Nabung Saham saat Krisis

Terakhir diperbarui Pada 6 Agustus 2024 at 3:58 pm

Belakangan sedang marak, investor pemula yang menabung saham di masa kritis akibat pandemi Covid-19. Investor pemula ini bahkan tidak merasa ragu, untuk membeli sebuah saham dan mengoleksinya. Jadi, sebenarnya nabung saham saat masa kritis itu peluang atau ancaman ya ?

Artikel ini dipersembahkan oleh :

 

 

Nabung Saham saat Kritis, Peluang atau Ancaman ?

Sebagian besar investor, pasti pernah berada di keadaan saat baru beberapa bulan memulai nabung saham, ternyata market anjlok parah. Kondisi market tersebut, tentu saja membuat kita sebagai investor menjadi dilema. Kalau begitu, apakah sebaiknya kita berhenti menabung dan tunggu sampai market bullish kembali, atau lebih baik lanjut menabung saham saja ?

Dari pertanyaan ini, kita akan memberikan sebuah simulasi berdasarkan pengalaman kritis di tahun 2008 dan tahun 2015, dengan menggunakan asumsi kalau perusahaan yang kita tabung sahamnya itu memiliki kriteria :

  • Business modelnya mampu berkembang minimal 5 tahun ke depan,
  • Manajemen-nya solid, kredibel, dan memperhatikan pemegang saham minoritas,
  • Laporan keuangan dalam 5 tahun terakhir mampu tumbuh konsisten.

Kita juga akan asumsikan, bahwa kita sudah membeli saham yang sama sebanyak 24 kali pada periode bearish dan 24 kali pada periode bullish. Anggap saja, kita beli saham 2 kali dalam satu bulan dan tiap periode berjalan 1 tahun.

 

 

Dapatkan seluruh layanan dari RK Team secara lengkap dan harga spesial hanya untuk member RK. Yuk gabung sekarang juga menjadi Platinum Member !

Platinum-Members

 

 

 

  • Skenario 1 (Menabung Hanya di Fase Bearish)

Source : Finansialku.com

Penting untuk kita tahu, bahwa sebenarnya nabung saham itu sangat penting dilakukan dalam kondisi bearish. Karena kamu bisa mendapatkan lembar saham lebih banyak dari kondisi normal.

Berdasarkan gambar di atas, jika kita membelinya secara konsisten di fase bearish. Maka average kita akan berada di level Rp 1.505 dengan dana terpakai sekitar Rp 24 juta. Artinya, kita akan memiliki ±15.900 lembar atau setara 159 lot.

Jika misalnya harga akhir periode ada di level 1600, maka setidaknya kita bisa menikmati keuntungan sekitar 94.6 per lembar saham yang dimiliki. Sementara nilai pasar kita akan ada di Rp 25.5 juta. Memang secara untung belum terbilang banyak, tetapi lembar sahamnya sudah menjadi banyak, ‘kan ?

Jika asumsi dividen dibagikan sebesar Rp 125 per lembar saham, maka kita sudah mendapatkan penghasilan pasif hampir Rp 2 juta (Rp 125 x 159 lot) untuk tahun pertama investasi.

Dan, jika kamu stop membeli ketika fase bullish dimulai, dan harga akhirnya mencapai 5000 di akhir periode bullish. Maka nilai saham kita akan menjadi Rp 79.5 juta (Rp 5000 x 159 lot).

Jika asumsi dividen dibagikan sama yakni Rp 125 per lembar saham, maka kita akan mendapatkan pendapatan pasif yang sama, yaitu hampir Rp 2 juta (Rp 125 x 159 lot) untuk tahun kedua investasi kamu.

 

 

  • Skenario 2 (Menabung di Fase Bearish dan Bullish)

Source : Finansialku.com

Kemudian, bagaimana jadinya kalau kamu disiplin menabung saham baik saat harga saham bearish ataupun bullish ?

Ketika di fase bullish, kita tentu akan mengeluarkan dana senilai Rp 24 juta. Sehingga demikian, average beli ada di Rp 2.781 per lembar dengan total lembar yang kita miliki adalah ±8600 atau 86 lot. Kita tentu akan mendapatkan jumlah yang lebih sedikit daripada ketika nabung saham di fase bearish, lantaran harga saham yang cenderung naik dari waktu ke waktu.

Dengan menjumlahkan total saham yang kita beli 159 lot di fase bearish dan 86 di fase bullish, maka total kita memiliki 245 lot dengan average price total di 1.953 per lembar saham. Sehingga nilai pasar saham kita menjadi Rp 122.5 juta (Rp 5000 x 245lot). Artinya, kita akan menikmati keuntungan sekitar Rp 74.5 juta ((Rp 5000 – Rp 1953) x 245 lot).

Jika dividen dibagikan asumsinya sama di 125 per lembar, maka kamu akan mendapatkan dividen sebesar Rp 3,1 juta untuk tahun kedua investasi kamu.

 

 

Kesimpulan

Dari dua skenario di atas, bisa kita tarik sebuah kesimpulan bahwa dengan tetap konsisten menabung saham dalam kondisi apapun. Maka kita berpotensi untuk memiliki saham dengan jumlah lebih banyak. Apalagi jika kita menabung saham ketika harga market anjlok, sudah tentu potensi capital gain yang kita terima jauh lebih besar dan dengan dividen yang lebih besar pula.

Bayangkan jika nanti harga bisa sampai menyentuh Rp 10.000 dan dividen bisa terus tumbuh hingga 300 per lembar. Maka kita akan mendapat 2 keuntungan jangka panjang sekaligus yaitu: capital gain dan dividen.

Oya, ada baiknya jika kita sebagai investor juga tidak lupa bahwa pertimbangan lain dalam membeli saham adalah kondisi fundamental perusahaan. Agar kita tidak mudah panic selling, jika sewaktu-waktu market anjlok, melainkan melihatnya sebagai peluang untuk mengkoleksi saham-saham likuid.***

 

Sumber Referensi:

  • Hesti Retno Wahyuni, S.I.Kom. 9 Februari 2021. Nabung Saham Ketika Kritis: Peluang Atau Ancaman?. https://www.finansialku.com/nabung-saham-ketika-kritis-peluang-atau-ancaman/

 

###

1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

reCaptcha v3
keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *