Terakhir diperbarui Pada 2 April 2019 at 9:17 pm
Dalam beberapa tahun terakhir, harga saham BIRD masih berada dalam tren bearish. Dan pada saat artikel ini ditulis, harga saham BIRD berada di kisaran Rp 3000,-an, masih jauh berada di harga saham tertingginya sekitar 12.000 an di tahun 2015 silam. Meski demikian, hal tersebut tidak menyurutkan kinerja operasional BIRD. Hal tersebut dibuktikan oleh BIRD pada kuartal I-2019 ini, di mana BIRD justru kembali mengembangkan sayap bisnisnya melalui ekspansi yang cukup masif. Ekspansi apa saja yang dilakukan BIRD ? Dan akan seperti apa prospeknya ke depannya setelah ekspansi usaha BIRD ?
Pada artikel terpisah lainnya, Penulis sudah pernah membahas kinerja fundamental BIRD di bulan Oktober 2018 lalu. Anda bisa membaca ulasannya terlebih dahulu pada link berikut ini :
[Baca lagi : Jumlah Armada Menyusut, Apakah BIRD Berpotensi Untuk Bangkrut ?]
Daftar Isi
Ekspansi Usaha BIRD
Pada artikel kali ini, Penulis lebih ingin menyoroti kinerja operasional dan ekspansi usaha yang dilakukan oleh BIRD di awal tahun 2019 ini. Nama Blue Bird pastinya bukan nama yang asing di bisnis transportasi Indonesia. Yang menarik adalah saat ini Blue Bird melebarkan sayap di luar usaha transportasi. Sejumlah ekspansi usaha yang dilakukan oleh BIRD per 2019 ini adalah :
BIRD Mendirikan Anak Usaha Baru di bisnis Pergudangan
Pada awal Februari 2019 ini BIRD mulai gencar melakukan ekspansi. Di mana BIRD akan fokus pada bisnis pergudangan, pos, dan kurir. Untuk mewujudkan itu, BIRD mendirikan anak usaha baru yakni PT Trans Antar Nusabird. Adapun dana modal ditempatkan dan disetor untuk anak usahanya tersebut mencapai Rp 110 miliar dengan modal dasar sebesar Rp 400 miliar. Dan terdiri dari 400.000 saham dengan nilai nominal Rp 1.000.000 per saham.
Saham PT Trans Antar Nusabird ini dimiliki oleh BIRD sebanyak 99.9%, atau sekitar 109.890 saham dari total saham. Sedangkan sisanya dimiliki oleh PT Big Bird Pusaka sebesar 0.1%, atau sekitar 110 saham. Kedepannya BIRD akan mengarahkan bisnis PT Trans Antar Nusabird mulai dari lini transportasi, pergudangan, pos dan gudang. Tidak hanya itu, BIRD juga akan merambah ke lini pariwisata, perdagangan, jasa persewaan, agen perjalanan dan jasa keuangan.
BIRD Berekspansi di Bisnis Shuttle
Tidak hanya itu, BIRD juga mengembangkan bisnis shuttle. Di mana pada Maret 2019 ini, BIRD resmi membeli bisnis shuttle Cititrans. Menariknya dalam proses pembelian bisnis shuttle ini, BIRD langsung melibatkan anak usaha yang baru saja dibentuk yakni PT Trans Antar Nusabird. Lantaran dalam prosesnya, anak usaha BIRD inilah yang turun langsung dalam pembelian bisnis angkutan darat, dengan sistem antar jemput atau yang seringkali disebut “shuttle”. Bisnis shuttle ini melayani shuttle antar kota antar propinsi (AKAP) dengan merek Cititrans dari PT Citra Tiara Global.
Berpindahnya kepemilikan Cititrans ini resmi dilakukan bersamaan dengan penandatanganan perjanjian jual beli antara PT Trans Antar Nusabird dan PT Citra Tiara Global. Pembelian bisnis shuttle ini, merupakan bagian dalam rencana strategis BIRD untuk melakukan diversifkasi usaha. Di mana BIRD ingin menjangkau bisnis angkutan bersistem shuttle. Adapun pembelian bisnis shuttle ini telah menelan dana sebesar Rp 115 miliar, dengan menggunakan modal usaha perusahaan.
