Mengawali tahun 2020 ini polemik lahan bekas tambang kembali mencuat ke permukaan publik. Padahal untuk mengatasi polemik ini, peraturan mengenai lahan bekas tambang ini sudah memiliki regulasi pasca tambang. Sayangnya hingga kini penanganan lahan bekas tambang masih banyak yang meninggalkan lubang-lubang bekas galian, dan menimbulkan dampak negatif. Kondisi tersebut mendorong adanya tuntutan warga sekitar lahan bekas tambang, untuk pemerintah memberikan pengenaan sanksi tegas terhadap perusahaan-perusahaan tambang. Jika demikian, bagaimana langkah emiten pertambangan mengatasi polemik bekas lahan tambang ?
Daftar Isi
Tuntutan Reklamasi Lahan Bekas Tambang
Reklamasi ini merupakan peraturan wajib yang dilakukan oleh setiap usaha pertambangan. Bahkan reklamasi itu, diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral, dan Batubara. Peraturan tersebut mewajibkan pelaksanaan reklamasi dan pasca tambang bagi seluruh kegiatan tambang.
Sebelumnya, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 mengatur tentang Ketentuan Pokok Pertambangan. Kemudian mengatur mengenai penggolongan bahan galian, bentuk perusahaan tambang, usaha pertambangan, kuasa pertambangan, dan pungutan kegiatan tambang. Dan baru di tahun 2009, kegiatan pascatambang termasuk reklamasi, dicantumkan dalam regulasi yang ada. Aturan tersebut menjelaskan reklamasi sebagai suatu kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan, serta ekosistem supaya bisa berfungsi sesuai peruntukkannya. Sedangkan pasca tambang adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah kegiatan usaha pertambangan.
Bekas lubang tambang batubara yang tidak direklamasi di Desa Makroman, Samarinda – Kalimantan Timur. Dan sudah menghancurkan persawahan dan perikanan yang dimiliki petani. Source : Kompas.id
Berkaitan dengan wewenang, tentu sudah menjadi wewenang pemerintah untuk membina dan mengawasi jalannya reklamasi lahan pasca tambang. Kewenangan itu diatur dalam Pasal 6 Ayat 1 Huruf r Undang-Undang Minerba, dilakukan mulai dari hulu di mana saat perusahaan tambang mengurus izin tambang.
Nah terkait itu, kita pun patut mengetahui prosedur dalam izin usaha pertambangan operasi produksi. Diantaranya wajib memuat ketentuan tentang lingkungan hidup, termasuk juga reklamasi dan pasca tambang, Serta dana jaminan reklamasi dan pasca tambang. Kewajiban tersebut berada dalam tahapan perencanaan. Jadi setiap pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan rencana reklamasi dan rencana pasca tambang, saat mengajukan permohonan IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi.
Adapun berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), luas lahan bekas tambang yang sudah direklamasi di tahun 2019 kemarin mencapai 6.748 hektar. Sayangnya luasan reklamasi itu masih lebih rendah, dibandingkan dengan reklamasi lahan bekas tambang di tahun 2018 yang sebesar 6.950 hektar. Sementara di tahun 2020 ini, pemerintah menargetkan reklamasi bisa diwujudkan hingga mencapai 7.000 hektar.
Dampak dan Tujuan Reklamasi Lahan Bekas Tambang
- Dampak Reklamasi
Reklamasi ini juga menjadi hal penting untuk diperhatikan, lantaran lahan bekas tambang ini menjadi salah satu permasalahan lama di Indonesia. Mengingat dampaknya sangat fatal, hingga menyebabkan kematian. Berikut ini contoh kasus yang pernah terjadi :
- Lahan bekas tambang batubara di Desa Kerta Bhuana, Kabupaten Kutai Kartanegara – Kalimantan Timur di tahun 2008. Menelan korban tiga orang siswa SMP yang tercebur ke bagian yang dalam, akhirnya meninggal dunia.
