KINO merupakan salah satu emiten yang mencatatkan surprise di dalam Laporan Keuangannya, di mana per Kuartal I 2019 kemarin, KINO mencatatkan net profit mencapai Rp 305.1 miliar. Padahal di Kuartal I 2019, KINO hanya mencatatkan net profit mencapai Rp 31.5 miliar. Banyak investor yang kemudian bertanya-tanya, apa yang membuat KINO bisa mencatatkan kenaikan net profit hingga 10x lipat ? Apakah artinya kenaikan profit tersebut, ditambah dengan harga saham KINO yang masih cenderung flat di 2019 ini adalah peluang ? Dan bagaimana sebenarnya kinerja fundamental KINO ?
Daftar Isi
Sekilas Tentang KINO
Perusahaan berdiri di tahun 1991 sebagai perusahaan distribusi kecil dengan nama PT Dutalestari Sentratama. Kemudian pada tahun 1997 pengembangan usaha dilakukan dengan mendirikan PT Kino Sentra Industrindo, yang memproduksi produk-produk seperti permen, makanan ringan, dan minuman bubuk. Adapun salah satu produk pertamanya adalah Kino Candy. Perusahaan sekaligus mendirikan PT Kinocare Era Kosmetindo untuk memproduksi produk perlengkapan mandi, pemeliharaan dan perawatan tubuh, minuman kesehatan dan juga farmasi. Dengan berkembangnya kegiatan usaha perusahaan, akhirnya di tahun 1999 merubah namanya menjadi PT Kino Indonesia Tbk. Adapun produk pertama setelah perubahan nama tersebut ialah Ovale untuk pembersih muka 2 in 1. Dan sekitar tahun 2003 perusahaan berinovasi dengan memasuki pasar produk perawatan bayi dan rumah tangga yakni dengan Brand Sleek.
Sejak saat itu KINO terus melakukan pengembangan segmen bisnisnya, dengan memasarkan produk dari segmen pemeliharaan dan perawatan tubuh ke pasar mancanegara. Di tahun 2013 KINO mendirikan Kino Care Sdn. Bhd. di Malaysia, dan juga mendirikan Kino Vietnam Co. Ltd di Vietnam, serta Kino International Pte. Ltd di Singapura. Kemudian di tahun 2014, KINO juga mendirikan Kino Consumer Philippines Inc. di Filipina dan sekaligus meresmikan Kino International Pte. Ltd Singapura menjadi perusahaan induk atas perusahaan perwakilan di luar negeri sebagai hasil dari restrukturisasi perusahaan.
Kemudian Perusahaan juga melakukan pengembangan terhadap produk dari segmen minuman. Di mana pada tahun 2011, KINO mendapatkan lisensi dari Wen Ken Drug Co Pte. Ltd. Singapura. Sehingga KINO memiliki wewenang untuk memproduksi, memasarkan, dan mendistribusikan produk larutan penyegar “Cap Kaki Tiga”. Kerja sama KINO dengan Wen Ken Drug Co. Pte. Ltd terus berlanjut hingga ditandatanganinya perjanjian lisensi untuk memproduksi, memasarkan, dan mendistribusikan produk “Larutan Sejuk Segar” yang diperoleh di tahun 2017 dan diluncurkan pada tahun 2018. Di tahun yang sama, KINO juga membentuk PT Kino Malee Indonesia dan Malee Kino Thailand Co. Ltd. sebagai bentuk kerja sama dengan Grup Malee yang merupakan perusahaan minuman terbesar di Thailand. Secara operasional Malee Kino Thailaind Co. Ltd. mendistribusikan dan memasarkan produk sejak tahun 2018, sedangkan untuk PT Kino Malee Indonesia akan memulai bisnisnya pada semester II-2019 ini.
Sedangkan untuk pengembangan bisnis di segmen makanan pada tahun 2013, KINO mendirikan PT Morinaga Kino Indonesia dengan Morinaga & Co. Ltd Jepang, yang juga memproduksi makanan seperti permen, makanan ringan dan minuman bubuk. Untuk bisa mengendalikan secara penuh, di tahun 2018 KINO menandatangani perjanjian pengikatan jual beli saham untuk membeli seluruh saham Morinaga & Co. Ltd. Jepang sebesar 51% di PT Morinaga Kino Indonesia, sekaligus diikuti oleh perubahan nama menjadi PT Kino Food Indonesia yang sama-sama disahkan pada Januari 2019.
Kemudian di sekitar tahun 2015, KINO resmi mencatatkan saham perdana nya di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2015, dengan kode perdagangan KINO. Melalui pencatatan itu, KINO berhasil memperoleh dana segar dari pasar modal sebesar Rp 868 miliar. Sejak itu, dari sisi segmen farmasi KINO juga mengembangkan produk farmasi seperti jamu merk “Dua Putri Dewi” yang diperoleh KINO pasca mengakuisisi merk tersebut dari PT Surya Herbal di tahun 2016.
Tidak hanya melakukan pengembangan pada segmen-segmen bisnisnya saja, namun ternyata KINO melakukan diversifikasi bisnis ke segmen makanan hewan yang dilakukan dengan menandatangani perjanjian usaha patungan dengan Wah Kong Corporation Sdn. Bhd. Malaysia untuk membentuk PT Kino Pet World Indonsia dan PT Kino Pet World Marketing Indonesia.
Sehingga secara garis besar, produk KINO memang sudah mampu menjaring konsumen pasar yang luas baik di Indonesia maupun di Asia Tenggara, dengan penyebaran produk mulai dari distributor besar, hypermarket, supermarket, minimarket, toko kecantikan dan juga pasar tradisional.
Kinerja KINO per Kuartal I-2019
Selama kuartal I-2019 KINO mencatatkan pertumbuhan Pendapatan yang cukup baik sekitar 20.19% YoY dari Rp 842 miliar di Kuartal I-2018 menjadi sebesar Rp 1.0 triliun di Kuartal I-2019. Adapun jika dilihat pertumbuhan Pendapatan Kino pada Kuartal I-2019 kemarin, karena terdorong oleh segmen bisnis personal care yang masih menjadi penyumbang kontribusi terbesar yaitu sebesar Rp 516 miliar atau 51.50% terhadap Pendapatan KINO. Penjualan KINO di segmen lainnya seperti foods and beverage serta farmasi juga turut bertumbuh. Adapun gambaran hasil penjualan KINO sepanjang kuartal I-2019 kemarin, seperti di bawah ini :
Hasil Penjualan KINO. Source : Laporan Keuangan KINO Kuartal I-2019
Secara Pendapatan KINO memang terlihat meningkat cukup normal. Demikian pula dengan laba kotor yang meningkat 20.5% dari Rp 376.4 miliar dan Rp 453.7 miliar juga masih terlihat cukup normal. Hanya saja yang cukup mengagetkan, lonjakan signifikan terjadi pada Laba Bersih KINO yang mencapai hampir 10x lipat dari Rp 32.1 miliar di Kuartal I-2018 menjadi sebesar Rp 306.1 miliar di Kuartal I-2019 atau tumbuh sekitar 856% YoY. Untuk lebih jelasnya, Anda juga bisa melihat screenshot di bawah ini :
Laba Bersih naik signifikan. Source : Public Expose KINO 2019
Pertanyaannya adalah, apa yang menyebabkan laba bersih KINO meningkat sedemikian besar? Dan apakah laba bersihnya ini benar-benar dihasilkan oleh operasional perusahaan ? Ternyata jika dilihat lebih jauh, penyebab kenaikan Laba Bersih KINO dikarenakan adanya keuntungan pembelian dalam diskon yang nilainya mencapai Rp 264 miliar di Kuartal I-2019. Keuntungan yang diperoleh oleh KINO tersebut, berasal dari transaksi pembelian saham anak perusahaan Morinaga & Co. Ltd. pada awal Januari 2019 kemarin. Padahal pada periode yang sama di tahun 2018, KINO tidak mencatatkan adanya keuntungan pembelian dalam diskon. Keuntungan yang dicatatkan oleh KINO ini terdapat dalam bagian Income Statement dalam Laporan Keuangan KINO Kuartal I-2019, seperti berikut ini :
Income Statment KINO. Laporan Keuangan KINO Kuartal I-2019
Lalu apa yang dimaksud dengan “Keuntungan Pembelian Dengan Diskon” ? Nah untuk lebih jelasnya, Anda bisa menyimak Catatan Kaki no. 36. Dari catatan tersebut Anda akan menemukan adanya selisih antara nilai investasi dengan nilai wajar aset neto teridentifikasi neto sebesar Rp 357 miliar, yang diperoleh KINO pada saat PT Kino Food Indonesia yang sebagai entitas anak usaha diakuisisi oleh induk usaha yang nilainya mencapai Rp 264 miliar. Untuk gambaran lebih jelasnya, bisa lihat screenshot di bawah ini :
Keuntungan Pembelian dalam Diskon. Source : Laporan Keuangan KINO Kuartal I-2019
Adapun secara pengertian, diskon pembelian ialah diskon yang diberikan pada saat atau sesudah terjadinya transaksi. Biasanya muncul saat terjadi tawar menawar harga, dan seringkali diskon pembelian tidak bisa diprediksi. Keuntungan pembelian dalam diskon ini muncul ketika pada Januari 2019 kemarin, KINO sedang berupaya memperbesar kepemiliikan saham dengan menjadi pemegang saham pengendali di anak usahanya Pt Morinaga Kino Indonesia yang kini berganti nama menjadi PT Kino Food Indonesia (KFI). Upaya KINO tersebut tertuang dalam perjanjian Jual Beli Saham atau Sale and Purchase of Share Agreement pada 14 Januari 2019, yang terjadi antara KINO dan Morinaga & Co. Ltd dengan nilai transaksi yang mencapai Rp 74.88 miliar.