Adapun ketika BIRD membeli bisnis shuttle Cititrans ini, BIRD sudah mendapatkan haknya atas sejumlah hal di Cititrans. Mulai dari aset-aset kendaraan, hak kekayaan intelektual, perjanjian-perjanjian dengan pihak ketiga, karyawan, kunci kendaraan, hingga ke pengemudi. Bahkan termasuk dengan liabilitas Cititrans.
Nama Cititrans barangkali sudah tidak asing didengar oleh Anda. Atau bahkan Anda adalah salah satu pengguna jasa transportasi Cititrans. Sebelum akhirnya baru-baru ini BIRD resmi mengakuisisi bisnis shuttle nya…
Cititrans sendiri berkedudukan di kota Bandung – Jawa Barat. Merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa travel, dengan segmen penumpang yang mengambil rute perjalanan tertentu. Yakni mulai dari Bandung – Jakarta, ataupun sebaliknya dari Jakarta – Bandung. Dan juga dari/ke Bandara Soekarno Hatta. Cititrans memiliki target market, premium commuters. Dan sudah berpengalaman lebih dari 13 tahun di bisnis shuttle.
Pembelian bisnis shuttle ini terkait dengan rencana strategis BIRD untuk mendiversifikasikan usahanya. Setelah proses pembelian selesai, BIRD pun berencana melakukan pengembangan terhadap pelayanan Cititrans. Tidak hanya dari pengembangan rute yang sudah dilakukan oleh Cititrans, yakni Jakarta – Bandung – Bandara Soekarno Hatta saja. Melainkan juga akan ada rute-rute lainnya. Selain itu, BIRD juga memiliki wewenang untuk tambahan armada BIRD yang akan menggunakan sekitar 130 unit armada Cititrans.
Dengan BIRD mengakuisisi bisnis shuttle Cititrans, menjadikan usaha grup BIRD semakin luas, serta menjadikan BIRD memiliki wewenang atas kebijakan Cititrans. Terkait dengan itu, dalam waktu yang bersamaan BIRD juga berencana merambah angkutan bandara. Di mana untuk di Jakarta sendiri, sudah disiapkan armada BIRD di Jakarta Airport Connexion. Yakni sistem shuttle dari beberapa titik di Jakarta, dan sekitarnya menuju ke Bandara Soekarno Hatta.
Menjajaki usaha di luar bidang transportasi
Ekspansi Usaha BIRD juga ditunjukkan melalui pengembangan usaha di luar bidang transportasi. Salah satunya dengan memasuki bisnis lelang pada awal tahun 2019. Untuk mendukung ekspansi di luar bidang transportasi ini, BIRD melibatkan dua perusahaan yang bergerak di bidang lelang sebagai mitranya. Yakni Mitsubishi UFJ Lease & Finance (MUL) dan PT Takari Kokoh Sejahtera. BIRD bersama dengan dua perusahaan ini membentuk joint venture, dengan nama PT Balai Lelang Caready (BLC) yang berlokasi di Jakarta Timur. Dengan bidang usahanya adalah lelang, termasuk lelang kendaraan bermotor.
Adapun untuk pendanaan joint venture itu, telah menelan dana modal dasar sebesar Rp 23 miliar. Terdiri dari 23 ribu saham dengan nominal sebesar Rp 1 juta per saham. Sedangkan untuk pembagian kepemilikan dari joint venture tersebut, adalah sebesar 51% nya dimiliki oleh BIRD. 49% nya dimiliki oleh MUL Group (Mitsubishi dan Takari). Di mana Takari memiliki 10% nya dan Mitsubishi memiliki 39%nya.
