Terakhir diperbarui Pada 21 Februari 2019 at 6:08 am
Dari mana saya harus mempelajari cara menganalisis saham? Mengapa perlu mempelajari Analisa Fundamental saham ? Analisa fundamental saham merupakan analisa yang mempelajari kondisi fundamental perusahaan termasuk mempelajari rasio keuangan perusahaan, dan umumnya digunakan untuk menentukan saham yang ingin dibeli atau dijual.
Bagaimana caranya menganalisis fundamental perusahaan? Bagaimana cara menghitung dan menyimpulkan rasio keuangan? Simak ulasan berikut ini…
Artikel ini dipersembahkan oleh:
Daftar Isi
Mengapa Perlu Analisa Fundamental Saham?
Ada sebuah pepatah mengatakan: “Ibarat kucing dalam karung”, yang artinya seseorang membeli sesuatu tanpa mempelajari apa yang dibelinya terlebih dahulu.
Sementara salah satu prinsip dasar dalam berinvestasi adalah: “Buy what you know, and know what you buy”, yang artinya: “Belilah yang Anda ketahui, dan ketahuilah yang Anda beli”. Artinya dalam berinvestasi, jangan pernah sekalipun membeli produk investasi yang tidak kita kenali, dan tidak kita ketahui perkiraan nilainya.
Dalam berinvestasi saham sendiri, agar terhindar dari risiko stres, maka kita harus mengetahui kondisi perusahaan yang sahamnya akan kita beli. Analisis ini penting untuk mengetahui kondisi perusahaan tersebut, yang dikenal sebagai Analisa Fundamental. Di mana analisa fundamental saham ini mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kondisi dasar (fundamental) sebuah perusahaan, baik secara kuantitatif (keuangan), maupun kualitatif (non-keuangan).
Analogi untuk analisa fundamental saham ini seperti membeli sapi, kita perlu mengamati bentuk badan, bulu, bobot, kesehatan, hingga mental sapi tersebut sebelum memutuskan untuk membelinya. Dengan analisa fundamental saham ini, kita akan memperhatikan sampai ke kondisi kandang dan kesehatan sapinya. Demikian pula ketika membeli sebuah saham, kita perlu menganalisa semua aspek penting yang menentukan prospek sebuah perusahaan dan memperkirakan nilainya.
Dalam hal ini, sapi adalah analogi untuk perusahaan, dan kandang adalah kondisi pasar modal. Seorang Investor ternama Warren Buffet pun mengatakan:
“Membeli saham adalah membeli sebuah bisnis, artinya kita harus menganalisa bisnisnya, bukan sekedar pergerakan harga sahamnya”
Analisa Fundamental Saham: Top Down Approach
Salah satu pendekatan Analisa Fundamental Saham yang sering digunakan adalah Top Down Approach, yaitu analisa yang dimulai dari kondisi ekonomi makro, industri perusahaan, baru kemudian menganalisa kondisi perusahaannya. Berikut adalah ketiga tahap Top Down Approach tersebut:
#1 Kondisi Makro Dunia Usaha
Faktor ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan ekonomi pemerintah, seperti kebijakan suku bunga. Jika suku bunga tinggi, investor lebih suka menanamkan uangnya di Bank, sehingga menghambat pertumbuhan bisnis perusahaan. Sebaliknya, jika suku bunga rendah, saham menjadi pilihan investor dan perusahaan juga lebih giat berbisnis.
Pertumbuhan ekonomi juga menentukan harga saham, jika ekonomi lesu, maka kinerja perusahaan ikut memburuk dan membuat harga saham turun. Jika ekonomi menguat, prospek perusahaan akan bertambah cerah, demikian pula harga sahamnya. Faktor kestabilan politik pun ikut mempengaruhi kondisi dunia usaha dan juga tentunya harga saham.
#2 Kondisi Sektor dan Industri
Dalam kondisi industri di mana suatu perusahaan berada juga turut mempengaruhi naik turunnya harga saham perusahaan tersebut. Hal ini karena industri yang bertumbuh pesat akan melambungkan harga saham perusahaan industri tersebut.
Ambil contoh, sektor pertambangan pada tahun 2007 harga komoditas meroket tajam akibat harga minyak dunia yang naik drastis. Harga-harga saham tambang batubara dan minyak pun ikut naik tajam karena pendapatan melambung dan laba yang dihasilkan semakin besar. Namun ketika tahun 2015 harga minyak dunia turun hingga titik terendahnya, harga saham pertambangan pun mengalami kelesuan hingga banyak yang turun drastis.
#3 Kondisi Fundamental Perusahaan
Kondisi Fundamental perusahaan pastinya mempengaruhi pergerakan harga sahamnya. Apakah perusahaan memiliki manajemen yang solid dan profesional? Seperti apa kondisi keuangan perusahaan? Apakah manajemen dikelola oleh orang yang jujus dan beretika? Hal-hal tersebut sangatlah vital untuk menentukan bagus tidaknya fundamental sebuah perusahaan. Perusahaan berfundamental kokoh biasanya memiliki harga saham yang bagus.
Analisa Fundamental Saham: Nilai Instrinsik dan Rasio Keuangan
Setelah melakukan pendekatan analisa Top Down Approach, hal selanjutnya yang juga penting adalah menghitung nilai wajar (fair price) alias nilai intrinsik sebuah saham. Nilai wajar ini pun kemudian dibandingkan dengan harga pasar saham tersebut. keputusan transaksi beli atau jual pun nantinya didasarkan pada perbandingan nilai wajar dan harga pasar saham tersebut.
Untuk menghitung nilai wajar ini kita harus mengestimasi Arus Kas yang akan dihasilkan oleh perusahaan dari sekarang hingga seterusnya. Arus kas ini berasal dari laba bersih usaha. Arus kas ini kemudian divaluasikan dalam nilai saat ini dan dijumlah untuk mendapatkan nilai wajar. Metode ini ditemukan oleh Benjamin Graham, penulis buku The Intelligent Investor.
Perusahaan sekuritas biasanya memiliki analis saham yang menghitung nilai wajar sebuah saham. Analisa ini dilakukan secara berkala karena kondisi makro dan mikro sebuah perusahaan tentunya akan terus berubah. Para analis ini pun memiliki spesialisasi sektor industri untuk mempertajam keakuratan analisa.
Secara sederhana, harga saham dapat diprediksi dengan menganalisa data keuangan yang tersedia. Untuk menganalisa kondisi keuangan perusahaan, investor dapat memanfaatkan laporan keuangannya yang merupakan gambaran kondisi keuangan perusahaan pada suatu saat atau selama periode tertentu.
Laporan keuangan perusahaan yang sering dianalisa adalah laporan neraca dan laporan laba rugi. Neraca memperlihatkan seluruh aset yang dimiliki sebuah perusahaan pada suatu titik waktu serta sumber modal untuk membeli aset tersebut. secara berkala perusahaan publik yang terdaftar di bursa wajib memublikasikan laporan keuangannya.
Ada 6 rasio keuangan penting dalam menganalisa fundamental saham yang sering digunakan para analis fundamental dalam memilih saham.
#1 EPS (Earning Per ShareI)
Rasio pertama adalah EPS, atau kepanjangannya adalah Earning Per Share, yang berarti laba bersih per lembar saham. Bila EPS bernilai Rp100, artinya setiap lembar saham menghasilkan laba sebesar Rp100. Cara menghitung EPS yaitu jumlah laba bersih dibagi dengan jumlah lembar saham beredar. Rumus menghitung EPS adalah:
EPS = Laba Bersih : Jumlah Lembar Saham
Carilah perusahaan yang memiliki EPS yang bertumbuh dari waktu ke waktu (trendpositif). EPS yang menanjak menunjukkan perusahaan bertumbuh dengan baik. Kemungkinan besar penjualan dan labanya naik. Sebaliknya, EPS yang turun menunjukkan penurunan penjualan dan laba.
#2 PER (Price to Earning Ratio)
Rasio kedua adalah PER, atau kepanjangannya adalah Price to Earning Ratio, yaitu rasio yang menggambarkan keuntungan sebuah perusahaan dibandingkan harga sahamnya. Rumus untuk menghitung PER adalah:
PER = Harga Saham : Laba per Lembar Saham (EPS)
PER adalah lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan modal yang dipakai untuk membeli saham. Misalnya, saham seharga Rp100 dengan EPS sebesar Rp20 per tahun, artinya saham tersebut memiliki PER sebesar: Rp100 : Rp20 = 5x.
Artinya jika laba perusahaan tidak bertumbuh atau menyusut, alias tetap Rp20 per tahun, kita membutuhkan waktu 5 tahun untuk kembali modal. Ada 2 cara menghitung PER:
Trailing PER, yaitu PER yang dihitung berdasarkan EPS tahun lalu.
Forward PER, yaitu PER yang dihitung berdasarkan EPS estimasi di masa mendatang.
Sebuah saham dianggap murah bila PER-nya lebih rendah daripada PER rata-rata di dalam sebuah industri, misalkan sebuah perusahaan tambang memiliki PER di bawah rata-rata PER industri pertambangan, maka saham tambang tersebut akan dianggap murah.
Alternatifnya, bila kita tidak melihat rata-rata PER industri, sebagai patokan umumnya, saham dengan PER di bawah 10x dianggap murah, dan saham yang memiliki PER di atas 20x dianggap mahal.
#3 PBV (Price to Book Value)
Rasio ketiga adalah PBV, atau kepanjangannya adalah Price to Book Value, rasio yang menggambarkan seberapa besar pasar menilai harga sebuah perusahaan dibandingkan kekayaan bersihnya. Rumus untuk menghitung PBV adalah:
PBV = Harga Saham : Nilai Buku per Lembar Saham (BV)
Misalkan PBV sebesar 2x, artinya harga saham sudah tumbuh sebesar dua kali lipat dibandingkan kekayaan bersih suatu perusahaan. Umumnya investor disarankan untuk mencari saham dengan PBV yang lebih rndah daripada rata-rata PBV industri.
PBV yang tinggi bisa jadi disebabkan oleh harga pasar yang sudah terlampau tinggi. PBV rendah sering dijadikan indikator mencari saham yang murah atau Undervalued.
#4 ROE (Return On Equity)
Rasio keempat adalah ROE, atau kepanjangannya adalah Return On Equity, yaitu rasio perolehan laba bersih yang dibukukan perusahaan dibandingkan dengan total kekayaan bersih yang dimiliki oleh perusahaan. Rumus untuk menghitung ROE adalah:
ROE = Laba Bersih : Kekayaan Bersih
Misalnya, ROE sebesar 10% berarti setiap Rp100 kekayaan bersih perusahaan yang ditanamkan oleh pemodal dapat memberikan kontribusi laba bersih sebesar Rp10. ROE merupakan indikator seberapa efisien sebuah perusahaan dijalankan.
Pertanyaannya, bagaimana cara menilai ROE? Apakah misalnya ROE sebesar 20% itu bagus atau tidak? Ada 2 cara yang dapat digunakan untuk menilai ROE, yaitu:
Bandingkan dengan ROE perusahaan sejenis dalam industri yang sama, atau bisa juga membandingkan dengan rata-rata ROE industri.
Bandingkan ROE perusahaan dari waktu ke waktu (melihat trend-nya), apakah cenderung naik atau turun.
Sebaiknya kedua cara di atas digunakan bersama-sama untuk memperoleh analisa yang lebih lengkap. Carilah saham yang memiliki ROE yang meningkat serta cukup stabil. Angka ROE sebaiknya kalau bisa minimal 10%.
#5 DY (Dividend Yield)
Rasio kelima adalah Dividend Yield, yaitu rasio yang menggambarkan seberapa besar pembagian dividen yang dibagikan oleh perusahaan terhadap harga sahamnya di pasar. Rumus untuk menghitung Dividend Yield adalah:
DY = Dividend per Lembar Saham : Harga Saham
Misalnya, jika sebuah perusahaan membagikan dividen per lembar saham sebesar Rp100, dan harga saham saat ini sebesar Rp1.000, maka dividend yield-nya adalah sebesar 10%. Carilah saham yang memiliki dividend yield yang cukup besar karena hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki kestabilan laba bersih. Disarankan dividen yield minimal sebesar 3%.
Namun perlu dicatat, tidak semua emiten di Bursa Efek Indonesia membayar dividen. Perusahaan bisa saja pelit dalam membagi dividen asal harga sahamnya terus naik, karena keuntungan investasi saham sebetulnya bukan hanya dari dividen, namun juga dari capital gain.
Misalnya Microsoft. Inc yang harganya telah naik sebesar 240 kali lipat selama tahun 1986 hingga 2003, padahal pada periode tersebut Microsoft tidak pernah membagikan dividen.
#6 DER (Debt to Equity Ratio)
Rasio keenam adalah DER, atau kepanjangannya adalah Debt to Equity Ratio, yaitu rasio jumlah hutang dan kewajiban yang dimiliki perusahaan dibandingkan dengan modal bersihnya. Rumus untuk menghitung DER adalah:
DER = Total Kewajiban (Hutang) : Kekayaan Bersih (Modal Sendiri)
Bila DER < 1, maka menunjukkan bahwa perusahaan memiliki hutang lebih sedikit dibandingkan modal bersihnya, sedangkan bila DER > 1, maka perusahaan memiliki risiko keuangan yang besar. Secara umum, investor disarankan untuk mencari saham yang memiliki DER tidak lebih dari 1.
Analisia Fundamental Saham dan Rasio Keuangan
Analisa fundamental saham meliputi perhitungan nilai wajar (fair price) saham dan analisa rasio-rasio keuangan. Nilai wajar tersebut kemudian dibandingkan dengan harga pasar. Jika nilai wajar lebih tinggi dari harga saham, maka ada potensi keuntungan, dan keputusannya adalah membeli saham tersebut. Sebaliknya bila nilai wajar lebih rendah, maka keputusannya adalah menjual saham tersebut.
Ada 6 rasio keuangan yang perlu diingat dalam melakukan analisis fundamental, selain itu pertumbuhan dan kestabilan EPS, ROE, dan Dividen juga perlu disimak. Keenam rasio keuangan penting tersebut yaitu:
EPS (Earning Per Share)
PER (Price to Earning Ratio)
PBV (Price to Book Value)
ROE (Return On Equity)
DY (Dividend Yield)
DER (Debt to Equity Ratio)
Selain menganalisa rasio keuangan, para investor juga dapat melakukan analisa kualitatif (non-keuangan), yaitu mencari tahu mengenai manajemen perusahaan, keunggulan bersaing perusahaan, bagaimana cara perusahaan menghasilkan laba, dan bagaimana model bisnis perusahaan tersebut.
Apakah Anda pernah berinvestasi Saham? Seberapa signifikan kegunaan dan manfaat analisa fundamental saham yang Anda dapatkan?
Sumber Referensi:
Finansialku. 16 Mei 2017, Kenali Apa itu Analisis Fundamental, Beserta Rasio Keuangan Penting Yang Dipakai Dalam Berinvestasi Saham. https://www.finansialku.com/analisis-fundamental-dan-rasio-keuangan/
###
Info:
Monthly Investing Plan Desember 2018 sudah terbit. Anda dapat memperolehnya di sini.
Cheat Sheet LK Q3 2018 sudah terbit, Anda dapat memperolehnya di sini.
E-Book Quarter Outlook LK Q3 2018 sudah terbit. Anda dapat memperolehnya di sini