Pemberlakukan PSBB yang masih terjadi hingga saat ini, telah mendorong PT Matahari Putra Prima (MPPA) untuk memperkuat lini bisnis penjualan online. Adapun target pertumbuhan pendapatan online yang diincar oleh MPPA melalui kanal digital adalah sekitar 12% – 15%. Pertanyaannya sekarang, kira-kira bagaimana strategi MPPA dalam memperkuat lini bisnis penjualan online nya ? Dan bagaimana prospek MPPA ke depan pasca memperkuat bisnis melalui kanal digital ?
Daftar Isi
Awal Mula MPPA Merambah Kanal Digital
Pengembangan bisnis MPPA ke arah kanal digital ini setidaknya telah dilakukan oleh MPPA sejak tahun 2017. Keberadaan e-commerce sejak saat itu, sudah menjadi peluang untuk MPPA mendorong penjualan di luar dari gerai offline nya. Hasilnya MPPA pun membentuk dan mematangkan pengembangan tim bisnis e-commerce, salah satunya dengan bekerja sama dengan MatahariMall.com
Selanjutnya di tahun 2018, MPPA kembali mengembangkan bisnis online nya dengan meluncurkan aplikasi Hypermart Online, untuk melayani pembelian secara online yang merangkul ke empat gerai MPPA di Jabodetabek. Aplikasi Hypermart Online bisa di akses oleh konsumen melalui web, maupun dalam versi mobile phone. Dalam hal ini, MPPA tidak berjalan sendiri, melainkan bekerja sama dengan OVO dan Grab Delivery. Aplikasi tersebut untuk mendorong penjualan melalui kanal digital, dan memudahkan pembayaran, serta pembelanjaan online yang bisa diantar dalam radius minimal 5 km.
Berikutnya di tahun 2019, MPPA kembali melanjutkan penguatan strategi bisnis online dengan memperkuat aplikasi Hypermart Online sebagai aplikasi yang bersifat Offline to Online (O2O). Di mana MPPA melibatkan hampir berbagai gerai Hypermart di Jabodetabek, dan menaikkan radius pengantaran pembelanjaan online menjadi 10 km.
Versi Website. Source : http://www.hypermart.co.id/
Versi mobile phone. Source : Google Play
MPPA Perkuat Kanal Digital
Nah, di tahun ini MPPA juga kembali memperkuat kanal digitalnya, apalagi di tengah situasi pandemi Covid-19 seperti belakangan waktu ini. Keadaan tersebut, akhirnya membuat MPPA memutuskan untuk berkolaborasi dengan salah satu perusahaan marketplace ternama yakni PT Shopee Indonesia. Kolaborasi ini, sejalan dengan fokus MPPA yang tengah menggenjot bisnis Fast Moving Consumer Goods (FMCG) ke dalam jaringan bisnis online, agar semakin besar. Ngobrol mengenai kolaborasi dengan Shopee, rasanya telinga kita sudah tak asing lagi ya mendengar kata ‘Shopee’..
Shopee ini dikenal sebagai platform belanja online jual beli yang bisa dilakukan hanya melalui ponsel saja (mobile platform). Shopee sendiri adalah mobile platform pertama di Asia Tenggara, yang digunakan di beberapa negara antara lain : Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Taiwan. Shopee hadir menawarkan berbagai macam produk kebutuhan sehari-hari, tak hanya itu saja Shopee juga menyediakan beberapa fitur sosial. Bahkan Shopee juga menampilkan rating dan review, dari toko yang memperjual-belikan barangnya melalui Shopee.
Source : https://shopee.co.id/
Kolaborasi baru ini, setidaknya telah menempatkan posisi MPPA dalam kemitraan dengan operator marketplace terkemuka dan terbesar di Indonesia. Hal itu ditandai dengan MPPA merilis online store, bernama Hypermart Official Store yang kini hadir di aplikasi Shopee. Sehingga MPPA sudah bisa menyalurkan seluruh penjualan barang-barang Hypertmart berupa ragam makanan dan produk rumah tangga melalui aplikasi Shopee…
Source : Via Aplikasi Shopee versi mobile phone
Dengan adanya Hypermart Official Store tersebut, MPPA sudah melibatkan sekitar 23 gerai Hypermart di Jabodetabek telah terhubung ke dalam jaringan Shopee. Ke depannya, MPPA akan kembali menambah lebih banyak gerai secara nasional ke dalam platform aplikasi Shopee seperti Foodmart, Primo, Hyfresh, Boston, FMX dan SmartClub. Adapun target yang ditetapkan oleh MPPA, ialah mengintegrasikan seluruh gerainya yang berjumlah sekitar 150 ke dalam platform aplikasi Shopee, hingga akhir tahun 2020 ini. Penambahan gerai ke dalam platform dinilai bisa menjadi perpanjangan tangan konsumen Indonesia, dalam mengakses dan memenuhi seluruh kebutuhan rumah tangganya.
Tak hanya itu, keputusan MPPA yang memperkuat bisnisnya ke kanal digital ini, juga bisa dikatakan cukup beruntung. Karena di awal kerja sama kemarin, MPPA ini telah mendapatkan diskon sebesar 50% dari Shopee dan gratis biaya pengiriman (free ongkir).
Bagaimana Kinerja MPPA ?
Jika hingga kini MPPA masih terus memperkuat bisnis melalui kanal digital, lantas bagaimanakah dengan kinerja MPPA sendiri ?
Kinerja Profitabilitas MPPA
Berdasarkan Laporan Keuangan Kuartal II-2020, total Pendapatan MPPA adalah sebesar Rp 3.67 triliun, turun sekitar -20.90% YoY, jika dibandingkan dengan total Pendapatan MPPA yang sebesar Rp 4.64 triliun di Kuartal II-2019. Dari total Pendapatan Kuartal II-2020 tersebut, MPPA ini mencatatkan Penjualan Langsung Rp 3.63 triliun per Kuartal II-2020, turun -20.91% YoY dari Rp 4.59 triliun di Kuartal II-2019. Demikian halnya, dengan Penjualan Konsinyasi Rp 263.5 miliar per Kuartal II-2020, turun -17.11% YoY dari Rp 317.9 miliar di Kuartal II-2019. Sejalan dengan penurunan Pendapatan tersebut, MPPA juga harus mencatatkan rugi bersih –Rp 219.2 miliar per Kuartal II-2020.
Pertanyaannya sekarang, lho bukannya bidang usaha MPPA ini masuk ke dalam kategori ’11 Bidang Usaha yang Diizinkan Beroperasi selama PSBB’, kenapa pendapatannya masih turun ?
MPPA melalui salah satu unit bisnis Hypermart, memang tetap beroperasi selama PSBB Jabodetabek. Namun, nyatanya lonjakan permintaan stok pangan akibat kekhawatiran adanya karantina wilayah, tidak sepenuhnya mampu mendongkrak kinerja MPPA hingga menutup Kuartal II-2020 kemarin. Salah satu alasan yang menjadikan MPPA masih merugi meskipun tetap beroperasi selama PSBB, adalah pertimbangan lokasi Hypermart sendiri yang cenderung lebih jauh untuk dijangkau warga. Seperti yang kita tahu, selama pemberlakuan PSBB kemarin, sebagian besar warga lebih enggan untuk bepergian jauh meski hanya ke supermarket-supermarket besar, seperti halnya Hypermart.
Situasi yang demikian, semakin menyulitkan supermarket besar untuk bersaing dengan operator minimarket yang mengusung konsep franchise. Di mana keberadaannya cenderung lebih tersebar merata di hampir setiap lokasi. Dalam kasus ini, sebut saja Alfamart yang merupakan gerai belanja offline milik PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) yang sangat mudah kita temui di mana saja.
Dan untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai kinerja MPPA, ada baiknya jika kita melihat kinerja profitabilitas MPPA secara historis, dari grafik di bawah ini :
Grafik Pertumbuhan Pendapatan MPPA. Source : Cheat Sheet Kuartal II-2020
[Klik, untuk Berlangganan Cheat Sheet Q2 2020]
Berdasarkan grafik di atas, kita mendapatkan fakta bahwa penurunan yang dialami MPPA, bukan hanya terjadi di tahun ini saja. Melainkan sudah terjadi minimal dalam lima tahun terakhir, di mana pada tahun 2015, MPPA ini sempat berhasil mencetak keuntungan terbesarnya hingga Rp 13.9 triliun. Sayangnya, sejak memasuki tahun 2016, pendapatan MPPA terus mencatatkan perlambatan.
Grafik Pertumbuhan Laba MPPA. Source : Cheat Sheet Kuartal II-2020
[Klik, untuk Berlangganan Cheat Sheet Q2 2020]
Bahkan di saat yang sama, pertumbuhan Laba MPPA juga terus tertekan. Dapat terlihat dari grafik di atas, Laba MPPA ini terus menurun dan tertekan. Tercatat MPPA sempat membukukan Rugi Bersih yang cukup besar selama dua tahun berturut-turut, sebesar –Rp 1.24 triliun di tahun 2017 dan sebesar –Rp 898 miliar di tahun 2018.
Kinerja Keuangan MPPA
Fakta lain yang juga bisa kita sorot adalah kinerja keuangan MPPA. Pertama, dari sisi Ekuitas MPPA ini terus mengalami penurunan di setiap tahun, dari sebesar Rp 5.68 triliun di tahun 2011, terus turun hingga Rp 311.4 miliar per Kuartal II-2020. Artinya, hampir 11 tahun berjalan, MPPA justru mencatatkan rata-rata penurunan dengan CAGR sebesar -27.6% per tahun…
Penurunan Ekuitas dalam 11 tahun kinerja MPPA. Source : Cheat Sheet Kuartal II-2020
Sedangkan untuk Liabilitas MPPA, justru cenderung tumbuh tinggi dengan rata-rata pertumbuhan CAGR sebesar -0.7% per tahun. Akibatnya, hal itu sangat membebani kemampuan perusahaan dalam membayar utangnya. Hal ini tercermin dari rasio hutang terhadap Ekuitas (DER) MPPA yang membengkak hingga ke level 14.00x, artinya kemampuan MPPA dalam mengcover hutang-hutangnya sangatlah berisiko.
DER MPPA sangat tinggi. Source : Cheat Sheet Kuartal II-2020
Sebagai gambarannya, bisa dilihat dari Liquidity Ratio MPPA yang berada di level 0.59x, menandakan bahwa Aset Lancar perusahaan tidak cukup kuat untuk membayar utang jangka pendeknya. Terlebih lagi, cash ratio MPPA yang berada di level 0.1x, juga sangat tidak mungkin digunakan untuk membayar utang jangka pendek. Kedua rasio tersebut menunjukkan kemampuan MPPA dalam mengcover utang-utangnya terlalu berisiko, jika hanya mengandalkan modal dari perusahaan saja.
Liquidity Ratio MPPA rendah. Source : Cheat Sheet Kuartal II-2020
Kendati demikian, sekalipun di tengah kerugian yang masih dibukukan oleh MPPA, dan di tengah ancaman pandemi Covid-19. MPPA ini terbilang sangat beruntung, karena tidak sampai hati menjatuhkan keputusan PHK kepada seluruh karyawannya. Pernyataannya tersebut dengan tegas disampaikan oleh MPPA melalui keterbukaan informasi BEI. Nah, artikel yang terkait dengan MPPA ini bisa di baca lagi pada link di bawah ini…
Apakah Kanal Digital akan Mendongkrak Penjualan MPPA ?
Lantas bagaimana selanjutnya, apakah dengan MPPA perkuat kanal digital akan mampu mendongkrak penjualan ?
Sejauh pembahasan kita mengenai MPPA perkuat kanal digital ini, nampaknya hal itu tidak akan berpengaruh besar pada kontribusi pendapatan perusahaan. Meskipun MPPA sudah memanfaatkan sebaik mungkin peluang dari pengembangan bisnis melalui kanal digital. Mulai dari meluncurkan aplikasi via mobile phone yakni Hypermart Online, hingga yang terbaru melakukan kolaborasi bersama salah satu marketplace ternama yakni Shopee. Namun, faktanya bisnis e-commerce yang kini tengah merajalela, tidak selalu bisa dikatakan sebagai investasi yang brilian.