Pencapaian Kinerja Keuangan BIRD Sampai Saat Ini
Pendapatan BIRD per kuartal IV-2018 kemarin mencapai Rp 4.21 triliun, hanya mengalami kenaikan sebesar 0.23% jika dibandingkan dengan pendapatan BIRD di periode yang sama tahun 2017 yakni sebesar Rp 4.20 triliun. Hal itu menandakan bahwa kinerja BIRD belum mengalami perbaikan secara YoY. Pencapaian ini juga masih di bawah pencapaian Revenue di tahun 2016 yang sebesar Rp 4.8 triliun, dan 2015 yang sebesar Rp 5.5 triliun.
Meskipun secara Pendapatan BIRD masih terbilang flat, namun pencapaian laba bersih BIRD mulai mengalami perbaikan. Per kuartal IV 2018 kemarin, BIRD berhasil meningkatkan laba bersihnya menjadi sebesar Rp 457.3 miliar. Atau meningkat sekitar 7.7%, jika dibandingkan dengan laba bersih di periode yang sama tahun 2017 sebesar Rp 424.8 miliar. Meskipun demikian, pencapaian laba bersih ini belum lebih baik ketimbang tahun 2016 yang sebesar Rp 507 miliar, dan tahun 2015 yang sebesar Rp 824 miliar.
Salah satu faktor yang membuat laba bersih BIRD meningkat dibandingkan dengan tahun 2017 adalah karena BIRD melakukan efisiensi dan optimalisasi seluruh armada nya. Di mana BIRD mengurangi jumlah armadanya sejak akhir tahun 2017. Demikian halnya dengan akhir tahun 2018 kemarin. Kini jumlah total armada BIRD adalah 23.000 unit taksi reguler, 900 unit taksi Golden Bird, dan ada 5.000 lebih kendaraan rental.
Lantas apakah peningkatan profitabilitas BIRD yang dijelaskan di atas, juga diimbangi dengan peningkatan kesehatan kondisi neraca keuangannya ? Jika kita lihat dalam Laporan Keuangan LK Q4 2018 yang terbaru, total liabilitas BIRD per kuartal IV-2018 kemarin memang agak meningkat menjadi Rp 1.69 triliun. Atau naik sekitar 6.9%, dari liabilitas nya di periode yang sama tahun 2017 sebesar Rp 1.58 triliun. Salah satu hal yang membuat meningkatnya liabilitas BIRD adalah adanya meningkatnya utang usaha kepada pihak ketiga dari sebelumnya Rp 51.9 miliar di 2017 menjadi Rp 150.3 miliar di akhir 2018. Jika dibedah lebih detail lagi, utang usaha tersebut adalah utang usaha kepada PT Astra International yang meningkat dari Rp 14.1 miliar menjadi Rp 63.5 miliar.
Sebagai gambarannya adalah sebagai berikut :
Catatan Kaki Utang Usaha BIRD. Source : Laporan Keuangan Kuartal IV-2018
Meski utang usaha meningkat (yang menyebabkan total liabilitas meningkat), namun ekuitas BIRD masih jauh lebih tinggi daripada liabilitasnya. BIRD termasuk piawai dalam meningkat ekuitasnya, terbukti total ekuitasnya di kuartal IV-2018 meningkat menjadi Rp 5.2 triliun. Naik sekitar 6.1%, dari total ekuitasnya di periode yang sama tahun 2017 kemarin sebesar Rp 4.9 triliun.
Dengan demikian, kemampuan BIRD dalam membayar hutangnya baik dalam jangka pendek, maupun jangka panjang masih tercover. Dalam jangka pendek, asset lancar BIRD yang sebesar Rp 1.07 triliun di akhir 2018 mampu mengcover liabilitas jangka pendek yang sebesar Rp 614.9 miliar (Liquidity Ratio : 1.7x). Demikian pula dalam jangka panjang, total ekuitas BIRD yang sebesar Rp 5.2 triliun mampu mengcover total liabilitas yang sebesar Rp 1.7 triliun (DER : 0.3 x)
Prospek Pasca Ekspansi Usaha BIRD
Serangkaian ekspansi yang dilakukan BIRD, memang belum menjamin akan mampu mengangkat kinerja BIRD. Apalagi ekspansi yang dilakukan adalah di luar core business nya. Seperti dijelaskan di atas, saat ini BIRD tidak hanya bermain di bisnis transportasi, melainkan juga masuk ke bisnis logistik dan perdagangan. Konsep BIRD yang sebelumnya bersifat investment holding juga beralih menjadi operating holding.
