Terakhir diperbarui Pada 25 Maret 2024 at 1:54 pm
PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) merupakan emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar di Indonesia. Kapitalisasi pasar BBCA berada di kisaran Rp 800 triliun, atau hampir setara dengan 11% kapitalisasi pasar IHSG (berkisar Rp 7100 triliun). Saham BCA sendiri dikuasai oleh dua bersaudara: Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono di mana kedua orang ini adalah sama-sama top 2 orang terkaya di Indonesia menurut Forbes 2020 dengan total kekayaan mencapai US$ 38.8 miliar (setara dengan Rp 554.8 triliun untuk kurs USD/IDR Rp 14.300). Untuk mencapai posisi sekarang ini, seperti apa kegigihan keduanya ?
Daftar Isi
Masa Kecil – Remaja
Michael (kakak) dan Budi (adik) Hartono berasal dari keluarga Tionghoa yang merantau ke Indonesia –di mana pada zaman dulu masih bergantung kepada usaha berdagang. Ayah Michael dan Budi, Oei Wie Gwan, mendirikan berbagai bisnis pada saat pertama kali tiba di Kudus, Jawa Tengah. Bisnis pertama yang didirikan adalah pabrik mercon cap “Leo” yang sudah siap untuk diekspor ke luar negeri, tetapi sangat disayangkan bahwa pabrik tersebut terbakar dan terpaksa ditutup.
Michael dan Rudi Hartono. Source : www.finansialku.com
Tidak berhenti sampai di sana, Oei Wie Gwan membuka bisnis lain lagi dengan membeli pabrik kretek bernama Djarum Graphophon pada tahun 1951 – di mana saat itu pabrik rokoknya hanya berisi 10 pegawai saja. Dan untuk kedua kalinya, pabrik tersebut kembali terbakar. Oei Wie Gwan meninggal dunia pada tahun 1963.
Source : komunitaskretek.or.id
Bisnis Rokok – PT Djarum
Mengetahui kondisi keluarganya, Michael dan Budi yang kala itu sedang kuliah ekonomi di Universitas Diponegoro, terpaksa untuk pulang dan melanjutkan bisnis keluarganya. Saat itu mereka mendirikan ulang dari awal lagi perusahaan pabrik rokok yang terbakar, dan akhirnya rokok Djarum berkembang pesat. Saat itu, rokok Djarum terkenal sebagai rokok SKT (sikaret kretek tangan) dan SKM (sikaret kretek mesin), sehingga dapat diproduksi dalam skala besar. Namun, untuk mempertahan kualitas, Michael dan Budi tetap membuat dan memfokuskan penjualan rokok SKT dengan dikerjakan secara manual oleh buruh terampil.
Sampai pada tahun 1970-an, barulah rokok SKM mulai diperkenalkan secara masif ke pasar yang telah dapat diproduksi dengan standard tinggi menggunakan teknologi yang canggih pula. Di tahun 1970-an ini jugalah, PT Djarum mendirikan penelitian research and development (R&D) untuk keperluan pengembangan rokok dan juga langkah awal bisnis ekspor perusahaan. Sampai akhir tahun 1970-an, produk Djarum telah masuk pasar ekspor dan telah dikirim ke berbagai negara di Asia, dan sampai juga ke Amerika dan Australia. Beberapa merk Djarum untuk pasar internasional di antaranya: Djarum Cherry, LA Menthol Lights, Djarum Menthol, LA Lights, Djarum Vanilla, Djarum Black Supersmooth, dan Djarum Black Menthol Supersmooth.
Bisnis Elektronik – Polytron
Setelah sukses di industri rokok, Michael dan Budi kemudian memikirkan untuk merambah bisnis di industri lain untuk memperluas jangkauan bisnisnya. Akhirnya, mereka berkecimpung ke industri elektronik dengan memproduksi barang-barang elektronik yang hingga saat ini dikenal dengan merk Polytron. Bisnis Polytron juga berkembang dari produksi TV pertama yang hitam putih, kemudian menjadi TV berwarna, lalu perangkat elektroni audio. Pada akhirnya Polytron juga dapat menguasai 50% pangsa pasar Indonesia untuk perangkat elektronik audio pada tahun 1990, dan terus berekspansi ke pasar internasional, serta dengan mengekspor TV berwarna sampai ke beberapa negara di benua Eropa.
