Terakhir diperbarui Pada 23 Juli 2019 at 9:31 am
Dalam beberapa waktu terakhir ini, bank umum konvensional terus melakukan persiapan untuk bisa melepaskan unit usaha syariah (UUS) nya dari induk usaha. Sehingga nantinya unit usaha syariah tersebut bisa menjadi perusahaan yang berdiri sendiri / spin off. Nampaknya kondisi tersebut juga tengah diupayakan oleh BBTN, yang memiliki rencana melepaskan Unit Usaha Syariah nya yakni BTN Syariah. Demikian pula, sempat beredar rumor bahwa BBTN akan melakukan akuisisi terhadap saham Bank Bukopin Syariah. Seperti apa prospek BBTN ke depan ?
Daftar Isi
Company Profile BBTN
BBTN atau PT Bank Tabungan Negara Tbk merupakan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang Perbankan. Hingga saat ini, tercatat segmen usaha yang dijalankan oleh BBTN mencakup dua segmen usaha utama yakni Bank Konvensional dan Bank Syariah. Sedangkan segmen usaha lainnya adalah Jasa Layanan Perbankan yang menjadi pendukung bisnis utama.
BBTN Berdiri pertama kali di tahun 1897 dengan nama “Postspaarbank” di masa Pemerintahan Hindia Belanda, dan di tahun 1942 diambil alih Pemerintah Jepang yang diubah namanya menjadi Tyokin Kyoku atau Kantor Tabungan. Kemudian di tahun 1945 kembali diambil alih oleh Indonesia, sekaligus mendirikan Kantor Taboengan Pos. Sayangnya di tahun 1946 semua Kantor Taboengan Pos diduduki oleh Belanda, dan berhenti bekerja. Selang beberapa tahun, tepatnya di tahun 1949 pemerintah RI membuka kembali Kantor Taboengan Pos. Di tahun 1950 namanya diubah menjadi Bank Tabungan Pos, baru kemudian di tahun 1963 secara resmi berganti nama menjadi Bank Tabungan Negara dan berada dibawah Menteri Urusan Bank Sentral.
BBTN sendiri resmi menjadi PT Persero di tahun 1992, yang kemudian di tahun 2005 melakukan pembentukan Unit Usaha Syariah dan dibuka Kantor Cabang Syariah Pertama di Jakarta Harmoni. Dan juga secara resmi melakukan IPO di BEI pada tahun 2009. Adapun sebagai gambaran pemegang saham BBTN adalah sebagai berikut :
Pemegang Saham BBTN. Source : Laporan Tahunan BBTN 2018
Spekulasi Akuisisi Bank Bukopin Syariah
Belum lama ini BBTN telah melakukan penjajakan untuk bisa mengembangkan Unit Usaha Syariah (UUS) nya. Dan pengembangan yang dilakukan tidak hanya dilakukan secara organik saja, tetapi juga bisa didorong melalui ekspansi an-organik. BBTN sendiri di tahun ini akan berupaya memenuhi targetnya agar bisa memperbesar aset di unit syariahnya, dengan rencananya akan spin off Unit Syariah di tahun 2020.
Untuk penggunaan spin off BBTN memang masih mencari beberapa institusi syariah, baik dari kelompok BUMN maupun di luar BUMN. Nantinya akuisisi akan dilakukan di salah satu bank syariah, namun untuk penjajakan memang tidak dilakukan dengan satu bank saja. Karena hal itu muncullah spekulasi bahwa BBTN akan mengakuisisi saham Bank Syariah Bukopin, yang dinilai menjadi salah satu bank yang masuk ke dalam daftar pertimbangan BBTN, untuk nantinya bisa dibeli sahamnya. Rencananya dengan akuisisi tersebut, Bank Bukopin Syariah akan dilebur dengan BTN Syariah.
