Asosiasi Semen Indonesia (ASI) telah merilis data penjualan semen nasional selama tahun 2021. Penjualan di tahun 2021 mencapai 77 Juta Ton, naik 6,9% dari tahun 2020 yang sebesar 72 Juta Ton. Pencapaian ini bahkan sudah lebih tinggi dari penjualan pra pandemi di tahun 2019 yang sebesar 76,1 Juta Ton.
Dengan naiknya penjualan semen ini, menjadi tanda bahwa kegiatan konstruksi sudah kembali berjalan. Lalu, apakah ini saatnya kita membeli saham semen? Emiten apa yang menarik di industri ini? Mari kita bahas di artikel kali ini. Jadi pastikan tetap ikuti artikel ini hingga akhir ya.
Daftar Isi
Siapa Penguasa Pasar Semen di Indonesia?
Sejauh ini, ada empat emiten semen yang melantai di BEI (Bursa Efek Indonesia), yaitu Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR), Indocement Tunggal Prakasa Tbk. (INTP), Solusi Bangun Indonesia Tbk. (SMCB) dan Semen baturaja (Persero) Tbk. (SMBR). SMCB sendiri sudah masuk ke bagian SMGR yang diakuisisi pada awal tahun 2019 lalu.
Namun, hanya 2 emiten yang menguasai pangsa pasar semen di Indonesia, yaitu SMGR yang menguasai ~50% dan INTP sebesar ~25%. Pangsa pasar SMGR semakin jauh mengungguli emiten lain semenjak akuisisi SMCB. Maka dari itu, kita akan fokus untuk membahas kinerja dari kedua emiten ini saja.
Kinerja SMGR
Volume penjualan semen dari SMGR juga mengalami kenaikan, dari 38,8 Juta Ton di tahun 2020 naik 1,6% menjadi 40,5 juta Ton di tahun 2021. Kenaikan ini didorong oleh kenaikan penjualan domestik yang sebesar 32,1 Juta Ton di tahun 2021 naik 0,6% dari tahun 2020 sebesar 31,9 Juta Ton. Sedangkan penjualan ekspor di tahun 2021 sebesar 8,3 Juta Ton naik 7,7% dibandingkan tahun 2020 sebesar 7,7 Juta Ton.
Meskipun volume penjualan meningkat, pendapatan SMGR di tahun 2021 yang sebesar Rp 34,9 Triliun justru harus turun tipis sebesar 0,6%. Penyebabnya adalah tingkat persaingan yang ketat dan banyaknya pemain semen baru yang masuk ke Indonesia serta memberikan harga yang lebih murah. Sehingga menyebabkan SMGR juga mau tidak mau harus ikut menurunkan harga jual.
Laba bersih yang diatribusikan ke enititas induk SMGR juga ikut turun sebesar 27,6%. Di tahun 2021 laba bersih SMGR sebesar Rp 2,02 triliun sedangkan di tahun 2020 sebesar Rp 2,79 Triliun. Penyebabnya adalah kenaikan bahan bakar, yaitu batu bara yang terjadi sepanjang tahun 2021. Sebagai informasi, beban bahan bakar dan energi ini porsinya bisa mencapai 30% dari total beban produksi.
Anda kesulitan mengatur waktu untuk analisa laporan keuangan? Anda bisa menggunakan E-Book Quarter Outlook Q4 2021. Dengan E-Book ini, Anda akan mendapatkan hasil analisa saham-saham potensial dari RK Team. Anda bisa mendapatkannya di sini.
Kinerja INTP
Karena hingga saat ini INTP belum mengeluarkan laporan keuangan FY 2021, maka kita bisa gunakan laporan Q3 2021. Diperkirakan volume penjualan semen INTP sepanjang tahun 2021 juga mengalami kenaikan 3%, dari 17,1 Juta Ton di tahun 2020 menjadi 17,6 juta Ton di tahun 2021.
Kenaikan ini didorong oleh kenaikan penjualan dari segmen ritel INTP. Yang mana mulai terkendalinya kasus Covid-19 membuat masyarakat mulai berani berbelanja semen untuk kebutuhan pembangunan rumah.
Pendapatan INTP di Q3 2021 sebesar Rp 10,7 Triliun naik 4,6% dibandingkan Q3 2020 sebesar Rp 10,1 Triliun. Laba bersih juga ikut naik sebesar 8,2%. Di Q3 2021 laba bersih SMGR sebesar Rp 1,2 triliun sedangkan di Q3 2020 sebesar Rp 1,1 Triliun.
Meskipun kinerja INTP terlihat baik dibandingkan dengan SMGR, kami memperikarakan kinerja FY INTP akan ikut tertekan juga mengingat kenaikan harga bahan batubara sepanjang tahun 2021.
Prospek & Tantangan Emiten Semen
Kenaikan volume penjualan semen memperlihatkan adanya kebangkitan di industri ini, mengingat pandemi di tahun 2020 sangat memukul kinerja emiten di industri semen. Proyek infrastruktur yang banyak ditunda di tahun 2020 – 2021, harapannya akan mulai berjalan kembali di tahun 2022 ini.
Salah satunya, proyek infrastruktur pemerintah sebagai growth driver di industri ini selama beberapa tahun kebelakang. Disamping itu, tren permintaan semen di segmen retail yang pulih di tahun 2021 nampaknya akan tetap berlanjut di tahun 2022.
Meskipun begitu, kami melihat ada beberapa tantangan yang harus dihadapi emiten yang berada di industri ini. Pertama adalah persaingan yang ketat antara pemain semen. Selain 4 pemain yang melantai di BEI, masih banyak pemain lain seperti Semen Bosowa, Semen Merah Putih, Semen Conch, Semen Kupang dan sebagainya. Belum lagi di pertengahan tahun 2021, industri semen nasional kedatangan pemain baru, yaitu Semen Imasco Asiatic dan Semen Grobogan.
Sayangnya, persaingan yang ketat dan terus meningkatnya pemain baru tidak diimbangi dengan meningkatnya permintaan semen nasional. Justru, gap antara kapasitas produksi dan permintaan semen nasional terus meningkat. Sehingga, tingkat utilitas mesin produksi pemain semen nasional kurang produktif.
Dengan menurunnya permintaan semen ini, akhirnya para pemain semen ada yang menurunkan harga jualnya. Agar semen mereka masih tetap bisa laku di pasaran. Karena kondisi pasar inilah yang menyebabkan pemain di industri semen melakukan perang harga.
Perang harga yang sedang terjadi ditambah naiknya harga batu bara, tentunya menjadi tantangan yang harus dihadapi emiten semen di tahun 2022 ini. Jadi, bagaimana? Apakah tertarik membeli saham emiten semen? Apakah ini peluang untuk masuk? Atau justru kita hindari? Tulis pendapat kalian di kolom komentar.
DISCLAIMER : Tulisan ini bukan bersifat rekomendasi beli atau jual. Tulisan ini bersifat untuk edukasi berdasarkan sudut pandang penulis pribadi. Do Your Own Research sebelum memutuskan untuk membeli atau menjual saham.
Info:
Cheat Sheet LK Q4 2021 telah terbit. Anda dapat memperolehnya di sini.
Isi Pesan
Isi Pesan