analisa saham MAIN

Terakhir diperbarui Pada 27 Februari 2019 at 10:24 am

Sebelum masuk ke pembahasan mengenai analisa saham MAIN. Sebenarnya penulis dalam artikel beberapa minggu lalu, sempat membahas mengenai momentum kebangkitan sektor Poultry di tahun 2018 ini setelah sempat terpuruk pada tahun 2017 lalu. Kalau Anda belum sempat baca artikel nya, Anda bisa baca kembali di sini.

Dalam artikel tersebut, kita membahas bahwa tahun 2017 merupakan tahun yang berat dan menantang bagi sektor Poultry (meskipun tidak seburuk di tahun 2015). Padahal, setahun sebelumnya (2016) industry Poultry merupakan sektor yang cukup bullish. Salah satu faktor seperti naiknya biaya bahan baku seperti jagung turut mempengaruhi kinerja emiten sektor poultry secara negatif.

Nah, jika kita berbicara mengenai sektor Poultry, maka mungkin nama yang akan ada di dalam Top of Mind kita adalah. : Charoen Phokpand (CPIN) dan Japfa Comfeed (JPFA). Sama hal nya kalau kita bicara mengenai sektor otomotif. Mungkin yang ada di dalam Top of Mind kita adalah : Astra International (ASII). Padahal selain ASII, Indomobil Group (IMAS) juga merupakan group yang besar. Nah di sektor Poultry, selain CPIN dan JPFA yang lebih banyak dikenal. Ada emiten sektor Poultry lainnya yang tidak begitu banuak dibicarakan atau dibahas oleh para analis, yaitu Malindo Feedmill (MAIN). Selain karena harga saham MAIN juga masih menunjukkan pola downtrend. Volume perdagangan MAIN juga tidak sebesar CPIN dan JPFA sehingga mungkin tidak menarik bagi para trader. Namun bagaimana sebenarnya fundamental dari MAIN ?. Okay langsung kita bahas dalam artikel ini..

 

Baca lagi : [Tips Membeli Saham yang Kurang Likuid]

 

Sekilas Malindo Feedmill (MAIN)

MAIN adalah perusahaan yang bergerak dalam industry Poultry. Mulai beroperasi sejak tahun 1997. MAIN merupakan bagian dari Leong Hup Holdings Berhad (Malaysia) dan Emivest Berhad (Malaysia). Di mana keduanya terdaftar pula di Bursa Saham Malaysia. Pada tahun 2000, MAIN mulai memasuki bisnis produksi pakan ternak di Indonesia. Lalu resmi mulai mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2006.

Saat ini MAIN memiliki rangkaian kegiatan usaha yang terbagi dalam empat divisi. Divisi pakan ternak, divisi pembibitan ayam, divisi peternakan ayam pedaging, dan divisi makanan olahan. Divisi pakan ternak ini memproduksi pakan ternak ras pedaging induk, ayam ras pedaging komersial, dan ayam ras petelur. Dalam sektor pakan ternak, MAIN bukanlah market leader seperti CPIN dan JPFA. Market Share MAIN dalam sektor pakan ternak ini adalah sekitar 8%. Namun, divisi pakan ternak merupakan divisi yang menghasilkan kontribusi pendapatan terbesar bagi MAIN (sekitar 63% dari total pendapatan).

Selain memproduksi pakan ternak, MAIN juga memiliki divisi pembibitan ayam dan peternakan ayam pedaging. Dimana MAIN memproduksi induk ayam Parent Stock (PS) dan Anak Ayam Umur Sehari (DOC). MAIN bermitra dengan peternak unggas lokal maupun peternakan sendiri dalam memelihara dan menghasilkan ayam ras pedaging. Penjualan Anak Ayam Umur Sehari (DOC / Day Old Chick) sendiri berkontribusi sebesar 17 % dari total pendapatan MAIN. Lalu penjualan Ayam Pedaging berkontribusi sebesar 14 % dari total pendapatan MAIN. Dan dalam beberapa tahun terakhir ini (tepatnya di tahun 2013), MAIN membentuk satu divisi baru yaitu divisi makanan olahan. Dengan merk dagang “SunnyGold” dan “CikiWiki” dengan kontribusi penjualan sekitar 6% dari total Pendapatan MAIN.