Pertanyaan selanjutnya, mengapa BBTN akan melakukan spin off terhadap Unit Usaha Syariah nya ? Sejauh yang Penulis ketahui saat ini, rencana BBTN sebagai untuk melakukan spin off juga tidak lepas dari adanya peraturan pemerintah. Seperti yang tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia 11/10/PBI/2009, Unit Usaha Syariah (UUS) wajib dipisahkan dari induk jika nilai asetnya mencapai 50% dari total induk dan seluruh Unit Usaha Syariah (UUS) wajib berdiri sendiri 15 tahun setelah UU 21/2008 tentang Perbankan Syariah diterbitkan. Dengan begitu, artinya regulator sudah memberikan batas waktu spin off Unit Usaha Syariah (UUS) hingga tahun 2023 mendatang.
Dan sebagai informasi tambahan, BTN Syariah sendiri hingga saat ini tercatat memiliki total aset yang mencapai sekitar Rp 27 triliun. Dan hanya BBTN yang belum memisahkan Unit Usaha Syariah (UUS) nya, setidaknya hingga tahun 2020 nanti. Hal itu dikarenakan hampir seluruh bank pelat merah lainnya sudah memisahkan Unit Usaha Syariah nya menjadi bank umum syariah.
Nah, untuk mengetahui seperti apa sih perkembangan Perbankan Syariah dewasa ini… Anda juga bisa membaca artikel mengenai Perbankan Syariah di Indonesia, pada link di bawah ini :
Spin Off Ditunda Hingga Tahun 2020
Namun sayangnya rencana spin off tersebut harus ditunda karena hingga kini BBTN masih mencari metode penyertaan yang tepat untuk rencana pemisahan (spin off) Unit Usaha Syariah BTN dari bank induknya. Keputusan pemisahan Unit Usaha Syariah BTN akan dilakukan paling lambat di tahun 2020 mendatang, menunggu proses pembentukan induk usaha (holding) keuangan BUMN terbentuk, yang di dalamnya juga tercantum kajian peleburan Unit Usaha Syariah ke bank syariah pelat merah lainnya.
Hal itu disebabkan karena ada kebijakan Kementerian BUMN yang mengatur perbankan syariah milik bank-bank BUMN, setelah adanya perusahaan induk usaha keuangan. Sehingga penggabungan Unit Usaha Syariah BTN masih dalam proses pengkajian dan menunggu perusahaan induk keuangan selesai dibentuk. Di sisi lain, BBTN sendiri memiliki sejumlah opsi bank syariah lainnya yang mungkin berpeluang untuk bisa diakuisisi.
Dan sebagai informasi tambahan, rencana proses spin off yang akan dijalankan oleh BBTN ini sudah mendapatkan rentang waktu pelaksanaan maksimal di tahun 2023, atau saat Aset Unit Usaha Syariah BTN sudah lebih dari Rp 20 triliun. Pembatasan waktu tersebut dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan terhadap BBTN.
Kinerja Keuangan Kuartal I-2019
Setelah kita mengetahui spekulasi yang beredar luas di pelaku pasar, terkait dengan tertundanya rencana spin off BBTN di tahun 2020 mendatang. Ada baiknya jika kita juga melihat bagaimana kinerja BBTN sepanjang Kuartal I-2019 kemarin, berdasarkan Laporan Keuangan Kuartal I-2019 Konsolidasi dengan mempergunakan rasio-rasio perbankan seperti berikut ini :
Capital Ratio
Rasio capital dapat dihitung dengan menggunakan Capital Adequacy Ratio (CAR). Kemampuan modal BBTN berdasarkan CAR (Capital Adequacy Ratio) sedikit mengalami penurunan, dari 17.92% di Kuartal I-2018 turun menjadi 17.62% di Kuartal I-2019. Angka tersebut menunjukkan penurunan daya tahan BBTN dalam menanggung risiko-risiko kerugian yang terjadi di sepanjang Kuartal I-2019 kemarin. Meskipun ketahanan permodalan BBTN sedikit mengalami penurunan, namun masih tergolong baik dan tetap terjaga di level 17.62% karena ketahanan modal yang dimiliki BBTN berada di atas batas minimal CAR yang sebesar 14%.
