantian Presiden AS Donald Trump melalui Electoral Vote. Hasil voting tersebut, nantinya akan sangat menentukan apakah Donald Trump atau justru Joe Biden yang menangkap mayoritas Electoral College. Kira-kira bagaimana prediksinya, jika kemudian Joe Biden yang terpilih memimpin Amerika Serikat ?
Daftar Isi
Pelaksanaan Debat Capres
Joe Biden, nama yang digadang-gadang akan berhasil mengambil alih kekuasaan Trump atas Amerika Serikat. Joe Biden, merupakan kandidat presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat, dengan daya tarik tersendiri, sejak debat capres dilaksanakan.
Jika flashback secara singkat, berdasarkan info dari situs Debates.org, pada Commission on Presidential Debates (CPD) tahap pertama yang diselenggarakan pada 29 September 2020, di Case Western Reserve University and Cleveland Clinic di Cleveland – Ohio. Debat capres perdana itu mengusung beberapa topik, antara lain mengenai rekam jejak Biden dan Trump; Mahkamah Agung juga menjadi salah satu isu panas, pasca meninggalnya Hakim Agung Ruth Bader Ginsburg; Selanjutnya, masalah pandemi Covid-19, di mana Joe Biden menyerang Trump atas meninggalnya ±200 ribu warga AS. Bahkan, pandemi ini memukul ekonomi AS; Tak ketinggalan, masalah ras dan kekerasan yang tengah mencuat di AS setelah kematian George Floyd pada Juni 2020; Terkait isu integritas pemilu, Presiden AS Trump beberapa kali mengungkapkan kecurigaannya terhadap potensi kecurangan dalam pemilu, lantaran pencoblosan lewat surat. Bahkan buruknya, Trump belum mau berkomitmen untuk menerima hasil pemilu AS 2020.
Source : kompas.id – debat-perdana-trump-biden
Sayangnya, debat capres kedua yang mulanya dijadwalkan pada 15 Oktober 2020 harus dibatalkan, lantaran alasan kesehatan Trump yang kala itu terpapar virus Covid-19. Imbasnya, debat capres selanjutnya pun dilaksanakan kurang dari dua pekan menjelang pemilu AS pada 3 November 2020 atau tepatnya pada 22 Oktober 2020 di Nashville, Tennessee – AS. Debat tersebut, sekaligus menjadi debat capres terakhir bagi Trump dan Joe Biden, dengan mengusung beberapa topik tema tentang penanganan pandemi Covid-19; keamanan nasional, pemilihan umum dan China; keluarga Amerika, kemiskinan dan bantuan negara; imigrasi; ras di Amerika; dan perubahan iklim.
Debat Capres Terakhir. Source : www.lokadata.id – debat final capres AS
Seperti yang kita tahu, debat menjadi ciri khas setiap kali menjelang pemilihan presiden Amerika Serikat. Di AS sendiri, perjalanan debat kandidat bermula dari pemilihan senat yang terjadi antara Abraham Lincoln dan Stephen Douglas pada tahun 1858. Termasuk dengan pemilihan presiden AS yang ke 59 ini, yang mempertemukan kubu petahana Trump dengan kubu oposisi Joe Biden. Tak hanya itu, dalam pelaksanaannya, pemilu AS ini menggunakan sistem electoral college di mana setiap negara bagian memiliki jumlah suara electoral yang berbeda-beda. Sehingga kandidat yang memenangi suara publik di negara bagian tersebut, akan mendapatkan seluruh electoral college atau dikenal dengan istilah winner – takes – all. Dan hasil dari keduanya, cenderung mengunggulkan Joe Biden, daripada Trump.