Source : polytron.co.id
Sekarang, Polytron telah berkembang menjadi perusahaan yang tidak hanya memproduksi TV atau perangkat audio saja. Tetapi telah meningkat juga ke segmen mobile phone, smartphone, dan juga appliances seperti kulkas, peralatan dapur, mesin cuci, AC, dan sebagainya.
Bisnis Perbankan – BBCA
Djarum Group milik Michael dan Budi Hartono pada awalnya memiliki Bank Haga dan Bank Hagakita di sektor perbankan semasa pemerintahan Order Baru. Hanya saja, Michael dan Budi mulai agresif untuk serius di industri bank pasca konsorsium Faralon Investment Limited yang membeli BCA di tahun 2002. Perlu diketahui, porsi kepemilikan Djarum Group di BCA pada awalnya hanya 10%, tetapi meningkat lagi menjadi 47.15% pada tahun 2007 dan menjadi 51% pada Desember 2010. Akhirnya, sebelum penambahan saham BCA yang terakhir pada tahun 2010, Djarum Group melepas kepemilikan sahamnya di Bank Haga dan Bank Hagakita.
Sebagai informasi, Bank BCA ini pada awalnya dimiliki oleh Liem Sioe Liong atau yang dikenal sebagai Sudono Salim, yang merupakan pendiri Salim Group (bisnis Salim Group: Indofood, Indomobil, Indosiar, Indocement, Indomaret, Indomarco.). Tetapi sekarang telah dimiliki oleh duo Michael dan Budi Hartono. Dengan kapitalisasi BCA sekarang senilai Rp 838.27 triliun, kepemilikan 51% saham BBCA bagi Michael dan Budi Hartono artinya adalah senilai Rp 427.5 triliun (atau hampir ±77% dari total kekayaan Michael dan Budi Hartono).
Bisnis Lainnya (Digital dan Properti) dan Yayasan Djarum Foundation
Michael dan Budi terus mendiversifikasinya ke bisnis digital, di mana pada tahun 2011 kemarin mereka meluncurkan Global Digital Prima (GDP) yang nantinya digunakan untuk menggandeng Kaskus, forum digital di Indonesia. Lalu kemudian meluncurkan platform e-commerce Blibli.com, dan juga platform media digital lainnya seperti Kumparan, DailySocial, Merah Putih Inc, lintasberita.com, dan krazymarket.com.
Untuk sektor properti, Michael dan Budi Hartono memiliki beberapa perusahaan properti seperti: Puri Cugni (mengelola Hotel Malya Bandung dan Sekar Alliance Hotel Management, yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan Padma Hotels); Graha Padma Internusa, Cipta Karya Bumi Indah yang membangun Whole Trade Center (WTC) Mangga Dua dan Grand Indonesia; Bukit Muria Jaya Estate, Fajar Surya Perkasa yang membangun Mall Daan Mogot; dan Nagaraja Lestari yang membangun Pulogadung Trade Center.
Sedangkan untuk Djarum Foundation, memang dibentuk sebagai salah satu bentuk CSR (corporate social responsibility) dari DJarum Group yang dimulai pada awalnya dari kegiatan Bakti Sosial Kudus pada tahun 1951. Kegiatan sosial ini dilakukan di berbagai bidang seperti: olahraga, pendidikan, lingkungan, dan sebagainya. Namun akhirnya, Djarum Foundation sendiri berubah menjadi non-profit organization (NGO) yang diresmikan pada tahun 1986. Karena Hartono bersaudara dikenal sebagai penggemar bulutangkis, maka akhirnya lahir jugalah Perkumpulan Bulutangkis Djarum atau biasa dikenal sebagai PB Djarum yang pada akhirnya berhasil memunculkan nama-nama yang mengharumkan nama Indonesia di kancar internasional seperti Liem Swie King, Rudy Hartono, Christian Hadinata, Alan Budikusuma, Haryanto Arbi, Sigit Budiarto, Lilyana Natsir, dan atlit generasi sekarang juga seperti Kevin Sanjaya, Jonathan Christie, dan Anthony Sinisuka Ginting.