Seperti hal nya perusahaan lainnya yang berkespansi di luar core business nya, maka akan membutuhkan waktu yang lebih Panjang untuk melihat apakah ekspansi yang dilakukan akan membawa perusahaan ke arah yang lebih baik, atau justru sebaliknya.
Namun setidaknya dalam jangka pendek, kinerja pendapatan BIRD berpotensi meningkat karena meredanya persaingan tarif dengan sejumlah transportasi online belakangan ini. Lantaran per akhir tahun 2018 kemarin pemerintah juga sudah mengeluarkan kebijakan yang mengatur tarif batas atas dan batas bawah. Dan berlaku untuk transportasi baik taksi konvensional seperti BIRD maupun taksi online.
Dalam penerapan tarif yang terbaru, tarif batas bawah dan atas untuk BIRD berlaku untuk tarif buka pintu sebesar Rp 6.500 dan sebesar Rp 4.100 per kilometernya. Nah, sedangkan untuk penerapan tarif batas bawah dan atas untuk taksi online lainnya adalah berdasarkan pembagian wilayah. Untuk wilayah I yakni Jawa dan Sumatera dikenakan tarif sebesar Rp 3.500 per kilometer, dan tarif batas atasnya sebesar Rp 6.000 per kilometer. Dan untuk wilayah II yakni Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua dikenakan biaya sebesar Rp 3.700 per kilometer dan tarif batas atas sebesar Rp 6.500 per kilometer.
Jadi kalau ada yang masih bertanya, apakah BIRD berpotensi menuju kebangkrutan? Nampaknya hal itu masih sangat jauh, bahkan mungkin bisa dihindari oleh BIRD. Melihat sejumlah langkah ekspansi BIRD yang cukup masif di kuartal 2019 ini, memungkinkan recovery kinerja BIRD ke depannya (meskipun sekali lagi, butuh waktu untuk pembuktian bahwa ekspansi yang dilakukan dapat membawa BIRD ke arah yang lebih baik).
Kesimpulan
Kinerja operasional BIRD tahun ini, berpotensi terdongkrak dengan sejumlah langkah ekspansi usaha BIRD. Mulai dari mendirikan anak usaha baru yakni PT Trans Antar Nusabird. Kemudian BIRD juga merambahkan ke bisnis shuttle, dengan mengakuisisi kepemilikan di Cititrans. Dan BIRD juga membentuk usaha joint venture dengan Mitsubishi UFJ Lease & Finance (MUL) dan PT Takari Kokoh Sejahtera. Untuk kemudian membentuk usaha dengan nama PT balai Lelang Caready (BLC). Setidaknya dengan ekspansi usaha BIRD, BIRD masih berupaya menjaga performanya di tahun ini.
Mengingat valuasi BIRD yang saat ini belum bisa dibilang undervalued, maka BIRD ini belum menarik bagi seorang value investor. Sehingga untuk saat ini, BIRD lebih cocok kita masukkan dalam watchlist saja terlebih dahulu. Jika memang langkah ekspansi yang dilakukan BIRD berdampak positif bagi perusahaan, maka risiko untuk berinvestasi di dalamnya menjadi lebih rendah.
###
kalo menurut saya pribadim langkah yang BIRD ambil adalah langkah yang bagus karena dengan persaingannya yg menghadapi transportasi online akan sangat sulit bagi BIRD untuk terus mengembangkan usahanya..
tapi yg menjadi kekuatiran saya adalah apakah BIRD bisa fokus dengan macam2 usaha(sektor) yang sudah diambil?