Desa Kertabuana mengalami kesulitan air bersih, gagal panen, dan kesulitan tanam. Source : www.mongabay.co.id
- Lahan bekas tambang sedalam 8 meter di wilayah Sempaja Selatan, Samarinda – Kalimantan Timur. Juga menelan korban hingga 36 korban jiwa. Lahan bekas tambang itu sudah diabaikan sejak tahun 2011.
Lahan bekas tambang di Sempaja Selatan terbengkalai. Source : regional.kompas.com
- Tujuan Reklamasi
Reklamasi ini sifatnya wajib bagi perusahaan pertambangan, dan sudah diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010. Perusahaan wajib melaksanakan reklamasi, sesuai dengan rencana reklamasi dan pascatambang. Reklamasi itu sendiri dilakukan terhadap lahan yang terdampak dari kegiatan eksplorasi tambang. Dan reklamasi biasanya dilakukan di lahan-lahan yang sudah terdampak dari kegiatan pertambangan. Bahkan sebenarnya pelaksanaan reklamasi itu sendiri, sudah ditentukan waktunya. Biasanya wajib dilakukan paling lambat 30 hari setelah tidak ada kegiatan usaha pertambangan.
Tidak hanya itu saja, reklamasi juga harus dilakukan pada lahan di luar wilayah bekas tambang. Contohnya seperti tempat penimbunan tanah, jalan, atau pabrik. Termasuk juga pada lahan yang digunakan untuk menunjang operasional tambang.
Lantas apa saja tujuan pelaksanaan reklamasi di lahan bekas tambang ?… Pasalnya tidak semua orang memahami hakikat pelaksanaan reklamasi. Berikut ini Penulis informasikan, reklamasi bertujuan untuk memberikan perlindungan lingkungan hidup pertambangan. Diantaranya :
- Perlindungan terhadap kualitas air permukaan, air tanah, air laut, serta tanah dan udara berdasarkan standar baku mutu. Atau bahkan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
- Reklamasi juga bertujuan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial di seluruh wilayah pertambangan.
- Bahkan reklamasi juga bisa mencegah erosi atau bahkan mengurangi mengalirnya air limpasan (limpasan : aliran air yang mengalir di atas permukaan, karena kapasitas di dalam tanah sudah penuh).
- Selain itu, dengan reklamasi lahan bekas pertambangan akan membantu menjaga lahan sekitarnya menjadi lebih stabil dan produktif lagi.
Strategi Emiten Pertambangan
Kondisi bekas lahan tambang di atas sudah tentu sangat mengkhawatirkan baik untuk warga sekitar, ataupun bagi para pemegang saham terhadap prospek emiten pertambangan. Sentimen polemik lahan bekas tambang ini jika tidak dijalankan oleh emiten pertambangan yang terdaftar di BEI, tentu akan berpengaruh terhadap pergerakan harga sahamnya. Lebih khususnya dengan komitmen kelangsungan bisnis pertambangan ke depannya. Artinya polemik lahan bekas tambang yang terbengkalai, akan mengancam kelanjutan usaha pertambangan. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika kita mengetahui seperti apa cara emiten pertambangan mengatasi polemik lahan bekas tambang.
PT Vale Indonesia Tbk (INCO) adalah salah satu contoh emiten pertambangan yang sangat memperhatikan kegiatan reklamasi, terhadap wilayah-wilayah bekas lahan tambangnya. Setiap tahunnya anggaran yang disediakan oleh INCO terus meningkat. Di tahun 2020 ini, INCO sudah mengalokasikan dana reklamasi sebesar US$ 3.44 juta. Dengan target luasan lahan yang akan direklamasi 95 hektar. Alokasi dana reklamasi itu naik dari tahun 2019 yang hanya US$ 2.77 juta, dengan realisasi reklamasi 75 hektar. Tidak hanya melakukan reklamasi, INCO juga melakukan rehabilitasi yang sudah dilakukan sejak April 2016 melalui kebun bibit modern untuk keperluan reklamasi. Kebun itu memilki luas sebesar 2.5 hektar, dan berlokasi di Sorowako. Kemampuan produksi kebun tersebut rata-rata mencapai 700.000 bibit. Bahkan rencananya, di tahun ini INCO akan melakukan kajian dan studi untuk mengubah lahan bekas tambang menjadi sumber energi baru terbarukan (EBT).