Mengacu pada perolehan electoral votes untuk masing-masing kandidat Presiden AS ini, cukup dinanti-nantikan. Joe Biden sendiri hingga per artikel ini ditulis, telah meraih electoral votes yang jauh lebih tinggi dari Trump…
Source : www.google.com – Pemilu AS
Meski begitu, kubu petahana Trump yang diusung Partai Republik masih terus berambisi melanjutkan kekuasaannya, bahkan Trump berencana membawa pemilu ini ke Mahkamah Agung AS, lantaran ia ingin menggunakan hukum sebagaimana mestinya. Berbeda halnya dengan Joe Biden, yang berupaya mengakhiri pemerintahan Trump yang dianggap membahayakan AS dengan beberapa kebijakan kontroversialnya selama ini.
Source : www.kompas.com – Trump Klaim Menang Pilpres AS
Joe Biden dan Kebijakannya
Nah, pertanyaan sekarang, dengan unggulnya Joe Biden, peluang Joe Biden memenangkan kursi presiden AS semakin besar. Lantas, apa saja sih bentuk katalis positif jika Joe Biden memimpin AS ?
Calon presiden AS bernama lengkap, Joseph Robinette ‘Joe’ Biden, Jr yang lahir pada 20 November 1942, telah menduduki beberapa posisi penting di AS. Joe Biden merupakan mantan Wakil Presiden AS Barack Obama, dengan masa jabatan dimulai pada 20 Januari 2009 – 20 Januari 2017. Ia juga merupakan politikus dari Partai Demokrat dan Senator senior dari Delaware. Bahkan ia juga berprofesi sebagai pengacara dari Wilmington – Delaware.
Source : id.wikipedia.org
Jika nantinya Joe Biden terpilih sebagai Presiden AS, sudah tentu ia akan mengeluarkan kebijakan yang berbeda, di antaranya :
- Permasalahan pandemi Covid-19, Joe Biden berencana menggelontorkan dana subsidi yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dan pengusaha, sebagai bantuan akibat perlambatan ekonomi selama masa pandemi.
- Meningkatkan jaminan kesehatan, Joe Biden berkomitmen untuk melanjutkan program jaminan kesehatan “Obamacare” dengan menambah opsi asuransi publik; Lalu, membuat program jaminan kesehatan baru bagi kelompok kelas menengah yakni “Medicare” untuk menegosiasikan harga obat; Menerapkan subsidi silang bagi penduduk kelas bawah; Membuat UU yang mengatur harga obat resep dan berupaya menghindari perusahaan farmasi mempermainkan harga.
- Permasalahan sosial, Joe Biden akan berkomitmen menyediakan program KB dan layanan kesehatan untuk masyarakat kurang mampu; Menaikkan potongan pajak bagi kelas atas, untuk bisa mensubsidi jaminan sosial bagi penduduk kelas menengah ke bawah.
- Diplomasi dan keamanan, berencana menutup penjara di teluk Guantanamo; Melawan kelompok ekstremis, dengan serangan udara dan pasukan khusus; Memperkuat kerja sama pertahanan dengan Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Indonesia; Menolak pencaplokan wilayah sengketa di Timur Tengah, dan mendukung solusi dua negara antara Israel dan Palestina; Mempertahankan kedutaan besar AS di Yerussalem. Terlepas dari itu, Joe Biden pun menyatakan kesiapannya untuk memperbaiki hubungan dan bergabung kembali dengan perjanjian internasional lainnya yang sudah ditinggalkan oleh Trump. Termasuk membawa kembali AS menjadi anggota WHO…
[AS Keluar dari WHO, Apa Potensi Dampaknya Jika Benar Terealisasi ?]
- Peraturan Imigrasi, Joe Biden berencana untuk mengakhiri pembatasan imigran yang diterapkan oleh Trump; Tidak lagi memisahkan anak imigran dari orang tuanya; Mendeportasi imigran ilegal, hanya jika terlibat kejahatan atau bahkan mengancam keamanan negara; Menghentikan pembangunan tembok pemisah di perbatasan Meksiko.
- Peraturan senjata api, Joe Biden berencana untuk melarang produksi senjata serbu berkapasitas tinggi untuk warga sipil; Membatasi kepemilikan senjata api; Meningkatkan pemeriksaan latar belakang pemilik senjata api; Berencana menjalankan program pembelian kembali untuk mengeluarkan senjata semacam itu dari jalanan AS.
- Peraturan pajak, Joe Biden akan menaikkan tarif perusahaan menjadi 28%; Menerapkan tarif pajak minimum sebesar 21% terhadap seluruh pendapatan perusahaan AS yang beroperasi di luar negeri, guna mengakhiri praktik kompetisi menurunkan tarif pajak. Sebaliknya, Pajak Penghasilan Pribadi akan dikembalikan ke tingkat atas menjadi 39.6%, guna menaikkan pajak capital gain ke tarif biasa bagi mereka yang berpenghasilan lebih dari $1 juta.
- Perdagangan, Joe Biden berencana untuk meminta sekutu AS, guna menantang China dalam perdagangan; Menegakkan hukum perdagangan yang baru untuk melindungi pekerja, lingkungan, dan standar ketenagakerjaan.
- Energi, Joe Biden berencana untuk mengarahkan bidang energi untuk mengandalkan energi terbarukan; Mendukung hadirnya mobil listrik di AS, guna menghasilkan 100% energi bersih pada tahun 2050; Berencana menutup pengeboran baru di tanah public federal; Mendukung pengesahan Green New Deal atau ‘kerangka kerja penting’ untuk menangani darurat iklim, dalam menciptakan jutaan pekerjaan di masa depan seiring permintaan batu bara, gas dan minyak olahan.
- Teknologi dan Komunikasi, besar kemungkinan pemerintahan Joe Biden akan mengarah pada regulasi yang lebih besar di sektor teknologi, antara lain pada kebijakan persaingan; penegakan UU anti-trust, guna menyelidiki praktik anti persaingan; kebijakan privasi; keamanan siber; dan reformasi bagian 230.
Nah, sudah banyak nih emiten-emiten tercatat di BEI yang merilis Laporan Keuangan Q3-2020 nya. Namun, Anda memiliki keterbatasan waktu untuk melihat hasil kinerja emiten pegangan Anda, kini tak perlu khawatir lagi, karena Anda bisa menggunakan Cheat Sheet Q3-2020 yang telah terbit. Yuk berlangganan !
Apa Hubungannya dengan Pasar Modal Indonesia ?
Terus, kira-kira apa sih hubungannya pemilu AS ini dengan pasar modal Indonesia ke depannya ?
Pemilu yang terjadi di AS dan hasilnya, sudah tentu akan memberikan efek tertentu bagi sejumlah negara mulai dari pertumbuhan ekonomi hingga ke pasar modal. Di mana pelaku pasar sangat menantikan hasil pemilu AS ini, mengingat kedua kandidat memiliki kebijakan yang berbeda, khususnya dalam bidang perekonomian. Terlebih lagi, apapun hasil pemilu AS saat ini, sedikitnya akan dijadikan acuan dalam berinvestasi, belum lagi dampaknya yang juga cukup besar bagi prospek perdagangan Indonesia.
Hal itu bisa tercermin dari masing-masing karakter kandidat, misalnya saja Joe Biden yang dinilai bisa menjadi katalis positif bagi pasar modal Indonesia. Lantaran pengalaman Joe Biden semasa menjabat sebagai Wakil Presiden Barack Obama, mampu membuat hubungan bilateral antara Amerika Serikat dan Indonesia terjalin jauh lebih produktif. Bahkan jika ia terpilih, perang dagang AS dan China berpotensi turun, karena kemungkinan besar Joe Biden akan menggunakan cara yang lebih kompromi dalam menghadapi China. Hal itu, tentu akan memulihkan ekspor Indonesia baik ke AS maupun ke China sebagai pemasok bahan baku.
Sementara Trump yang dikenal cukup ekstrim dalam berbagai hal, dan dengan sikap proteksionismenya, Trump telah melahirkan banyak kebijakan yang merugikan kepentingan Indonesia terutama dalam hal perdagangan. Di mana volume ekspor Indonesia ke Amerika menjadi lebih terbatas. Bahkan jika kita ingat, perang dagang yang mencuat dari tahun 2018, setidaknya sudah menciptakan ketidakstabilan perekonomian global.
[Baca lagi : Perang Dagang AS – China Memasuki Babak Baru, Bagaimana Investor Harus Menyikapinya ?]
Kendati demikian, salah satu satu efek yang paling dominan dari pemilu AS dan peluang dari terpilihnya Joe Biden adalah pergerakan nilai tukar Rupiah yang tidak akan terlalu berfluktuasi. Prediksi Rupiah ini tidak lepas, dari kebijakan-kebijakan Joe Biden yang cenderung konservatif, sehingga akan menjadi sentimen positif bagi nilai tukar Rupiah dan menguntungkan bagi negara emerging market seperti Indonesia.
Namun, jika nantinya ternyata Trump yang kembali lanjut menduduki kursi Presiden AS, bukan tidak mungkin Rupiah akan kembali tersungkur ke kisaran Rp 15.000 an. Terburuknya, kalau sampai Trump kembali menyerang China dengan peraturan anti China, otot Rupiah berpotensi tertekan. Nah, di bawah ini ada artikel kita yang terkait dengan pergerakan Rupiah…
[Baca lagi : Rupiah Menguat ke Rp 14.000-an, Apakah Hanya Bersifat Sementara?]
Kesimpulan
Pemenang pemilu AS ke 59 hingga artikel ini ditulis masih dalam proses penghitungan suara, mengingat masih ada jutaan kertas suara yang masih harus dihitung. Sehingga akan terlalu dini jika kita mempercayai hasil quick count pemilu AS sekarang ini. AS sebagai negara Adidaya, memiliki kekuatan besar untuk mempengaruhi arah kebijakan sebuah negara maupun kawasan. Tak jarang, kebijakannya selalu dijadikan sebagai tolok ukur negara lain. Oleh karenanya, banyak negara lain yang menantikan hasil pemilunya, dan berharap siapapun yang akhirnya menduduki kursi presiden AS bisa memberikan dampak positif terhadap perekonomian, keamanan, hingga politik global.
Dari kedua kandidat Presiden AS, antara Trump vs Joe Biden, hanya Joe Biden lah yang hingga saat ini masih unggul dalam meraih electoral votes melawan Trump. Terlebih lagi, kehadiran Joe Biden juga dinilai mampu memberikan perubahan yang lebih baik bagi AS, berdasarkan kebijakan-kebijakan konservatifnya. Ia dipercaya mampu memperbaiki hubungan bilateral maupun multilateral AS dengan negara-negara mitra lainnya.
Demikian pula, terhadap Indonesia, Joe Biden ini dianggap akan kembali membangkitkan gairah ekspor Indonesia yang selama ini cukup terbatas. Belum lagi dengan nilai tukar Rupiah yang seringkali tertekan selama Trump menjabat, berpotensi cenderung stabil. Keadaan tersebut tentu akan menguntungkan Indonesia sebagai negara emerging market.
Nah, kira-kira selain pandangan di atas, apa ada pandangan lain terkait sosok Joe Biden ? Dan prospek pasar modal Indonesia ?
###
Info:
Tags : Arah Kebijakan Joe Biden | Arah Kebijakan Joe Biden | Arah Kebijakan Joe Biden | Arah Kebijakan Joe Biden | Arah Kebijakan Joe Biden | Arah Kebijakan Joe Biden | Arah Kebijakan Joe Biden | Arah Kebijakan Joe Biden | Arah Kebijakan Joe Biden | Arah Kebijakan Joe Biden | Arah Kebijakan Joe Biden | Arah Kebijakan Joe Biden
hi ka , perkenalkan saya merlyn dari situs HL8 ingin mengajaka anda untuk kerjasama dengan kami dalam bidang affiliasi HL8 dimana setiap bulannya anda bisa mendapatkan keuntungan komisi 40% jangka panjang. apabila anda tertarik silahkan hubungi kami di affiliate@hl8asia.com.
Terima kasih
Merlyn