Jadi, Apakah KINO Layak Untuk Investasi ?
Dari uraian di atas, sudah bisa kita simpulkan bahwa kenaikan laba bersih KINO di Kuartal I 2019 tersebut, bukan berasal dari hasil penjualan segmen bisnis KINO. Melainkan karena adanya selisih nilai investasi dengan nilai wajar aset. Dengan kata lain, lonjakan EPS yang terlihat secara kuartalan (dari Rp 23 / saham di Q1 2018 menjadi Rp 214 / saham di Q1 2019), tidaklah mencerminkan keadaan yang sesungguhnya:
EPS KINO Per Kuartal. Source : RTI Business
Secara kasar, jika kita abaikan atau hilangkan keuntungan pembelian dalam diskon yang sebesar Rp 264.2 miliar dari laba bersih Kuartal I 2019 yang sebesar Rp 306.1 miliar, maka praktis KINO hanya menghasilkan laba bersih Rp 41.9 miliar, atau “hanya” bertumbuh 30.1% YoY. Dengan saat ini KINO memiliki 1.43 miliar lembar saham beredar, maka EPS KINO saat ini adalah Rp 117 / lembar (Rp 41.9 miliar X 4 Kuartal / 1.43 miliar lembar saham beredar).
Dengan harga saham yang saat ini berkisar di antara 2800 – 2900, maka di harga saat ini KINO diperdagangkan pada valuasi PER 24.5x, atau tidak dapat dikatakan undervalued. Maka tentunya sekarang Anda tahu bahwa PER KINO saat ini bukanlah sebesar 3.3x seperti yang ditunjukkan pada berbagai Online Trading yang saat ini Anda gunakan.
Dengan valuasi yang tidak dapat dikatakan undervalued, ditambah lagi dengan Net Profit Margin (NPM) yang hanya sebesar 4% dan Return on Equity (ROE) yang hanya sebesar 7%, serta prospek yang tergolong biasa-biasa saja (belum ada katalis positif yang kuat), maka bisa dikatakan KINO ini belum menarik perhatian bagi seorang Value Investor.
Kesimpulan
Di sepanjang Kuartal I-2019 KINO memang mencatatkan kenaikan Pendapatan yang positif sekitar 20.19% menjadi sebesar Rp 1.0 triliun per Kuartal I-2019. Pertumbuhan Pendapatan KINO tersebut didorong oleh sejumlah kontribusi dari segmen bisnisnya, terutama untuk segmen bisnis personal care yang menjadi penyumbang terbesar untuk Pendapatan KINO.
Meskipun Pendapatan bertumbuh secara normal, sekarang Anda tahu bahwa laba bersih KINO yang terlihat tumbuh 10x lipat sebenarnya tidaklah sebesar itu karena Laba Bersih yang diperoleh oleh KINO ini tidak murni dihasilkan dari sejumlah segmen penjualannya. Melainkan karena adanya keuntungan pembelian dalam diskon yang nilainya mencapai Rp 264 miliar per Kuartal I-2019. Dengan menghilangkan atau mengabaikan factor keuntungan pembelian dalam diskon, maka valuasi KINO tidaklah semurah yang ditunjukkan oleh online trading yang Anda gunakan. Ditambah dengan NPM dan ROE yang kecil, serta belum adanya katalis positif yang signifikan ke depannya, bisa dikatakan untuk saat ini KINO belum menarik untuk diinvestasikan bagi seorang Value Investor.
###
Tags : Layakkah Saham KINO Diinvestasikan | Layakkah Saham KINO Diinvestasikan | Layakkah Saham KINO Diinvestasikan | Layakkah Saham KINO Diinvestasikan | Layakkah Saham KINO Diinvestasikan | Layakkah Saham KINO Diinvestasikan | Layakkah Saham KINO Diinvestasikan | Layakkah Saham KINO Diinvestasikan
Terimakasih informasinya, hampir saya terpikat krn per yg rendah
Kalau untuk Q1 2021 saat ini, harga mendekati 2000 apakah meanrik Pak harga KINO saat ini?