Area pertambangan mineral nikel milik INCO di Sorowako – Sulawesi Selatan. Source : industri.kontan.co.id
Tidak hanya INCO, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga mengalokasikan dana sebesar Rp 88.2 miliar, dengan target reklamasi sebesar 44.5 hektar. Selain itu, PTBA juga sedang melakukan kajian di area bekas tambang Tanjung Enim, untuk melaksanakan konversi lahan bekas tambangnya menjadi ladang bagi pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT). Dan PTBA juga akan menanam sawit dengan luas lahan sekitar 7 hektare. Di mana nantinya, mengalihfungsikan lahan bekas tambang menjadi PLTS dan penanaman Kaliandra. Setelah sebelumnya, PTBA konsisten melaksanakan reklamasi atas lahan yang sudah dibuka, baik itu pada galian tambang, timbunan, dan juga sarana prasarana tambang.
Lahan tambang PTBA di Tanjung Enim – Sumatera Selatan dalam proses reklamasi yang akan dialihkan menjadi lahan pengembangan EBT. Source : industri.kontan.co.id
Demikian pula dengan, emiten pertambangan batubara PT Indika Energy Tbk (INDY) yang juga berupaya bertanggung jawab untuk memulihkan lahan bekas tambang. Dalam memenuhi tanggung jawabnya tersebut, INDY menyediakan dana sekitar US$ 10.000 per hektare untuk mengelola lingkungan tambang.
Begitu pun dengan emiten pertambangan mineral PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Hingga saat ini terus berupaya mereklamasi dan merehabilitas bekas lahan tambang. Sebagai contohnya, ANTM sudah mereklamasi lahan bekas tambangnya dengan tanaman yang cepat tumbuh. Dan juga merehabilitasi lahan bekas tambang di Kutoarjo, menjadi perkebunan melon dan lahan tambak ikan.
Dengan taat pada peraturan reklamasi, setidaknya emiten-emiten pertambangan diatas sudah memperkecil risiko-risiko yang mungkin muncul ke depannya. Lantaran pada April 2019 kemarin Kementerian Lingkungan Hidup sudah memberikan peringatan keras. Melalui ultimatum, perusahaan pertambangan yang tidak melaksanakan reklamasi ataupun rehabilitasi bekas lahan tambang, tidak akan diperpanjang izin pakai kawasan atau bahkan dicabut. Jika sudah demikian kondisinya, besar kemungkinan emiten pertambangan tersebut akan semakin terancam posisinya di BEI.
Kesimpulan
Reklamasi ini merupakan peraturan wajib yang dilakukan oleh setiap usaha pertambangan. Reklamasi sendiri merupakan kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan, serta ekosistem supaya bisa berfungsi sesuai peruntukkannya. Sedangkan pasca tambang adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah kegiatan usaha pertambangan. Tujuannya untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial di seluruh wilayah pertambangan. Sayangnya lahan bekas tambang ini menjadi salah satu permasalahan lama di Indonesia.
Sentimen polemik lahan bekas tambang ini jika tidak dijalankan oleh emiten pertambangan yang terdaftar di BEI, tentu akan berpengaruh terhadap pergerakan harga sahamnya. Lebih khususnya dengan komitmen kelangsungan bisnis pertambangan ke depannya. Artinya polemik lahan bekas tambang yang terbengkalai, akan mengancam kelanjutan usaha pertambangan.
###
Info:
Tags : Reklamasi Lahan Bekas Tambang | Reklamasi Lahan Bekas Tambang | Reklamasi Lahan Bekas Tambang | Reklamasi Lahan Bekas Tambang | Reklamasi Lahan Bekas Tambang | Reklamasi Lahan Bekas Tambang | Reklamasi Lahan Bekas Tambang | Reklamasi Lahan Bekas Tambang | Reklamasi Lahan Bekas Tambang |