 

SunnyGold, salah satu produk yang dihasilkan oleh MAIN.

 

Saat ini kapitalisasi pasar MAIN masih jauh di bawah CPIN dan JPFA. Kapitalisasi pasar MAIN saat ini hanya sekitar Rp 1.6 triliun. Bandingkan dengan JPFA (Rp 21.6 triliun) ataupun CPIN (Rp 63.1 triliun). Meskipun kapitalisasi pasar MAIN relatif kecil dibandingkan keduanya, namun kapitalisasi pasar MAIN ini masih di bawah nilai ekuitasnya yang mencapai Rp 1.75 triliun, sementara kapitalisasi pasar CPIN dan JPFA sudah jauh di atas nilai ekuitasnya (Ekuitas CPIN : Rp 16.68 triliun, ekuitas JPFA : Rp 8.47 triliun). Padahal di tahun 2015 lalu, nilai kapitalisasi pasar MAIN sempat mencapai Rp 5.38 triliun. Sehingga saat ini nilai kapitalisasi pasar MAIN hanya sekitar 30% dari nilai kapitalisasi pasar nya di tahun 2013. Dari penjelasan di atas, maka MAIN ini menjadi satu-satunya emiten di sektor Poultry yang saat ini dihargai di bawah ekuitas nya. Apakah MAIN memiliki kinerja dan prospek yang buruk sehingga dihargai di bawah nilai ekuitas nya?

 

Analisa Saham MAIN, Kinerja Fundamental MAIN

Dari segi Pendapatan, MAIN termasuk perusahaan yang konsisten dalam mencatat pertumbuhan Pendapatan. Dalam 8 tahun terakhir, MAIN mencatatkan rata-rata pertumbuhan pendapatan (CAGR) 12.2% per tahun. Sebagai gambaran, CPIN mencatatkan rata-rata pertumbuhan pendapatan 14.9% dan JPFA mencatatkan rata-rata pertumbuhan pendapatan 10.5% per tahun. Jadi bisa dikatakan secara bisnis pertumbuhan MAIN relative sama dengan kedua kompetitornya tersebut.

Namun sayang nya konsistensi pertumbuhan pendapatan tersebut tidak dibarengi dengan konsistensi pertumbuhan laba bersihnya. Pada periode 2011 – 2013, MAIN konsisten mencatatkan laba bersih Rp 200 – 300 miliar per tahun, namun karena faktor-faktor seperti ketersediaan bahan baku dan fluktuasi nilai tukar Rupiah (akan Penulis jelaskan lebih lanjut pada bagian selanjutnya), membuat MAIN sempat mengalami kerugian di tahun 2014 dan 2015 (rugi sebesar Rp 60 – 80 miliar per tahun). Hal ini yang membuat kemudian harga sahamnya tanpa ampun turun dari 4100 an ke 1200 an.

Kinerja laba bersih MAIN sempat kembali mengalami peningkatan di tahun 2016 dengan kembali mencetak laba bersih Rp 212 miliar, yang membuat harga sahamnya kembali terangkat dari 1200 an ke 1990 an. Sayang, kebijakan pemerintah melarang impor jagung di tahun 2017 kembali harus membuat laba bersih MAIN turun (meskipun tidak sampai mengalami rugi) menjadi Rp 49 miliar. Harga sahamnya pun kembali harus terjun bebas dari 1990 ke posisi terendah 650 an.