Mengingat tantangan bisnis melalui kanal digital juga terbilang cukup berat, bahkan tak jarang justru menimbulkan kerugian kepada pelaku industri. Dan situasi inilah yang mungkin tengah dihadapi oleh MPPA, di mana MPPA masih harus menghadapi beberapa kondisi, antara lain :
- Perusahaan masih harus merancang strategi baru, agar bisnis yang digenjot melalui kanal digital bisa lebih menjangkau pelanggan baru dengan ukuran yang lebih luas lagi.
- Melakukan dan menciptakan inovasi-inovasi baru yang memungkinkan Perusahaan mampu berdaya saing, dengan kompetitor sejenis yang sudah lebih dulu menguasai pasar secara
- Menumbuhkan dan mempertahankan loyalitas konsumen di tengah-tengah banyaknya kompetitor sejenis. Di mana konsumen saat ini lebih memiliki banyak pilihan dan varian barang kebutuhan, yang sudah tersebar di berbagai online shop maupun e-commerce
- Kompetisi harga yang sangat ketat, tak jarang harga yang ditawarkan sudah di luar batas wajar pasaran. Jika Perusahaan tidak mampu mengimbangi situasi ini, bukan tidak mungkin pendapatan perusahaan, hanya akan cukup untuk menutupi biaya operasional saja.
- Up to date mengikuti perkembangan trend konsumen, penjualan produk melalui kanal digital memang tidaklah mudah, di mana perusahaan ditantang untuk memiliki banyak wawasan akan tren yang tengah digemari konsumen. Dengan begitu perusahaan akan dengan mudah menawarkan trend yang tengah gandrung.
- Dan masih banyak tantangan lainnya..
Kesimpulan
Kembali lagi pada pertanyaan di awal, bagaimana strategi MPPA dalam memperkuat lini bisnis penjualan online nya ? Dan bagaimana prospek MPPA ke depan pasca memperkuat bisnis melalui kanal digital ?
Salah satu upaya yang terbaru yang baru dilakukan oleh MPPA adalah menggaet dan berkolaborasi dengan PT Shopee Indonesia, dengan menghadirkan online store bernama Hypermart Official Store dalam platform marketplace Shopee. Kolaborasi keduanya ini diklaim akan mampu memperkuat pemasaran produk-produk MPPA melalui kanal digital. Sehingga diyakini akan berdampak pada perbaikan kinerja MPPA, yang sejak tahun 2016 terus mencatatkan penurunan pendapatan dan membukukan rugi bersih.
Kendati dinilai menguntungkan kedua belah pihak, namun sebaiknya kita juga tidak melupakan sejumlah tantangan yang mungkin menghadang pencapaian kinerja MPPA. Mengingat tantangan bisnis melalui kanal digital juga terbilang cukup berat, bahkan tak jarang justru menimbulkan kerugian kepada pelaku industri. Di mana MPPA harus merancang strategi baru, melakukan dan menciptakan inovasi-inovasi baru, menumbuhkan dan mempertahankan loyalitas konsumen, kompetisi harga yang sangat ketat, up to date mengikuti perkembangan trend konsumen, dan sejumlah tantangan lainnya…
Dan berkaitan dengan prospek MPPA sendiri, tentu hasil dari upaya perusahaan merambah kanal digital belum bisa terlihat dan diprediksikan dalam waktu dekat. Oleh karenanya, tidak ada salahnya jika berharap, bahwa apapun upaya yang ditempuh oleh MPPA akan membuahkan hasil yang baik bagi pertumbuhan bisnis retailnya…
###
Info:
Tags : MPPA Makin Agresif di E-Commerce | MPPA Makin Agresif di E-Commerce | MPPA Makin Agresif di E-Commerce | MPPA Makin Agresif di E-Commerce | MPPA Makin Agresif di E-Commerce | MPPA Makin Agresif di E-Commerce | MPPA Makin Agresif di E-Commerce | MPPA Makin Agresif di E-Commerce