BBTN Kuartal I-2019 | BBTN Kuartal I-2018 | Remarks | |
CAR/KPMM | 17.62% | 17.92% | Passed |
Permodalan BBTN Kuartal I-2019 VS Kuartal I-2018
Profitability Ratio
Meski CAR BBTN mengalami penurunan tipis, namun BBTN masih mampu mencatatkan pertumbuhan penyaluran kredit dan pembiayaan yang tumbuh sekitar 19.57% YoY dari Rp 202.5 triliun menjadi Rp 242.13 triliun. Pertumbuhan Kredit yang disalurkan BBTN ini juga tercermin dalam pertumbuhan Pendapatan Bunga Bersih dari Rp 2.3 triliun di Kuartal I-2018 menjadi Rp 2.4 triliun per Kuartal I-2019. Namun sayangnya, untuk Pendapatan Non Bunga Bersihnya masih mengalami rugi sebesar Rp 1.47 triliun per Kuartal I-2019. Meskipun masih mengalami kerugian pada pendapatan non-bunga, namun BBTN masih mampu mencatatkan kenaikan tipis pada Laba Bersih nya yang meningkat sekitar 5.7% dari Rp 684 miliar per Kuartal I-2018 naik menjadi Rp 723 miliar di Kuartal I-2019.
BBTN Kuartal I-2019 | BBTN Kuartal I-2018 | Remarks | |
Laba Bersih | Rp 723 miliar | Rp 684 miliar | Passed |
Pendapatan Bunga Bersih | Rp 2.4 triliun | Rp 2.3 triliun | Passed |
Pendapatan Non Bunga Bersih | – Rp 1.47 triliun | – Rp 1.49 triliun | Failed |
ROE | 14.08% | 14.69% | Passed |
Profitabilitas BBTN Kuartal I-2019 VS Kuartal I-2018
Asset Quality Ratio
Dari sisi asset quality, jumlah kredit bermasalah BBTN mengalami kenaikan tipis di Q1 2019 ini. Hal itu terlihat dari meningkatnya NPL Gross dari 2.78% di Kuartal I-2018 menjadi 2.92% per Kuartal I-2019. Begitu pula dengan NPL Net yang juga meningkat dari 1.78 di Kuartal I-2018 menjadi 2.00% per Kuartal I-2019. Meskipun jumlah kredit NPL Gross dan NPL Net terlihat meningkat, namun rasio NPL BBTN sepanjang Kuartal I-2019 masih berada jauh di bawah batas maksimalnya yakni (NPL Gross < 5% dan NPL Net < 2%). Mengantisipasi kenaikan NPL ini, BBTN akan lebih selektif dalam melakukan pembiayaan di luar sektor hunian. Kondisi itu semakin terdorong oleh BBTN yang kini benar-benar membatasi pemberian kredit khususnya untuk sektor non perumahan.
BBTN Kuartal I-2019 | BBTN Kuartal I-2018 | Remarks | |
NPL Gross | 2.92% | 2.78% | Passed |
NPL Net | 2.00% | 1.78% | Passed |
Kualitas Kredit BBTN Kuartal I-2019 VS Kuartal I-2018
Efficiency Ratio
Di sisi lain, BBTN harus mencatatkan angka BOPO (Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional) yang cukup tinggi dari 84.76% di Kuartal I-2018 naik menjadi 86.80% per Kuartal I-2019. Peningkatan angka BOPO BBTN ini sudah melebihi batas maksimalnya di 70%. Dengan tingginya angka BOPO BBTN tersebut, menunjukkan bahwa BBTN masih belum berhasil melakukan efisiensi operasionalnya di sepanjang Kuartal I-2019 kemarin.
BBTN Kuartal I-2019 | BBTN Kuartal I-2018 | Remarks | |
BOPO | 86.80% | 84.76% | Passed |
Efisiensi BBTN Kuartal I-2019 VS Kuartal I-2018
Rentability Ratio
Hal lainnya yang juga cukup disayangkan karena di sepanjang Kuartal I-2019 kemarin BBTN harus mencatatkan penurunan NIM dari 4.21% di Kuartal I-2018 turun menjadi 3.63% per Kuartal I-2019. Itu artinya NIM BBTN mengalami penurunan sekitar 58 bps. Penurunan NIM BBTN itu lantaran tertekan oleh Cost Of Fund yang naik sebagai dampak dari pricing di akhir tahun, dengan banyaknya penempatan dana di tenor tiga bulan. Dan juga disebabkan oleh ketatnya likuiditas BBTN yang turut meningkatkan beban bunga. Sehingga beban bunga BBTN meningkat drastis dari Rp 2.91 triliun di Kuartal I-2018 menjadi Rp 4.02 triliun per Kuartal I-2019, atau meningkat sekitar 38.1% YoY. BBTN sendiri di sepanjang tahun ini akan berupaya menjaga pertumbuhan NIM di kisaran 4.5%.