Bagaimana kinerja MAIN di tahun 2018 ini? Per Kuartal I 2018, MAIN kembali mencatatkan perbaikan kinerja dalam hal pencetakan Pendapatan dan Laba Bersih. MAIN mencetak Pendapatan Rp 1.47 triliun di Kuartal I 2018, naik 16.2% dibandingkan dengan Pendapatan di Kuartal I 2017 yang sebesar Rp 1.27 triliun. Nah yang menariknya, kenaikan Pendapatan tersebut kali ini dibarengi dengan meningkatnya Laba bersih yang cukup signifikan. MAIN mencetak Laba bersih Kuartal I 2018 sebesar Rp 50.4 miliar, naik hampir 2x lipat jika dibandingkan dengan laba bersih Kuartal I 2017 yang sebesar Rp 24.6 miliar. Jika disetahunkan, laba bersih MAIN dapat kembali mencapai Rp 200 miliar, atau setara dengan pencapaian laba bersihnya di tahun 2011 – 2013, dan tahun 2016 kemarin.

Salah satu faktor yang mendorong perbaikan kinerja MAIN adalah ketersediaan bahan baku jagung yang lebih stabil sehingga dapat menekan biaya bahan baku, yang selama ini memang menjadi salah satu risiko bisnis terbesar perusahaan. Selain itu, faktor lainnya yang mendukung perbaikan kinerja MAIN adalah meningkatnya penjualan Ayam Pedaging. Meningkatnya harga Day Old Chick /DOC dan harga broiler, serta meningkatnya kuantitas menyebabkan penjualan Ayam Pedaging (Broiler) pada Kuartal I 2018 meningkat hingga 84% dibandingkan periode yang sama di tahun 2017 lalu. Tidak hanya penjualan yang meningkat, MAIN juga beberapa tahun ini terlihat lebih efisien dengan mengontrol beban keuangan nya. Tercatat dalam Laporan Keuangan, biaya keuangan MAIN turun dari Rp 30.2 miliar di Kuartal I 2018 menjadi Rp 25.5 miliar di Kuartal I 2018.

Tidak hanya mencatatkan laba bersih yang positif, MAIN juga mencatatkan arus kas operasi yang positif di Kuartal I 2018 kemarin. Bahkan, MAIN mampu menghasilkan arus kas operasi sebesar Rp 110 miliar, atau 2x lipat dibandingkan dengan laba bersihnya. Hal ini mengindikasikan bahwa MAIN tidak hanya mencetak profit di atas kertas, namun juga benar-benar menghasilkan uang masuk ke dalam perusahaan.

 

Baca Lagi : [Kas VS Laba : Mana yang Lebih Penting?]

 

Dari segi Neraca Keuangan, MAIN juga lebih sehat. Misalkan jumlah pinjaman bank jangka pendek MAIN turun dari Rp 1.14 triliun di akhir 2017 menjadi Rp 930 miliar di Q1 2018. Secara total liabilitas MAIN saat ini sekitar Rp 2.34 triliun, masih di atas ekuitasnya yang sebesar Rp 1.75 triliun (DER Q1 2018 = 1.34x). Namun rasio DER ini sudah jauh membaik apabila dibandingkan dengan DER di tahun 2014 yang sempat mencapai 2.27 kali. Dan juga, MAIN tidak pernah mengalami kesulitan dalam membayarkan beban bunga nya. Sebagai gambaran, laba operasional Q1 2018 sebesar Rp 93.6 miliar mampu untuk menutupi beban bunga sebesar Rp 25.5 miliar (Interest Coverage Ratio : 3.67x). Dengan demikian, kita bisa mengatakan bahwa posisi neraca keuangan MAIN juga cukup sehat.

 

Analisa Saham MAIN, Prospek MAIN ke Depan?

Dengan saat ini emiten sudah tidak terlalu bergantung dengan bahan baku impor khususnya jagung, dan juga stabilnya harga jual DOC, maka bisa dikatakan masa sulit emiten Poultry termasuk MAIN sudah dapat dilewati. Ditambah lagi industry perunggasan di Indonesia merupakan penyumbang terbesar untuk PDB Sektor Pertanian (selain kelapa sawit).

Sebagai negara dengan populasi ke – 4 terbesar di dunia, Indonesia menjadi pasar yang besar bagi industry Poultry. Meskipun demikian, tingkat konsumsi daging ayam di Indonesia ternyata masih jauh di bawah negara lain, termasuk negara tetangga Malaysia. Tingkat konsumsi daging ayam di Indonesia baru mencapai 11 kg per kapita per tahun, sementara tingkat konsumsi daging ayam di Malaysia sudah mencapai 4x nya, yaitu sekitar 40 kg per kapita per tahun. Melihat fakta di atas, kita bisa mengatakan bahwa prospek dan potensi industry Poultry di masa yang akan datang masih sangat besar.

 

[Baca Lagi : Momentum Kebangkitan Sektor Poultry Di Tahun 2018]

 

Untuk memperbesar kapasitas penjualannya, MAIN sendiri sudah menganggarkan Capex sebesar Rp 320 miliar untuk tahun 2018 ini. Belanja modal tersebut rencananya akan digunakan untuk membangun pabrik, slaughtering house (rumah potong ayam), dan investasi di Breeder dan Boiler. Dari belanja modal Rp 320 miliar tersebut, sekitar Rp 70 miliar akan digunakan untuk investasi di pabrik pakan dan rumah potong ayam. Sementara investasi di Breeder akan memakan sekitar Rp 165 miliar, dan investasi di Boiler akan memakan sekitar Rp 80 miliar. Rp 5 miliar sisanya akan digunakan untuk investasi di segmen Food Processing.

 

Risiko Bahan Baku dan Nilai Tukar Rupiah

Apakah MAIN (dan juga CPIN maupun JPFA) layak diinvestasikan untuk jangka Panjang ? Sayangnya jawabannya adalah tidak. Seperti yang telah dijelaskan di atas, pencetakan laba bersih saham emiten Poultry tergolong volatile dan cenderung kurang stabil sehingga saham di sektor Poultry ini masih masuk dalam kategori saham cyclical, karena sektor poultry sendiri memang sejatinya banyak dipengaruhi oleh berbagai sentiment seperti ketersediaan bahan baku termasuk stabilitas harga jual Pakan Ternak dan DOC, serta stabilitas nilai tukar Rupiah.

MAIN (sama seperti hal nya CPIN dan JPFA) juga kerap kali kesulitan mendapatkan stok jagung sebagai bahan baku pembuatan pakan ternak. Oleh karena itu pada akhir tahun 2015, MAIN memutuskan untuk mulai membangun pabrik di Makassar, Sulawesi Selatan. Keputusan ini merupakan keputusan yang tepat karena Makassar memiliki stok jagung melimpah dengan kualitas yang baik dan merupakan sentra produksi jagung dari swasembada jagung yang dicanangkan oleh Pemerintah sejak 2017 lalu.

Dengan demikian, MAIN tidak perlu repot-repot lagi untuk mengimpor jagung untuk kebutuhan produksi pakan ternak. Dengan demikian, MAIN bisa menekan harga bahan baku dan memperbesar margin laba kotor (Gross Profit Margin). Hal ini memang mulai memberikan dampak positif di mana  jika sebelumnya Gross Profit Margin MAIN hanya berkisar di antara 10 – 11%, maka saat ini MAIN bisa menikmati Gross Profit Margin 13 – 14%.

Selain problematika dalam ketersediaan maupun stabilitas harga bahan baku. MAIN juga sering dibayangi oleh nilai tukar Rupiah. Di tahun 2015 ketika nilai tukar Rupiah melemah signifikan dari 12.000 ke 15.000. MAIN harus menderita rugi bersih Rp 62 miliar meskipun Penjualan MAIN tetap meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Salah satu yang menyebabkan MAIN harus menanggung rugi bersih adalah kenaikan Beban Keuangan. Dari Rp 97.7 miliar di tahun 2014 menjadi Rp 168.5 miliar di tahun 2015. Di akibatkan karena melemahnya kurs Rupiah tadi. Namun belajar dari pengalaman tersebut, di saat Rupiah belakangan ini bergerak melemah, MAIN mengantisipasinya dengan melakukan hedging. Setidaknya dua hal tersebut yang menyebabkan emiten di sektor Poultry lebih cocok dikategorikan sebagai Momentum Investing.

 

Analisa Saham MAIN, Valuasi harga saham di Rp 700 = Undervalue ?

Seperti telah disampaikan di atas, saat ini MAIN merupakan satu-satunya emiten sektor Poultry yang kapitalisasi pasarnya masih dihargai di bawah nilai ekuitasnya. Padahal seperti kita lihat di atas, kinerja fundamental MAIN juga tidak bisa dikatakan buruk. Terlihat salah satunya adalah dengan meningkatnya pendapatan secara konsisten selama 8 tahun terakhir. Meskipun laba bersih MAIN relative volatile jika dibandingkan JPFA dan CPIN, namun kinerjanya saat ini mulai menunjukkan turnaround.

Di harga saham Rp 700, saat ini MAIN diperdagangkan pada PER 7.8x. Lebih murah dibandingkan dengan JPFA (12.5x) dan CPIN (15.8x). Demikian pula dari segi PBV, MAIN menjadi satu-satunya emiten yang masih diperdagangkan pada PBV di bawah 1.0. Sementara PBV JPFA sudah mencapai 2.6x dan PBV CPIN sudah mencapai 3.8x. Dengan tingkat pengembalian modal (ROE) MAIN sebesar 12% (pada periode normal, MAIN bisa menghasilkan ROE 44%), bisa dikatakan MAIN ini adalah salah satu pilihan bargaining stocks secara value, secara histor

So, jika Anda ingin berinvestasi di MAIN ini, Anda bisa cermati terlebih dahulu Laporan Keuangan Kuartal II 2018 nya, mumpung sebentar lagi musim Laporan Keuangan Kuartal II 2018 akan segera rilis, agar Anda mendapatkan gambaran yang lebih update mengenai kinerja fundamental terakhir perusahaan. Jika kinerjanya nanti lebih baik dan bisa berlanjut secara lebih konsisten, maka bukan tidak mungkin harga sahamnya juga akan terapresiasi menuju harga wajarnya.

Disclosure : MAIN telah menjadi bagian dari portfolio Penulis pada average 730. Perubahan posisi dana average dapat terjadi sewaktu-waktu. Pembahasan ini bukan bersifat rekomendasi beli atau jual. Do Your Own Research.

 

Info:

  • Monthly Investing Plan Agustus 2018 akan segera terbit. Anda dapat memperolehnya di sini.
  • Cheat Sheet LK Q2 2018 akan segera terbit, Anda dapat memperolehnya di sini
  • E-Book Quarter Outlook LK Q2 2018 akan segera terbit. Anda dapat memperolehnya di sini.
  • Jadwal Workshop Advance Value Investing (Jakarta, 11 Agustus 2018) dapat dilihat di sini. Info lebih lanjut WA 0896-3045-2810 (Johan)

Tags : analisa saham MAIN | analisa saham MAIN | analisa saham MAIN | analisa saham MAIN | analisa saham MAIN | analisa saham MAIN | analisa saham MAIN

1
Pastikan rekan Investor tidak ketinggalan Informasi ter-update

Subscribe sekarang untuk mendapatkan update artikel terbaru setiap minggunya

reCaptcha v3
keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right

1 comment on “Harga Saham Sempat Terpuruk di Harga 700 an, Mampukah MAIN Bangkit Kembali ?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *