Terakhir diperbarui Pada 10 September 2024 at 12:48 pm
Kemarin (23/8) saya bersyukur bisa memiliki kesempatan untuk sharing pengalaman mengenai berinvestasi dengan metode Value Investing di IDX Channel. Yang menarik pada bagian akhir dari sesi wawancara tersebut, ada sebuah pertanyaan dari presenter yang bertanya mengenai apakah saya pernah mengalami pengalaman jatuh di pasar modal.
Dalam hitungan sepersekian detik, otak saya langsung berputar dan flashback ke tahun 2012, tahun di mana merupakan tahun yang amat gelap bagi saya pribadi, di mana saya sempat mengalami kejatuhan di pasar modal. Saya tidak akan bercerita panjang lebar mengenai proses kejatuhan saya di pasar modal pada artikel ini, karena hal tersebut sudah pernah saya sharing pada artikel-artikel awal di website ini. Anda bisa membaca kembali pengalaman mengenai kejatuhan saya di pasar modal di sini dan di sini.
Saya tidak sendirian waktu itu, ada banyak orang yang saya tahu juga menderita kerugian di pasar saham, Beberapa yang saya kenal cukup dekat bahkan sampai datang ke kantor sekuritas menuntut ganti rugi, di mana tentu saja hal tersebut tidaklah mungkin. Masih jelas dalam bayangan saya, mereka benar-benar meluapkan emosi nya sampai mengeluarkan sumpah serapah bahwa mereka tidak akan pernah lagi bergulat dengan yang namanya pasar saham. Sedangkan saya? Saya hanya bisa menahan napas, melihat fakta bahwa pasar saham bisa menjadi sangat kejam bagi mereka yang tidak memahami resiko. Seperti kutipan dari Warren Buffett “Risk comes from not knowing what you’re doing”.
Sedih ? Pastinya… Hasil kerja keras selama beberapa tahun bekerja, kemudian harus direlakan begitu saja.
Akhirnya dengan berat hati, saya menjual semua saham yang saya miliki. Ironis nya, tidak semua saham tersebut bisa dijual (Ya, ada peninggalan saham yang mati di gocap an yang tidak bisa dijual bahkan hingga saat ini). Saya jual saham-saham yang bisa saya jual pada harga berapapun waktu itu. Setelah kemudian saya hitung-hitung, sisa nya tidak sampai setengah dari modal awal berinvestasi. Nightmare!
Setelah beberapa bulan “cuti” dari pasar modal, saya bertanya kepada diri sendiri, apakah masih mungkin bagi saya untuk bangkit? Setelah memulihkan kembali psikologis yang hancur lebur, saya mulai meyakinkan diri sendiri bahwa peluang tersebut masih ada. Dan inilah beberapa hal yang saya lakukan untuk mulai bangkit kembali.
Pertama, “make peace with myself”. Hal pertama yang saya lakukan adalah berdamai dengan diri sendiri. Mungkin terkesan dramatis, tapi percayalah hal tersebut sangatlah penting. Jika saya tidak bisa berdamai dengan diri saya sendiri mungkin saya tidak akan pernah kembali ke pasar modal. Sama seperti beberapa rekan yang sampai dengan saat ini masih trauma dan tidak pernah kembali ke pasar modal. Saya mencari tahu letak kesalahan saya, merubah style investasi saya menjadi Value Investing, dan yang terpenting adalah menghilangkan pola pikir “mengembalikan kerugian”. Yup! Jangan memiliki pola pikir mengembalikan kerugian, karena kita akan melihat hal tersebut menjadi beban di mana seolah-olah kita berada di dasar jurang dan berusaha naik ke atas. Saya merubah mindset saya bahwa saya tidak sedang mengembalikan kerugian, melainkan “memulai sesuatu yang baru”. Dengan mindset memulai sesuatu yang baru tersebut, pikiran menjadi lebih tenang, terbuka dan bisa berpikir dengan lebih jernih.
Kedua, “do the extra mile”. Setelah saya berhasil berdamai dengan diri sendiri, selanjutnya saya sadar bahwa saya perlu melakukan sesuatu yang lebih untuk mendapatkan penghasilan tambahan di samping penghasilan utama dengan bekerja sebagai karyawan. Jadi yang saya lakukan adalah saya mencari peluang-peluang lain di samping penghasilan utama saya sebagai karyawan. Salah satunya, saya bersama dengan salah seorang sahabat waktu itu membuat usaha sampingan yaitu mengimpor barang-barang yang cukup murah dari e-commerce luar untuk kemudian dijual kembali di Indonesia. Saya juga sempat memberikan les private, membuka tempat makan di sebuah pusat grosir di Jakarta, dll. Intinya apapun yang bisa saya lakukan untuk menambah penghasilan, saya bersedia lakukan. Tidak hanya itu, saya mulai membentuk kebiasaan membaca buku-buku, terutama buku-buku tentang investasi.
Ketiga, “tighten the seatbelt”. Tidak hanya berusaha memperoleh penghasilan tambahan, saya juga berupaya menekan pengeluaran. Jika sebelumnya saya tidak pernah mencatat pengeluaran, sejak saat itu saya selalu mencatat pengeluaran. Saya juga seringkali menolak secara halus ajakan hangout rekan kantor sepulang kerja, membawa bekal makan siang dari rumah, sampai naik transportasi umum untuk menghemat pengeluaran. Weekend? Lebih banyak saya habiskan waktu untuk baca buku, kalau keluar pun yaa hanya sekali-sekali. Kemudian, yang biasanya saya hanya mengalokasikan 30 – 40% penghasilan untuk dibelikan saham, sejak saat itu saya ubah dengan mengalokasikan 60 – 70% penghasilan untuk dibelikan saham.
Apakah mudah untuk bangkit kembali? Tentu saja tidak.. Namun seperti hal nya lebih berat mendorong mobil yang berhenti ketimbang merubah arah kemudi mobil yang berjalan.. Saya terus mempertajam pemahaman mengenai Value Investing dengan mengikuti beberapa pelatihan dan membaca lebih banyak buku. Semakin membaca lebih banyak buku, semakin saya menyadari bahwa saya banyak tidak tahunya (Padahal sebelumnya merasa jagoan saham paling hebat sedunia). Hasilnya? Perlahan tapi pasti, dana kelolaan berinvestasi terus bertumbuh setiap bulan nya hingga saat ini. Tidak ada hal hebat apapun yang saya lakukan, hanya hal-hal sederhana yang saya lakukan secara konsisten.
Terakhir, izinkan saya untuk menutup artikel ini dengan sebuah kisah nyata, yang menginspirasi dan turut membuat saya kembali bangkit. Kisah nyata tersebut adalah kisah tentang Lim Tow Yong, seorang pengusaha yang sangat sukses di tahun 1960-an dan 1970-an. Saya mengetahui kisah tersebut dari buku “Winning The Game of Life (2012)” by Adam Khoo, halaman 155. Berikut saya terjemahkan penggalan kisahnya untuk Anda :
“Lim Tow Yong memiliki sebuah perusahaan bernama “Emporium” yang merupakan perusahaan retail terbesar di Singapura selama 2 dekade (1960-an sampai 1970-an). Pada tahun 1980-an, Ia mengalami serangkaian kejadian yang sulit. Singapura dihantam resesi yang parah dan berkepanjangan. Pesaing-pesaing asing seperti Courts, Harvey Norman, Giant, dan Carrefour masuk ke dalam industri tersebut. Akibat tidak ada inovasi, bisnis nya terjerembap dan usahanya kolaps. Pada saat mengalami kebangkrutan, usianya 72 tahun dengan hutang $80 juta!
Kebanyakan orang yang berada dalam situasi itu mungkin akan berpikir, “Habislah saya! Saya hancur! Saya terlalu tua untuk dapat mengembalikan semua itu !”. Mereka akan menyesali nasib mereka dan berpikir tidak ada hal lain yang dapat dilakukan lagi. Namun Lim tahu bahwa kejadian itu tidak menentukan hasil yang akan diperolehnya. Ia tahu bahwa responsnya lah yang akan menentukan nasib nya kemudian.
Bukannya berpikir tentang usianya yang sudah tua, ia berfokus dengan apa yang masih dimilikinya : teman-teman, pengetahuan, dan pengalamannya. Bukannya memikirkan apa yang telah hilang, ia berfokus untuk memulai sesuatu yang baru. Dengan gairah, antusiasme, dan tekad dalam dirinya, ia pergi ke Brunei dan Malaysia, dan memulai sebuah bisnis retail yang baru di sana. Dengan uang yang diperolehnya dari pemberi pinjaman, investor baru, dan rekan penyertaan modal, ia membangun 17 toko dan supermarket dalam 10 tahun berikutnya. Pada usia 82 tahun, ia kembali memiliki kekayaan $ 4.2 juta !”
Kisah Nyata Lim Tow Yong
Membaca kisah tentang Lim Tow Yong yang mampu bangkit dari keterpurukan dengan hutang $ 80 juta pada usia 72 tahun, menampar muka saya agar bisa segera bangkit ! Dan berkat Tuhan yang luar biasa, saya pun bisa kembali bangkit. Yang ingin saya bagikan kepada para pembaca dalam artikel ini adalah, selalu ada kemungkinan bagi kita untuk bangkit seburuk apapun keadaannya.
Semoga dengan apa yang saya sharing pada artikel ini, setidaknya bisa menunjukkan bahwa harapan selalu ada. Jika Anda mengetahui ada rekan di luar sana yang membutuhkan semangat untuk bangkit dari keterpurukan, baik itu tentang di pasar modal ataupun di luar pasar modal, Anda bisa menceritakan pengalaman saya di atas, ataupun kisah Lim Tow Yong tadi. Dan ketahuilah bahwa mereka tidak sendirian…
By : Rivan Kurniawan
Info :
Jadwal Workshop Value Investing : Kota Jakarta 9 & 16 September 2017. Untuk pendaftaran dan info lebih lanjut dapat dilihat di http://ticmi.co.id/rivan-kurniawan . Anda juga dapat menghubungi via SMS / WA ke 0896-3045-2810 (Johan) atau email : info@ticmi.co.id.
Berdamailah dengan diri anda, dan bangkit… sy jg prnh mengalami jatuh dan bangun dlm investasi saham sejak 2008, tapi 2015 merupakan thn yg paling berat dan bisa dikatakan mencapai titik nadir,ketika aset porto menyusut 70-80%, wlpn sy berusaha bersikap tegar spt nothing happen dihadapan keluarga, tp dlm hati kecil sy, sy sangat terpukul dan menyalahkan diri sy yg terlalu percaya diri sblmny. Sampai pada satu titik, sy mulai berdamai dgn diri sy sdr. Dan kembali menganalisa, dan kembali bangkit. Diawal thn 2016 dgn sisa dana cash sy berinvestasi disalah satu saham, yg notabenemya merupakan ten bagger pertama sy( kalo sy tdk menjual akhir thn lalu sdh jd forty bagger ????) tp semua adalah pembelajaran, dan tidak perlu disesali. Dan ditahun 2016 semua berbalik dan porto bertumbuh melebihi logika sy sdr. Dr kejadian Jth bangun bbrp kali,,sy belajar lebih berhati-hati untuk tdk overconfident .jalani proses dan tetap memegang kuat mimpi anda maka ketika kita jatuh, kita akan bangkit kembali dgn lebih tegar, lebih kuat dan lebih bijak.
70-80%…Ana turun 10% aja pala senat-senut. Hebat bro.
thank bro Rivan,, saya jg baru bisa memulai invest saham Maret 2019, disaat umur saya 40thn, dengan dana sdikit dari gaji.. dalam hati timbul pikiran kayanya telat banget nih… tp lbh baik telat daripada tidak sama sekali kan..
Thansk buat sharing pengalaman dan menuliskan kisah Lim Tow Yong diatas, sungguh memberi saya semangat 🙂