Adapun dari sisi penghimpunan dana, rasio CASA (Current Account Saving Account) BBTN yang merupakan pembanding antara Dana Murah (Tabungan + Giro) dengan Total Dana Pihak Ketiga (Tabungan + Giro + Deposito). Pada rasio CASA ini, BBTN mengalami peningkatan dari 45.36% di Kuartal I-2018 naik menjadi 47.23% per Kuartal I-2019, yang artinya BBTN mampu menghimpun dana dengan cost yang lebih murah.
| BBTN Kuartal I-2019 | BBTN Kuartal I-2018 | Remarks |
NIM | 3.63% | 4.21% | Failed |
CASA | 47.23% | 45.36% | Passed |
Rentabilitas BBTN Kuartal I-2019 VS Kuartal I-2018
Liquidity Ratio
LDR (Load to Deposit Ratio) merupakan rasio antara kredit dengan dana pihak ketiga. Semakin tinggi rasio ini, mengindikasikan bahwa semakin rendah kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. BBTN sendiri mengalami kenaikan tipis dari 104.12% di Kuartal I-2018 naik menjadi 112.19% per Kuartal I-2019. Kenaikan tipis pada LDR BBTN tersebut, sebagai dampak dari kemampuan BBTN dalam menyalurkan kredit yang semakin besar. Dengan demikian bisa dikatakan dari segi likuiditas BBTN agak sedikit mengkhawatirkan, dan LDR BBTN yang sebesar 112.19% per Kuartal I-2019 kemarin berada di atas batas maksimal LDR yang ditetapkan BI sebesar 110%
BBTN Kuartal I-2019 | BBTN Kuartal I-2018 | Remarks | |
LDR | 112.19% | 104.12% | Failed |
Liquidity Ratio BBTN Kuartal I-2019 VS Kuartal I-2018
Kesimpulan
Meskipun BBTN sudah membantah spekulasi pengakuisisian saham PT Bank Bukopin Syariah, namun hingga kini BBTN masih mempertimbangkan metode penyertaan yang tepat untuk rencana pemisahan (spin off) Unit Usaha Syariah BTN dari BBTN. Sehingga target pemisahan Unit Usaha Syariah dari entitas induk alias spin off diharapkan bisa terlaksana paling lambat di tahun 2020 mendatang.
Kinerja fundamental BBTN sendiri masih tergolong baik. Hal itu terlihat dari tingkat ketahanan modal (CAR) di atas rata-rata dan rasio profitabilitas yang meningkat. Demikian pula, meskipun jumlah kredit bermasalah sedikit mengalami peningkatan, namun masih dalam batas relative aman. Hal yang masih menjadi concern bagi BBTN adalah NIM yang terus menurun karena dampak dari meningkatnya suku bunga Bank Indonesia, dan Loan to Deposit Ratio yang terlalu besar membuat likuiditas BBTN sedikit mengkhawatirkan.
Secara overall, Penulis melihat BBTN ini masih memiliki daya tarik terlepas dari tertundanya rencana spin off Unit Usaha Syariah BTN nya. Saat artikel ini ditulis, BBTN sedang diperdagangkan pada harga 2440-an, yang mencerminkan valuasi PER 8.9x dan PBV 1.1x. Dengan kata lain, secara valuasi BBTN juga masih tergolong undervalued.
###
- Workshop & Advance Value Investing (Jakarta, 3 – 4 Agustus 2019) dapat dilihat di sini.
nice info, jadi mulai mengenal BBTN