Apa yang Dapat Dipelajari dari Hartono Bersaudara?
Meskipun bukan lahir dari keluarga yang berada dan tidak melalui jalur hidup yang mudah, tetapi Hartono bersaudara tidak menyerah dan malah dapat mengembangkan bisnisnya seperti sekarang. Apa yang dapat kita pelajari dari Hartono bersaudara ?
Kerja Keras dan Cerdas
Ketika Hartono bersaudara terpaksa pulang dari kuliahnya untuk melanjutkan bisnis keluarga, mereka bisa saja menyerah dan tinggal bekerja dengan orang untuk menyambung hidupnya. Tetapi, mereka tidak menyerah dan justru terpacu untuk bekerja keras dan cerdas. Pabrik rokok Djarum yang didirikan oleh almarhum ayah mereka, dan kemudian disulap menjadi pabrik rokok yang skalanya sudah internasional.
Selain itu, mereka juga tidak langsung buta oleh kemungkinan instan yang bisa diperoleh dengan menggunakan mesin pada awal-awal tahun bisnisnya, tetapi mengedepankan kualitas terlebih dahulu. Barulah setelah teknologi mencukupi, Hartono bersaudara mulai menggunakan mesin untuk memproduksi rokok.
Diversifikasi Bisnis
Setelah memiliki bisnis rokok yang bertumbuh pesat dan menguasai pasar, Hartono bersaudara tidak berhenti di sana saja, tetapi memikirkan alternatif bisnis lain yang bisa dirambah juga, agar jangkauan bisnisnya tidak terbatas pada satu industri saja.
Barulah Hartono bersaudara kemudian masuk ke bisnis-bisnis lain seperti: elektronik (Polytron), digital, perbankan, dan sebagainya. Langkah yang diambil ini juga dapat meminimalisir risiko seandainya ada bisnis di sektor tertentu yang sedang down dan dapat ditopang oleh kinerja bisnis lainnya.
Pandai melihat peluang
Ketika sektor elektronik mulai ramai diperbincangkan pada tahun 1980-1990-an, Hartono bersaudara melihat sebuah peluang adanya perkembangan elektronik yang akan dapat diadopsi oleh banyak orang di Indonesia. Hal inilah yang kemudian menjadi alasan Hartono bersaudara mendirikan Polytron.Dengan strategi, pengalaman bisnis, timing yang tepat, dan industri yang sedang berkembang, Polytron berkembang menjadi salah satu bisnis yang sangat baik bagi perusahaan.
Tidak hanya Polytron, kepiawaian Hartono bersaudara juga paling terlihat sejak akuisisi kepemilikan mayoritas BCA pada tahun 2010 sebesar 51% melalui Dwimuria yang 100% sahamnya dimiliki oleh Hartono bersaudara. Saham BCA yang pada tahun 2010 hanya berkisar di harga Rp 4.000 – 6.000/sahan sekarang telah berkembang menjadi Rp 34.000 per lembar saham.
Kesimpulan
Perjalanan hidup Hartono bersaudara tidak semulus yang dibayangkan. Lahir bukan dari keluarga yang kaya, Hartono bersaudara berasal dari keluarga perantau yang harus mulai dari 0 saat sampai di Indonesia. Tetapi, hal tersebut bukan menjadi alasan bagi Hartono bersaudara untuk menyerah, dan bahkan mereka malah meneruskan usaha almarhum ayahnya sehingga bisa menjadi seperti sekarang.
Ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari kisah perjalanan Hartono bersaudara, di antaranya adalah: 1) Untuk terus kerja keras dan kerja cerdas, 2) Mendiversifikasi bisnis, dan 3) Pandai melihat peluang yang ditawarkan kepada kita.
###
Info: